73. Rasa Penasaran

2933 Kata
Kemarin Abima sempat bertanya-tanya sendiri di dalam hatinya tentang apakah Kinan akan menjauh darinya karena belakangan ini Abima selalu sibuk sehingga tidak memiliki waktu lagi untuk mengobrol bersama, padahal waktu itu kan Abima sendiri yang mengajak Kinan untuk sarapan bersamanya setiap pagi jika memang Kinan terbangun dan sedang lapar, atau ketika Kinan sedang tidak ingin bergabung dengan yang lainnya. Jujur saja, Abima cukup merasa bersalah, di sini seolah-olah dia baru saja melemparkan harapan kepada Kinan tapi di esok harinya Abima juga yang menghancurkan harapan itu. Dia yang membuat janji, tapi malah dia juga yang mengingkarinya, sebab di pagi hari selanjutnya Abima memang tidak pernah lagi terlihat di mana Kinan. Kenyataannya, bukan seperti itu maksud dari Abima. Dia semata-mata tidak dengan sengaja menghindar. Untuk apa juga Abima menghindar di saat hubungan mereka justru mulai lebih membaik? Tentu tidak masuk akal, apalagi Abima bukanlah tipe laki-laki yang suka main-main dengan seorang perempuan. Memiliki pengalaman romansa dengan seorang gadis saja Abima tidak punya, jadi bagaimana bisa dia bermain-main dengan mereka? Maaf saja, tetapi Abima bahkan tidak tahu apa maksud dari ‘main-main’ yang sebenarnya. Semasa hidupnya, anak-anak perempuan yang paling dekat dengan Abima hanyalah anak-anak asramanya saja. Mereka juga tidak langsung dekat secara alami karena sejujurnya Abima adalah tipe orang yang introvert, bukannya ekstrovert. Butuh waktu selama beberapa bulan sampai akhirnya Kelana Abimanyu bisa dekat dengan beberapa anak perempuan yang berasal dari asrama yang sama dengannya. Setelah menjadi dekat barulah Abima bisa berpikir bahwa menyenangkan juga jika bisa dekat dengan seorang perempuan. Namun, Abima tidak pernah membawa kedekatan itu lebih dari kedekatan seorang teman, sebab dia sudah nyaman seperti ini. Anak-anak perempuan di sekolahnya entah mengapa terasa sangat berbeda, sehingga Abima hanya akan berinteraksi seadanya saja dengan mereka. Keadaan Abima di sekolah memang berbeda sekali dengan di Asrama Kartapati. Jika di sekolahnya Abima hanya memiliki Galih saja sebagai satu-satunya teman yang paling dekat dengannya. Maka di sekolah Abima bisa menganggap semua penghuni Asrama Kartapati itu sangat dekat dengannya—entah mereka perempuan atau laki-laki semuanya sama saja. Abima benar-benar dekat dengan semuanya. Lalu setelah kedatangan Kinan, Abima memang sempat memiliki niat juga untuk dekat dengan gadis itu, tapi nanti ketika semua orang sudah menjadi akrab dengannya barulah Abima juga ikut-ikutan untuk mendekat. Tapi, siapa sangka jika Anjar justru menugaskannya untuk menjadi orang pertama yang menjadi lebih dekat dengan gadis itu? Abima pikir akan sulit untuk mendekatinya, sebab Kinan itu terlalu dingin berbeda sekali dengan respon anak-anak lainnya ketika mereka baru pertama kali datang ke asrama ini. Namun, ternyata ekspektasi Abima tidak semenyeramkan itu. Tadinya dia sempat berpikir bahwa mungkin saja Kinan akan mengabaikannya jika seandainya secara tiba-tiba Abima mengajaknya bicara. Atau mungkin saja Kinan akan langsung pamit karena merasa tak nyaman berbicara dengannya. Sejujurnya ada banyak sekali kemungkinan-kemungkinan buruk yang berterbangan di dalam kepala Abima tentang Kinan ketika dirinya belum sempat mendekati gadis itu. Tentu saja pemikiran seperti itu sangat salah, Abima mengakui hal itu, sebab tidak seharusnya dia berspekulasi tentang Kinan lebih dahulu sebelum mengenalnya dan mencoba dekat dengannya. Karena bisa saja semua pemikiran Abima itu salah, Abima bahkan tidak pernah mencoba mengobrol dengannya jadi bagaimana bisa Abima berpikiran seperti itu? Tapi, tenang saja. Abima sangat mengakui bahwa dirinya salah, dia tidak akan membuat penilaian lagi kepada orang lain sebelum mencoba untuk mengenalnya lebih dahulu. Lagipula Abima sekarang sudah benar-benar pernah mengobrol dengan Kinan, Abima juga sudah bisa menilai bagaimana gadis itu sebenarnya dan jujur saja dia harus mengatakan bahwa ternyata Kinan itu tidak semenyeramkan yang sudah Abima pikirkan sebelumnya. Alih-alih menyeramkan, menurut Abima ... Kinan itu justru seorang gadis yang menyenangkan. Gadis itu bisa mendengarkan semua perkataan Abima dengan raut wajah yang penasaran dan juga senang, responnya juga membuat Abima semakin bersemangat ketika bercerita dengannya. Intinya, Kinan tidak seram dan tidak membosankan sama sekali. Obrolan mereka berdua justru berjalan lancar tanpa hambatan sedikitpun, tidak juga terasa canggung, baik Abima dan Kinan justru merasa seperti tengah berbicara dengan teman lama mereka masing-masing. Secepat itu memang keduanya bisa menjadi dekat, meskipun harus diakui bahwa jika harus mengikuti persentase maka kedekatan itu belum sepenuhnya menjadi seratus persen. Mungkin sekarang baru memasuki tahap tujuh puluh persen karena Abima masih harus lebih berusaha untuk membuat Kinan jadi nyaman dengannya. Bagi Kinan sendiri, kedekatannya dengan Abima menjadi sebuah tahap baru dalam perubahannya yang sudah dia rencanakan pada malam sebelumnya. Takdir seperti cepat sekali menjawab keinginannya, sebab baru semalam Kinan berkata bahwa dia ingin berubah untuk lebih dekat lagi dengan yang lainnya, lalu pada pagi mendatang dirinya justru dipertemukan dengan Abima hingga terjadi sebuah tragedi lucu dan berakhir keduanya jadi makan bersama dan mengobrol layaknya seorang teman dekat. Jujur saja, Kinan sangat amat senang ketika bersama dengan Abima. Dia telah berhasil menemukan sedikit kenyamanan dari Abima, sehingga Kinan pikir dia bisa dekat lebih dulu dengan Abima sebagai percobaan bagi dirinya sendiri untuk melakukan perubahan ini. Jika dirasa semuanya baik-baik saja dengan Abima dan tidak ada keluhan dari laki-laki itu tentang bagaimana cara Kinan bersikap selama dekat dengannya, maka dengan begitu Kinan bisa mulai untuk lebih dekat dengan anak-anak yang lain. Sebagai seorang introvert yang belum pernah memiliki teman sebelumnya. Kinan butuh proses perlahan-lahan untuk bisa menemukan titik nyamannya dengan orang lain selain kedua orangtuanya, dia tidak bisa langsung dekat begitu saja dengan semua orang karena cukup sulit untuk membangun kedekatan sekaligus seperti itu. Bisa-bisa Kinan kewalahan dan pada akhirnya malah jadi tidak nyaman sendiri. Meskipun hitungan tinggalnya di asrama ini bisa dibilang sangat sebentar. Tetapi, Kinan juga tidak mau begitu terburu-buru dalam bertindak ataupun membangun pertemanan baru. Walaupun hanya ada sedikit waktu, tapi dia tetap akan bisa memanfaatkannya dengan sangat baik agar hubungan pertemanan itu bisa berjalan lancar. Dengan begitu, jika seandainya nanti Kinan memiliki jadwal lomba lagi ke Jakarta, maka Kinan bisa datang lagi ke Asrama Kartapati dan bisa bermain bersama mereka lagi. Sebetulnya Kinan sudah sempat memikirkan skenario seperti itu di dalam kepalanya. Tentang seperti apa masa depan yang ada jika seandainya Kinan dekat dengan semua anak-anak di Asrama Kartapati. Akan bagaimana jadinya di masa depan jika Kinan bisa menjadikan mereka semua temannya dan mereka sudah menjadi begitu dekat? Pasti akan sangat menyenangkan. Kinan bisa datang ke Asrama Kartapati jika dia memang menginginkannya. Jarak antara Bandung - Jakarta itu tidak begitu jauh, tentu Kinan bisa mendatanginya dengan sangat mudah. Kinan juga jadi tidak perlu pusing mencari tempat baru jika dia memiliki lomba lagi di lain waktu. Mereka akan sering bertemu, bermain bersama, kemungkinan besar anak-anak asrama pasti akan menonton jika Kinan memiliki pertunjukan di sekitaran Jakarta dan kemudian mereka akan memberikan selamat kepadanya. Hal paling menyenangkan yang terjadi di dalam pikiran Kinan adalah ketika dirinya mengenalkan semua anak-anak asrama sebagai temannya, teman pertama yang pada akhirnya bisa benar-benar Kinan anggap sebagai teman karena kedekatan mereka memang sudah sejauh itu. Kinan pasti akan dengan sangat bangga memperkenalkan mereka. Skenario menyenangkan itu berputar di dalam kepala Kinan bagai sebuah kejadian yang pasti akan sangat menyenangkan jika benar-benar bisa terjadi. Kinan tidak tahu apakah skenario itu bisa terjadi dalam hidupnya atau tidak, sebab itu hanya sebagian kecil kemungkinan yang telah Kinan buat sendiri di dalam kepalanya. Soal apakah hal itu bisa benar-benar terjadi atau tidak akan menjadi rahasia semesta saja yang entah bagaimana akan membawa kehidupannya berjalan. Kinan selama ini hanya mengikuti arus saja yang berjalan selagi dia merasa bisa menjalankannya. Kinan tidak pernah berekspektasi lebih terhadap sesuatu yang berkaitan dengan orang lain karena selama ini dia lebih sering sendirian, tapi bukan berarti Kinan tidak ingin mencoba untuk lebih dekat dengan orang lain. Tentu saja dia menginginkannya, hanya saja akan butuh waktu sampai ke tahap itu. Sekarang, Kinan hanya ingin tahu, sebagai percobaan untuk bisa membuka dirinya, Kinan ingin tahu akan sejauh apa kedekatannya dengan Abima akan berlanjut. Entah mereka akan cocok dan pada akhirnya memilih untuk berteman, atau mungkin salah satu di antara mereka akan menjauh seiring berjalannya waktu karena merasa tidak cocok antara satu sama lain. Pemikiran negatif akan sosok Abima sempat bersemayam di dalam kepala Kinan selama beberapa hari ini. Bukan hanya dirinya saja, tapi semua anak asrama yang lain menyadari bahwa akhir-akhir ini Abima jarang sekali berada di asrama. Laki-laki akan selalu pulang malam dan ketika pagi dia sudah menghilang sebelum Kinan sempat bertemu dengannya, ketika malam dia pulang pun laki-laki itu langsung memilih untuk beristirahat daripada makan malam bersama dengan anak-anak lainnya. Entah apa yang sebenarnya terjadi kepadanya, tapi Kinan sampai bertanya-tanya sendiri di dalam hati mengapa Abima jadi bersikap seolah-olah menghindari semua anak asrama—termasuk juga dengan dirinya. Padahal beberapa hari lalu Abima memintanya untuk tetap makan bersama setiap pagi jika memang Kinan tidak mau makan sendirian, Abima merasa tak keberatan dan bahkan berkata bahwa dia akan mengajak Kinan mengobrol juga nantinya. Tapi, setelah kejadian pagi itu, Kinan justru tidak bertemu lagi dengan Abima di beberapa hari ke depan. Pernah ada kejadian di satu hari Kinan sengaja bangun di pagi hari karena ingin ke dapur dan makan bersama lagi dengan laki-laki itu, tapi di jam yang sama seperti kemarin bertemu dengannya, Kinan justru menemukan kekosongan di dapur utama. Tidak ada tanda-tanda akan kehadiran Abima di pagi itu. Kinan sempat berpikir bahwa mungkin saja Abima memasak lebih pagi sehingga Kinan tertinggal, namun ketika gadis itu melirik ke tempat cuci piring ataupun meja makan—di sana terlihat bersih sekali seolah-olah Abima memang tidak memasak pada pagi itu. Tidak ada cucian piring kotor atau peralatan masak baru yang tertinggal di sana, bahkan barang-barang itu tidak terlihat basah sama sekali pertanda bahwa memang belum digunakan pagi itu. “Abima hari ini enggak buat sarapan untuk anak lain?” Kinan jadi bertanya-tanya sendiri di dalam hatinya pada waktu itu. Namun, Kinan tidak langsung berprasangka buruk. Gadis itu masih memikirkan kemungkinan positif yang mungkin saja memang sedang dialami oleh Abima. Bisa saja Abima sedang memiliki tugas penting yang belum dia kerjakan sehingga laki-laki itu berangkat lebih pagi untuk mengerjakannya di sekolah karena lebih cepat dan praktis. Pemikiran Kinan itu benar sekali, memang seperti itu yang terjadi kepada Abima. Namun, Kinan saja yang masih belum puas dengan isi kepalanya sendiri. Dia masih memikirkan kemungkinan lain yang memang mungkin saja terjadi dengan Abima saat ini. Termasuk kemungkinan terburuk bahwa sebenarnya Abima tidak mau lagi bicara dengan Kinan karena menganggap bahwa dirinya adalah gadis yang sangat membosankan. “Ah, enggak.” Kinan menggeleng cepat, berusaha menghilangkan pemikiran jahat itu dari dalam kepalanya. “Dari yang gue perhatiin, Abima bukan tipe orang yang kayak gitu, jadi nggak mungkin kalo dia sengaja menghindar cuma buat ngejauhin gue aja karena gue bikin dia bosen.” Kinan masih mencoba berpikir positif tentangnya. Tidak mau menganggap Abima memiliki sifat yang jahat dengan sengaja menghindar. Tapi sayangnya kejadian itu terus berulang hingga empat bahkan sampai lima hari kemudian. Kinan jadi tidak bisa membiarkan isi kepalanya untuk tetap memikirkan hal yang positif. Kinan itu awam sekali tentang cara berteman dengan orang lain, dia tidak tahu harus menghadapi orang lain dengan cara apa jika seandainya mereka menghindar seperti itu, maka dari itu daripada dia salah langkah maka Kinan hanya diam saja dan tidak berani mengucapkan apa pun kepada sang empu yang sudah membuatnya sangat penasaran. Bagaimana bisa Kinan mempertahankan isi kepalanya untuk tetap berpikir positif jika di lima hari setelahnya Abima belum juga mengajaknya bicara lagi dan malah mengabaikan semua orang yang ada di asrama. Pernah suatu hari ketika sebagian dari seluruh penghuni asrama sedang berkumpul untuk makan malam—di sana ada Ibu Ana dan juga Tarisa yang ikut bergabung untuk makan malam. Di saat mereka sedang menghabiskan makan malam itu selagi Kinan mendengar celotehan dari Kak Anjar dan juga Kak Rea yang tidak ada habisnya, tiba-tiba saja ada sosok lain yang masuk ke pintu dapur dengan wajah yang sangat kusam dan terlihat sangat begitu lelah. Dia Kelana Abimanyu. Kinan terus memperhatikannya sejak Abima masuk ke dapur, kemudian dipanggil oleh Kak Anjar dan diajak untuk ikut makan malam bersama yang kemudian langsung ditolak begitu saja oleh Abima dengan alasan bahwa dia sangat lelah sekarang dan butuh tidur sekarang juga. Semua anak asrama—kecuali Kinan, mengiyakan perkataan itu dan Abima segera berlalu dari dapur bahkan tanpa menatapnya sama sekali. Kinan tidak tahu apakah laki-laki itu sengaja untuk tidak memandangnya atau sebenarnya Abima tidak tahu bahwa ada Kinan di meja makan itu, tapi jujur saja Kinan tiba-tiba saja merasa sangat asing dengan Abima. Dia hanya merasa bahwa tiba-tiba saja pembicaraannya dengan laki-laki itu di lima hari lalu ternyata tidak akan memberikan dampak perubahan apa pun untuk Kinan sendiri. Kinan hanya bisa berpikir negatif saja pada saat itu sampai akhirnya dia mendengar Kak Rea melayangkan pertanyaan kepada Kak Anjar dengan membawa-bawa nama Abima. Dalam diam dan tenangnya Kinan ketika menghabiskan makan malamnya, gadis itu sebenarnya memasang telinga baik-baik untuk mendengar apa yang akan mereka bicarakan. “Abima kenapa sih sekarang jarang gabung buat makan malem? Padahal biasanya dia yang paling rajin deh bahkan sampai masakin sarapan, tapi akhir-akhir ini gue nggak nemuin apa pun di meja makan, gue jadi sedih padahal gue laper,” Itu Kak Rea yang berbicara, dari tatap matanya Kinan bisa melihat bahwa dia sedang menatap ke arah Kak Anjar, berarti laki-laki itu yang sedang diajak bicara. “Abima lagi sibuk sama urusan sekolah, Kak,” lalu Dika menjawab dari sudut kursi yang lain. “Mau Abima sibuk atau enggak seharusnya lo nggak perlu bergantung sama sarapan yang dia buat. Abima itu bukan koki asrama kalo perlu gue ingatin. Kalo lo memang laper yaudah tiap pagi masak sendiri aja, Rea. Lo juga kan bisa masak, kenapa harus nunggu masakan dari orang lain dulu?” Tentu saja, setiap Kak Rea berbicara pasti akan ada Kak Anjar yang meladeni perkataannya. Begitupun sebaliknya, Kak Rea juga seringkali meladeni perkataan Kak Anjar entah itu penting atau tidak sekalipun. “Bodo amat, mending lo diem dulu karena gue mau ngobrol sama Dika.” Kak Rea mengibaskan tangannya di depan wajah Kak Anjar pertanda bahwa dia tidak ingin berbicara dengan laki-laki itu sekarang. Terlihat dari tempat Kinan mengamati saat ini, Kak Anjar hanya bisa mendengkus kesal dan kemudian melanjutkan makan malamnya yang belum habis. “Jadi, Abima kenapa?” Kak Rea berpaling kepada Dika untuk bertanya lebih lanjut. Gadis itu memang selalu ingin tahu tentang sesuatu, jadi Kinan tidak akan kaget jika seandainya nanti Kak Rea akan bertanya sampai ke akar-akarnya sekalipun, karena dia memang selalu begitu. “Sibuk, mau ada event di sekolah terus dia ada partisipasi gitu di dalamnya makanya sekarang sibuk banget karena eventnya bentar lagi mulai. Gue nggak bisa jelasin lengkap sih, intinya mah kayak gitu,” jelas Dika singkat namun cukup detail bagi siapapun yang mengerti akan pembicaraannya tadi. Mungkin semua anak asrama yang berada di sini sekarang bisa langsung mengerti, mengingat bahwa sistem pendidikan mereka sama. Tapi bagi Kinan yang hanya bersekolah homeschooling, tentu saja dia masih bingung dan tidak mengerti dengan semua penjelasan Dika tadi dan entah mengapa Kinan sangat merasa bahwa dia butuh penjelasan lebih lanjut. Sayangnya, Kinan tidak memiliki cukup nyali untuk bisa bertanya kepada mereka tentang apa arti sebenarnya dari perkataan Dika tadi. Kinan sebenarnya sedikit mengerti apalagi setelah dia mendengar kata sibuk keluar dari mulut Dika, berarti saat ini Abima memang benar-benar sedang sangat sibuk sehingga sulit ditemui. Tapi entah mengapa Kinan tetap ingin mendengar penjelasan lebih lanjut, dia ingin sekali tahu kegiatan apa yang sebenarnya Abima ikuti sampai bisa membuatnya jadi sesibuk ini dan jarang terlihat di asrama selama beberapa hari ke belakang. Sayang sekali Kinan tidak memiliki keberanian untuk bisa bertanya kepada salah satu di antara anak asrama yang lain, sebab entah mengapa dia merasa malu saja jika harus menanyakan itu. Sesibuk apa Abima sebetulnya sampai mereka sudah tidak bisa lagi bertemu di dapur setiap paginya untuk makan bersamanya? Sebenarnya apa yang Abima lakukan sampai dia harus kembali setiap gelap dan pergi ketika Kinan bahkan belum bangun dari tidurnya. Abima seperti tengah dikejar-kejar waktu, tapi Kinan sendiri tidak yakin dengan pemikirannya tersebut. Akhirnya selama sisa hari itu Kinan hanya bisa diam saja selagi menyimpan rasa penasarannya karena tidak bisa bertanya kepada siapapun. Dia sendiri tidak tahu harus tetap berpikir positif atau negatif saja kepada Abima yang sudah melanggar janjinya sendiri yang sudah dia berikan kepada Kinan beberapa hari lalu. Daripada merasa sedih sebenarnya Kinan lebih merasa penasaran karena ingin sekali tahu kesibukan apa yang sebenarnya tengah Abima jalani hingga dia jadi jarang terlihat di Asrama Kartapati. Andai saja Kinan memiliki sebuah keberanian di dalam dirinya untuk bisa mempertanyakan hal itu kepada salah satu anak asrama yang lain, atau mungkin langsung mempertanyakannya kepada Abima secara langsung, mungkin saja Kinan sudah akan langsung mendapatkan jawabannya tanpa harus susah-susah berpikir dan membuat dirinya jadi bingung sendiri. Tapi sayang sekali karena dirinya tidak memiliki keberanian semacam itu. Alih-alih merasa berani untuk bertanya, Kinan justru lebih memilih untuk diam dan menyimpan rasa penasarannya seorang diri. Entah rasa penasaran ini akan bisa terjawab atau tidak nantinya, namun yang pasti Kinan sedang tidak mau melakukan apa pun lebih dahulu untuk saat ini. Dia akan menjadi diam seperti biasanya saja, dengan sedikit harapan di dalam hatinya bahwa Abima akan mendatanginya lagi dan menjelaskan tentang apa yang terjadi sehingga rasa penasaran Kinan bisa terjawab. Meski harapan itu akan memiliki kecil kemungkinan karena Kinan sendiri masih belum tahu pasti bagaimana sikap Abima yang sebenarnya, tapi jujur saja ketika pertama kali berbicara panjang lebar dengan laki-laki itu, Kinan sudah merasa bahwa laki-laki itu cukup berbeda dengan yang lainnya. Abima memiliki sisi hangat yang sulit terlihat bagi siapapun, namun Kinan bisa melihat itu dengan baik. Abima benar-benar terlihat seperti seorang laki-laki baik-baik yang tidak akan menyakiti siapa pun, setidaknya itu yang bisa Kinan lihat dari sosoknya ketika untuk pertama kali mereka bicara. Maka dari itu Kinan masih berharap bahwa semua ini hanya pemikiran buruknya saja dan Abima tidak benar-benar sengaja menghindarinya. Semoga saja benar seperti itu sehingga Kinan tidak perlu merasa khawatir berlebihan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN