74. Butuh Penjelasan

2612 Kata
Setelah hampir satu minggu Abima disibukkan dengan segala urusan yang menyangkut tentang event sekolahnya dan juga Jurnalistik, belum lagi semua tugas sekolah yang juga harus dikerjakan mengikuti deadline yang sudah ditetapkan agar nilai Abima tidak akan jatuh. Akhirnya di hari ini Abima sudah bisa menyatakan bahwa dirinya sudah lepas dari segala kesibukan yang sempat membuatnya sesak selama beberapa hari ini. Di hari Jum’at sore ini Abima bisa bernapas lega ketika sekretaris dari organisasi Jurnalistik memberitahu kepadanya bahwa semua bahan pemotretan yang sudah Abima serahkan kepada pihak OSIS untuk kegiatan event sudah mendapatkan ACC dari penanggung jawab kegiatan event tersebut. Abima sudah berhasil melakukan yang terbaik hingga tidak ada revisi dan pergantian sedikitpun, semua hasilnya langsung diterima hanya dengan sekali lihat saja. Bagi Abima, semua rasa lelahnya selama beberapa hari ini akhirnya bisa terbayarkan karena mereka semua suka dengan hasilnya. Abima benar-benar merasa puas jika orang lain juga menghargai hasil karyanya. Abima senang bisa membantu, dan mereka juga senang karena telah dibantu seperti ini. Jadi bisa dibilang mereka telah sama-sama saling menguntungkan bukan? Sudah dikatakan bukan bahwa skill memotret yang dimiliki Abima itu memang tidak ada tandingannya. Hasilnya tidak akan pernah diragukan karena pasti akan jadi sebagus itu, semua orang di sekolah sudah mengakui bakatnya tersebut maka dari itu ada banyak orang yang meliriknya meskipun Abima merasa bahwa dirinya tidak terkenal di sekolahnya. Pemikiran itu tentu saja salah. Bagaimana bisa Abima tidak dikenal, jika ketika ada sebuah kegiatan penting di sekolah maka dia sering kali dipanggil untuk ikut berpartisipasi dalam sesi dokumentasi sekalipun Abima bukanlah seorang anggota OSIS yang biasanya memang selalu turun tangan untuk urusan semacam itu. Di sini, anak-anak OSIS yang lain pun terkadang turut meminta bantuannya. Jika sedang tidak dalam keadaan sibuk, biasanya Abima akan lebih sering mengiyakan karena menurutnya menyenangkan juga bisa mengisi hari-hari kosongnya untuk kegiatan yang berguna. Membantu orang lain juga termasuk dalam satu kebaikan yang bisa Abima lakukan, maka dari itu terkadang dia mau menerima tawaran tugas tersebut meskipun bayarannya hanya sebatas nasi bungkus saja ketika makan siang dan makan sore, tapi itu sudah lebih dari cukup untuk Abima. Maka dari itu Abima pasti akan selalu terlihat ketika ada kegiatan-kegiatan besar di sekolah, laki-laki itu akan menjadi sosok yang paling sering bolak-balik untuk melakukan dokumentasi. Mengalungkan kamera di lehernya sepanjang hari, dengan mengenakan jas almamater sekolahnya, sudah bisa dibayangkan sekeren apa Abima jika sedang seperti itu? Terkadang Abima seringkali menyangkal jika seandainya Galih tiba-tiba berkata ‘fans lo pada nyariin tuh.’ dan Abima pasti akan langsung berkata bahwa dia tidak memiliki fans, Galih hanya iseng saja untuk menggodanya seperti biasa maka dari itu tidak terlalu sering Abima ladeni. Tapi kenyataannya laki-laki itu memang memiliki banyak sekali penggemar dalam keterdiamannya tersebut. Meskipun Abima sering membantu organisasi lain, tapi dia juga tidak begitu dekat dengan mereka, bahkan terkadang ketika ada kegiatan seperti itu maka Abima akan langsung mengajak Galih, memintanya untuk menemani. Tentu saja Galih tidak akan menolak karena ajakan dari Abima akan menjadi salah satu kesempatannya untuk melakukan agenda tebar pesona yang sudah menjadi kebiasaan tersendiri untuk Galih. Sebenarnya Abima cukup merasa malu jika harus mengajak laki-laki itu, namun mau bagaimana lagi karena Abima sudah tidak memiliki teman lain selain Galih. Memang ada Dika di sekolah ini, tapi di sekolah mereka hanya bertemu sesekali saja karena Dika juga memiliki teman-temannya sendiri di sekolah. Pernah sesekali mereka berdua makan siang bersama, tapi memang tidak sesering itu. Abima dan Dika lebih dekat ketika mereka sudah berada di dalam asrama saja. Jadi begitulah keseharian Abima di sekolah ketika dalam keadaan normal ataupun ketika sedang sibuk-sibuknya, tetapi tentu saja Abima selalu menjalankan kebiasaannya dengan sangat santai karena dia menyukai hobinya tersebut, dia sedang memotret sehingga kegiatan-kegiatan tersebut tidak dijadikan beban oleh Abima. Anak-anak OSIS juga tidak pernah memaksanya ketika meminta bantuan, mereka mau menghormati keputusan Abima jika seandainya laki-laki itu sedang tidak bisa menerima tugas dari mereka. Sebab Abima juga memang tidak setiap saat memiliki waktu luang seperti itu. Dia ingin memiliki waktu untuk dirinya sendiri, belum juga ingin menghabiskan lebih banyak waktu di asrama, belum lagi fakta bahwa Abima juga terkadang membantu mengajar Tarisa ketika gadis itu sedang kesulitan akan sesuatu. Memang ada banyak sekali hal yang Abima lakukan dan dia mengakui hal itu. Tetapi hari ini, Abima akhirnya bisa benar-benar bernapas lega setelah dia berhasil bebas dari tugasnya minggu ini. Selama mendapatkan tugas untuk membantu kegiatan, Abima tidak pernah merasa selega ini ketika dia sudah berhasil menyelesaikannya. Baru kali ini dia merasa begitu lega sampai ingin berteriak penuh kesenangan di jalan pulang. Abima juga tidak tahu apa yang penting, namun entah mengapa dia sangat ingin cepat-cepat pulang ke asrama. Jika boleh jujur dari banyak sekali macam pemikiran yang sedang Abima pikirkan saat ini, ada nama Kinan yang terselip di dalam isi kepalanya dan menjadi sosok yang paling mendominasi untuk Abima pikirkan saat ini. Gadis itu ada di sana, di dalam kepala Abima untuk mengingatkan laki-laki itu bahwa dirinya belum selesai menjalankan tugas yang sudah Anjar berikan kepadanya. Maka dari itu, ketika Abima sudah mendapatkan izin untuk langsung pulang karena pekerjaannya sudah selesai, laki-laki itu langsung melesat pergi dengan cepat bersama si biru kesayangannya untuk menempuh perjalanan pulang ke Asrama Kartapati. Hari ini langit terlihat begitu cerah, sesuai sekali dengan keadaan hati Abima saat ini yang sedang merasa sangat senang setelah pekerjaannya selesai dan mendapatkan pujian dari teman-temannya tadi. Bahagia bagi Abima memang sangat sederhana, dengan kejadian seperti ini saja dia sudah bisa merasakan sangat senang bahkan bahagia di saat yang bersamaan. Hanya karena pujian kecil setelah dia berhasil menyelesaikan sesuatu saja sudah berhasil membuat laki-laki itu merasa senang. Selama perjalanan pulang menuju Asrama Kartapati, Abima tidak berhenti bersenandung kecil untuk menemaninya berkendara, walaupun suaranya harus kalah dengan sahutan-sahutan kendaraan yang lain tapi hal itu tidak lantas meluruhkan keinginan Abima untuk tetap bernyanyi selama perjalanannya tersebut. Abima sebenarnya belum menyusun rencana pasti untuk apa dia pulang cepat hari ini, padahal Abima bisa saja tetap berada di sekolah untuk melihat teman-temannya mendekor sekolah, bahkan Abima juga bisa membantu mereka jika tadi dia tetap menetap di sekolah. Tapi entah mengapa dia hanya ingin pulang cepat saja, padahal sekarang Abima justru kebingungan harus melakukan apa ketika dia sudah benar-benar pulang nanti. “Apa gue langsung tidur aja kali ya? Akhir-akhir ini kan gue selalu ngerasa kalo tidur gue kurang karena harus bangun lebih pagi daripada biasanya. Iya, kali, ya gue tidur aja, atau mungkin nanti nemenin Kak Anjar karena jam segini dia pasti ada di salah satu tempat sambil ngerjain skripsinya,” gumam Abima kecil di tengah berkendara. Laki-laki itu bahkan sampai hapal dengan kebiasaan Anjar di setiap jamnya sedang melakukan apa, Kakaknya yang satu itu memang selalu melakukan hal yang sama hampir setiap harinya maka dari itu kegiatannya sekarang bisa dengan mudah tertebak oleh Abima begitu saja. Jika nanti ketika sampai di asrama Abima lebih dulu bertemu dengan Kak Anjar, mungkin dia akan benar-benar mengobrol dulu dengan laki-laki itu karena beberapa hari terakhir ini Abima selalu absen dari pertemuan malam mereka karena terlalu kelelahan ketika pulang sekolah. Untuk menebus semua absennya sejak kemarin, maka dari itu Abima akan membiarkan jika Kak Anjar memang ingin mengobrol lama dengannya atau hanya ingin meminta ditemani mengerjakan skripsi saja. Abima tidak akan keberatan melakukannya, karena biasanya Kak Anjar juga sering memesan beberapa makanan yang membuat obrolan mereka jadi lebih menyenangkan dan Abima bisa mendapatkan makanan gratis darinya. Beberapa menit perjalanan yang telah Abima tempuh pada akhirnya berhasil membawa laki-laki itu sampai di Asrama Kartapati. Abima langsung memarkirkan motornya di tempatnya seperti biasa dan bergegas untuk langsung pergi ke asrama putra untuk bertemu dengan Kak Anjar. Namun, baru saja Abima sampai di teras utama, dia tiba-tiba saja merasakan sebuah dejavu ketika secara tak sengaja indra pendengarannya menangkap sebuah suara alunan piano yang datang dari ruang musik. Abima benar-benar tidak tahu mengapa secara tiba-tiba dia merasa senang, tapi Abima tahu bahwa asal suara piano itu tentu saja dari Kinan, karena tidak ada yang bisa memainkan piano itu sebagus Kinan. Lagu yang dimainkan pun sama seperti ketika pertama kali Abima mendengarnya beberapa minggu lalu, pada hari di mana Abima tidak berani untuk mengajak Kinan bicara lebih dulu. Abima yang waktu itu memilih untuk langsung pergi dari ruang musik dan tidak mau mengganggu Kinan karena takut bahwa gadis itu akan merasa tidak nyaman dengan kehadirannya. Waktu itu Abima sempat berjanji bahwa karena bukan hari itu, maka lain kali Abima akan mengajak Kinan berkenalan. Abima sudah berjanji untuk mendatanginya lain kali karena pada waktu itu Abima masih belum memiliki cukup nyali untuk bisa mengajaknya berkenalan. Tapi sekarang tentu akan lain cerita. Abima membuka sedikit pintu ruang musik agar tidak menimbulkan suara yang begitu kentara dan dapat mengganggu Kinan nantinya. Abima mengintip ke dalam sana dan menyadari bahwa Kinan sedang larut dalam permainannya sendiri, alunan nada piano Divenire karya Ludovico Einaudi itu mengalun indah di telinga Abima, apalagi ketika melihat Kinan sedang memainkannya dengan penuh perasaan ... entah mengapa permainan pianonya jadi sangat menarik untuk diperhatikan. Karena menyadari bahwa saat ini Kinan sedang terlihat begitu serius dengan permainannya, akhirnya Abima memilih untuk masuk ke dalam ruang musik secara diam-diam dan memperhatikan langkahnya sendiri agar tidak menjadi begitu berisik hingga tidak akan mengganggu Kinan nantinya. Abima kemudian menempatkan dirinya untuk duduk di lantai yang tidak berada begitu jauh dari Kinan saat ini, kemudian dia memperhatikan permainan itu dengan seksama, bahkan tanpa sadar Abima juga jadi ikut memejamkan matanya karena ikut larut dalam alunan nada yang Kinan ciptakan. Beberapa menit kemudian, Abima mulai membuka kedua matanya ketika sadar bahwa permainan itu sebentar lagi akan berakhir. Abima memperhatikan Kinan yang masih saja terpejam bahkan hingga permainannya telah berakhir. Satu menit kemudian kedua mata itu mulai terbuka dengan perlahan diikuti oleh suara napas Kinan yang cukup menderu entah karena apa, apakah bermain piano dapat membuat seseorang jadi merasa lelah. Ketika melihat Kinan akhirnya telah benar-benar membuka kedua matanya. Abima pun bertepuk tangan dengan bersemangat dan ada senyum lebar yang terbit di bibirnya saat ini. Kanala Kinanti langsung berjengit kaget mendengar suara tepuk tangan itu, dengan cepat dia berbalik untuk melihat siapa sekiranya yang bertepuk tangan untuknya. Tapi Kinan justru lebih kaget lagi ketika menemukan Abima lah yang duduk di lantai sana selagi menatapnya dengan senyum lebar. Entah sejak kapan Abima ada di sana, Kinan juga tidak tahu pasti, namun laki-laki itu telah berhasil membuatnya kaget luar biasa hingga Kinan tidak bisa berkata apa pun lagi. Abima yang sejak beberapa hari lalu menjauh darinya dan jarang sekali terlihat di asrama, tiba-tiba sudah berada di ruang musik pada hari jumat di jam setengah lima sore sembari menatapnya dengan senyum lebar juga dengan wajah terkesima, ada binar-binar dalam kedua matanya yang entah mengapa terlihat menggemaskan di mata Kinan. Abima yang dia lihat hari ini sangat berbeda sekali dengan Abima yang dia lihat belakangan ini. Apakah mereka adalah orang yang sama? Atau justru berbeda? “Kok bengong gitu sih lihat gue? Lo kayak habis ketemu hantu,” ujar Abima memecah keheningan yang ada di antara mereka. Laki-laki itu sudah tidak sanggup jika harus menunggu Kinan bicara, karena yang bisa gadis itu lakukan hanya diam saja masih dengan keterkejutan yang sama hingga Abima ingin sekali tertawa melihat mulutnya yang terbuka seperti itu, tapi tentu saja Abima tidak akan benar-benar menertawakannya karena Kinan pasti akan marah kepadanya. “Abima ...?” Kinan akhirnya bisa bersuara setelah dia berhasil menelan salivanya dengan susah payah, gadis itu masih mengerjap kecil untuk memastikan bahwa yang berada di depannya saat ini benar-benar Abima dan bukannya orang lain. Kinan hanya takut bahwa saat ini dia sedang berhalusinasi sebab terlalu banyak memikirkan laki-laki itu selama beberapa waktu terakhir. “Iya, ini gue.” Akhirnya Abima tidak bisa menahan kekehannya sendiri, Kinan terlihat begitu lucu dan Abima tidak sanggup jika dia tidak bisa tertawa sekarang. Sangat amat menyiksa menurutnya jika tidak bisa tertawa setelah melihat ekspresi Kinan saat ini. “Kenapa kok kayaknya lo kaget banget sih lihat gue?” Iya juga, mengapa Kinan harus sekaget itu melihat keberadaan Abima saat ini? Kinan akhirnya menghela napas panjang, gadis itu berusaha menguasai dirinya kembali agar tidak terlihat seperti orang linglung saat ini. Abima sudah berada di hadapannya, saat ini, benar-benar ada di hadapannya setelah menghindar selama beberapa hari terakhir. Bukankah memang ini yang Kinan inginkan? Kinan kan ingin mengajaknya bicara, lalu untuk apa Kinan diam saja sekarang? Kinan harus memanfaatkan waktu yang ada untuk bertanya bukan? Setelah berhasil menguasai dirinya sendiri, Kinan akhirnya kembali duduk di kursinya. “Lo beneran bikin gue kaget. Lo dateng tiba-tiba karena daritadi enggak ada orang, bayangin aja sekaget apa gue waktu dengar suara tepuk tangan padahal yang gue tahu nggak ada siapa-siapa di sini selain gue.” Abima terkekeh gemas mendengar omelan Kinan, wajar saja sih jika gadis itu mengomel karena tindakan Abima memang benar-benar telah membuatnya kaget setengah mati. “Seharusnya lo kunci pintunya kalo nggak mau ada orang lain yang masuk ke sini. Kalo lagi main piano lo pasti kelihatan serius banget sampai tutup mata, jadi gimana mau sadar kalo ada orang lain atau enggak di dekat lo.” Sekarang Kinan malah menatap Abima dengan pandangan penuh tanya, perkataannya tadi terdengar seperti ini bukan pertama kalinya Abima melihat Kinan bermain piano. “Gue pernah sekali lihat lo main piano sebelum ini, tapi waktu itu gue nggak berani masuk karena kita belum begitu dekat, gue takut nantinya malah ngebuat lo nggak nyaman makanya waktu itu gue milih pergi aja dan muji lo di dalam hati,” jelas Abima akhirnya, dia bisa melihat bagaimana cara Kinan memandangnya saat ini sangat menunjukkan bahwa gadis itu membutuhkan penjelasan panjang. “Memangnya sekarang kita udah deket?” tanya Kinan. Abima menaikkan sebelah alisnya. “Kita kan udah pernah ngobrol di dapur, gue pikir setelah itu lo juga ngerasa kalo kita makin deket?” Abima bertanya balik dengan pandangan tidak mengerti. “Kita cuma ngobrol sekali, tapi ... habis itu lo menghindar dan jarang banget kelihatan di asrama, gimana bisa baru sekali ngobrol panjang udah bisa nganggep kalo kita dekat?” Kinan tahu bahwa kalimatnya tadi terdengar cukup keterlaluan, tapi gadis itu hanya bisa mengatakan itu sebagai caranya untuk membuat Abima mengerti bahwa sebenarnya Kinan membutuhkan penjelasan darinya sekarang. Abima yang baru saja mendengar itu kini tengah mengerjapkan kedua matanya dengan sedikit kebingungan, otak di dalam kepalanya saat ini sedang memproses maksud dari perkataan Kinan tadi dan berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan. Sampai akhirnya Abima tiba-tiba saja terpikirkan sesuatu. ‘Oh, ini ceritanya dia lagi nyindir gue?’ tanya Abima di dalam hatinya sembari tertawa kecil. “Kenapa lo ketawa?” Kinan yang melihat tawa itu tentu langsung bertanya karena dia tidak merasa bahwa baru saja melucu. “Kalo kita nggak dekat berarti sekarang lo nggak mau gue ada di sini kan? Kalo gitu gue pergi aja deh ya, soalnya lo nggak merasa kalo kita dekat, ternyata cuma gue doang yang nganggep kayak gitu.” Abima sudah bersiap-siap pergi untuk keluar dari ruang musik dengan ekspresi pura-pura terluka. Tapi, tiba-tiba saja dia merasakan bahwa tas sekolahnya baru saja ditarik oleh seseorang, siapa lagi pelakunya jika bukan Kanala Kinanti. Gadis itu sekarang sedang menatapnya dengan ekspresi cemberut yang kentara sekali di wajahnya itu. Abima kembali tertawa melihat itu, akhirnya laki-laki itu kembali berbalik untuk bisa melihat wajah Kinan. “Lo pasti mau tanya kan ke mana gue selama beberapa hari ini?” tanya Abima langsung kepada intinya, dia tidak mau lagi berbasa-basi karena sadar bahwa Kinan juga menunggu jawabannya. Kinan akhirnya mengangguk, dia tidak mungkin berbohong dengan menggeleng dan pura-pura tidak peduli kemana Abima selama beberapa hari ini. Padahal kenyataannya Kinan menjadi sosok yang paling penasaran dan bertanya-tanya di mana laki-laki itu belakangan ini. Abima sudah menawarkan pertanyaan, jadi Kinan juga tidak perlu membuang kesempatan ini begitu saja. Maka dari itu akhirnya si wanita mengangguk, dia menunggu penjelasan dari laki-laki yang ada di hadapannya saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN