62. Menyusun Rencana Pendekatan

1108 Kata
“Gue harus gimana?!” Abima menelungkupkan kepalanya ke bantal lalu berteriak sekencang mungkin untuk melampiaskan rasa frustrasinya saat ini. Laki-laki itu sedang menyesali keputusannya beberapa menit lalu ketika secara impulsif mengiyakan permintaan Anjar hanya karena merasa kasihan kepada sosok gadis yang sering menyendiri itu. Seharusnya Abima berpikir dulu semalaman dan memantapkan hatinya untuk membuat pilihan sebelum memberikan jawabannya kepada Anjar, tapi mengapa bibirnya tidak bisa diajak bekerja sama dan malah berbicara begitu saja tanpa pikir dua kali? “ARGHH! GUE PUSING.” “ABIMA LO BERISIK BANGET SIH! GUE MAU TIDUR!” Terdengar sahutan dari arah kanan yang merupakan kamar Dika, pasti laki-laki itu terganggu dengan teriakan Abima yang datang secara tiba-tiba. Abima sontak menepuk bibirnya karena kelepasan berteriak. “MAAF, KA, NGGAK GUE ULANGIN LAGI!” Bagaimana bisa dirinya lupa menutup wajahnya dengan bantal sebelum berteriak?! Jika seperti ini kan bisa-bisa anak-anak lain jadi curiga bahwa ada yang tidak beres dengannya—pikir Abima di dalam hati. Sepertinya isi kepalanya saat ini benar-benar dipenuhi akan kefrustrasian sehingga Abima tidak bisa berpikir dengan benar. Kepalanya pusing sekali memikirkan kelakuannya sore tadi yang benar-benar diluar kendali. “Oke, tenang, coba tenangin diri lo Bim. Di saat kayak gini lo harus tenang dan coba mikir dengan pakai kepala yang dingin, jangan malah teriak-teriak.” Abima berusaha menenangkan dirinya sendiri. Ditariknya napas dalam-dalam, lalu dia embuskan dengan pelan, teratur dia melakukan itu selama beberapa kali sampai akhirnya Abima telah merasa benar-benar tenang. Laki-laki itu bangkit dari posisi berbaringnya menjadi duduk di kasur, diambilnya handphone yang tergeletak tak berdaya di sisi lain kasurnya. Abima membuka roomchatnya bersama Anjar dan hendak mengirimkan pesan bahwa dia ingin menarik kembali kata-katanya, Abima ingin berpikir lagi karena dia merasa belum siap untuk mendekati Kinan sesuai dengan apa yang Kak Anjar inginkan. “Enggak, lo nggak boleh batalin itu!” Tapi sisi lain dari dirinya menolak, Abima berpegang pada dua kebimbangan saat ini. Seolah tubuhnya terbagi menjadi dua sisi di mana salah satu sisinya meminta untuk membatalkan, tapi sisi yang lain tetap menyuruhnya untuk melanjutkan. Apa yang harus Abima lakukan? Abima mengacak rambutnya, lalu kembali duduk tegap dengan isi kepala yang berputar-putar memikirkan banyak hal. Oke, mari coba pikirkan dengan kepala yang tenang lebih dahulu. Abima merasa dia tidak boleh menarik kembali kata-katanya mengingat bahwa dia adalah seorang laki-laki, ketika sudah berucap maka seharusnya Abima bisa mempertanggung jawabkan kalimatnya tersebut, tidak ada pilihan baginya untuk menarik kembali kata-kata itu kecuali Abima ingin berpikir bahwa dirinya sungguh sangat payah. Sejujurnya, Abima tak masalah jika dirinya memang harus menjadi perantara untuk bisa dekat dulu dengan Kinan baru setelah itu membuat sang gadis jadi dekat juga dengan yang lain. Abima benar-benar mau melakukan hal itu. Namun masalahnya adalah laki-laki itu tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Abima benar-benar tidak memiliki ide apa pun sebagai pendekatannya terhadap Kinan. Otaknya buntu dan dia tidak bisa berpikir dengan tenang saat ini karena terlalu frustrasi hanya dengan memikirkannya saja. Abima selalu berkenalan dengan yang lainnya secara normal-normal saja, tapi kasus Kinan berbeda, gadis itu cukup sulit didekati sehingga Abima jadi takut bahwa nantinya dia akan menyinggung gadis itu. “Lo cukup jadi diri lo sendiri yang biasanya, tapi tambahin sedikit effort untuk bisa terus ngobrol sama Kinan dan buat dia jadi nyaman sama lo,” begitu kata Anjar tadi ketika Abima meminta saran tentang apa yang harus dia lakukan. Menjadi dirinya sendiri? Abima justru merasa bahwa dirinya adalah tipe orang yang cukup membosankan, apakah Anjar tidak salah memilih dirinya dan mengatakan bahwa Abima memiliki pesona tersendiri untuk bisa memikat hati orang lain? Abima sendiri malah merasa bahwa dia tidak memiliki pesona semacam itu. Hidupnya terkesan datar-datar saja dan dia hanya mengikuti alur yang ada untuk kisah perjalanan hidupnya, tapi walaupun begitu Abima tetap menikmatinya. Abima tidak pernah menuntut banyak untuk apa pun yang dia lakukan, dia juga tidak lagi memiliki orangtua sehingga tidak ada yang memaksanya untuk mendapatkan nilai yang tinggi ataupun menjadi siswa yang berprestasi di sekolah. Namun walaupun begitu bukan berarti Abima tidak berusaha. Laki-laki itu tetap melakukan segala sesuatu dengan semampunya, tapi tetap tidak menuntut keras dirinya untuk sampai berusaha secara berlebihan. Jika tidak ada orangtua yang bisa dia banggakan untuk segala prestasi yang dirinya raih, maka masih ada Pak Karta dan Ibu Ana, juga dengan jajaran anak asrama yang lain yang pasti akan turut bahagia jika mendengar kabar Abima mendapatkan peringkat lagi untuk kesekian kalinya. Tapi, di luar itu semua Abima akan memberikan kebanggaan itu kepada dirinya sendiri dan tentu saja tetap dia berikan kepada orangtuanya, mereka pasti akan turut merasa bangga melihat Abima dari atas sana untuk segala hal yang telah berhasil laki-laki itu raih. Oke, baiklah, mari kembali pada pembahasan utama tentang Kinan. Jadi, seperti itu hidup yang Abima jalani dan kepribadiannya juga kebanyakan sama seperti yang lainnya. Hanya Kak Anjar saja yang terlihat berbeda sedikit dengan seluruh sikapnya yang begitu bersahabat dengan semua orang, seolah-olah merangkul semuanya untuk berteman, tapi Abima tidak bisa menjadi seperti itu. ‘Cukup jadi diri lo sendiri aja, Bim.’ Isi hati Abima kembali berbicara untuk mengingatkan dirinya sendiri. Baiklah kalau begitu, Abima akan mencoba mendekati Kinan dengan caranya sendiri, dia akan menjadi dirinya sendiri dan melakukan segala hal seperti biasanya. Namun bedanya kali ini Abima memiliki target untuk menjadi lebih dekat dengan Kinan dan membuat gadis itu jadi berubah menjadi lebih terbuka kepada penghuni lainnya, termasuk dirinya juga. “Gue sendiri nggak tahu apakah dengan cara gue akan berhasil atau enggak buat dekatin Kinan, tapi karena udah terlanjur terima permintaan Kak Anjar, jadi mau nggak mau gue memang harus ambil tantangan ini. Sebenernya bukan tantangan sih ... cuma biar keren gue nganggepnya jadi kayak tantangan aja kali ya.” Saking frustrasinya Abima sampai berbicara sendirian di dalam kamarnya, sepertinya sebentar lagi laki-laki itu akan menjadi gila hanya karena perkara tentang Kinan saja. Siap tidak siap, Abima memang harus maju untuk melakukannya. Lagipula jika memang sulit maka Abima bisa meminta bantuan dengan penghuni lain yang pastinya akan dengan senang hati membantu dirinya. Sejak dulu memang selalu seperti itu tiap kali ada penghuni baru yang datang. Laki-laki itu tidak perlu menyusun rencana tentang apa saja hal yang harus dia lakukan untuk bisa menjadi dekat dengan gadis itu. Jika ingin menjadi dirinya sendiri maka Abima harus melakukan segalanya dengan cara yang alami, Abima harus spontan melakukan sesuatu untuk Kinan karena dirinya memang lebih suka begitu. Daripada harus membuat rencana, namun pada akhirnya justru akan gagal bukan? Lebih baik melakukan sesuatu secara tiba-tiba yang lebih sering akan terjadi. Abima memang tahu bahwa kecil kemungkinan pendekatan ini akan berhasil. Tapi, apa pun yang terjadi, Abima akan melakukan semua hal sebisanya. Tinggal tergantung Kinan saja yang ingin menerimanya untuk memasukkan Abima ke dalam kehidupannya atau tidak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN