Pukul sepuluh malam, Kinan masih belum bisa menutup kedua matanya untuk segera tertidur dan juga beristirahat.
Entah mengapa malam ini kepalanya tidak mau diajak bekerja sama untuk langsung tidur saja dan tidak memikirkan hal lain. Tapi, sekarang justru ada banyak sekali hal yang sedang dirinya pikirkan—tapi tenang saja bahwa tidak semua hal yang sedang Kinan pikirkan adalah sesuatu yang buruk.
Kinan hanya mengingat apa yang sudah terjadi di hari ini, sejak pagi hingga malam menjelang.
Semua kalimat Alicya yang tadi pagi dikatakan kepadanya berputar kembali di kepala Kinan, membuat gadis itu jadi semakin berpikir apakah tindakannya memang cukup keterlaluan dengan memilih untuk sarapan sendirian dan tidak mau bersama dengan yang lainnya?
“Gue jadi bingung ... apa sikap gue memang sejahat itu dengan memilih untuk sarapan sendirian daripada sama mereka? Padahal niat gue ngelakuin semua itu kan karena gue nggak mau bikin mereka nggak nyaman satu meja sama gue. Gue yang kaku dan nggak bisa diajak bicara ini pasti lama-kelamaan bikin mereka jadi jenuh buat mendekat.
“Tapi masalahnya gue juga nggak tahu gimana tindakan yang tepat, yang harus gue lakuin sekarang. Gue udah coba buat jadi lebih terbuka sama yang lain, tapi pada akhirnya gue tetap merasa asing dan takut untuk coba lebih dekat. Mungkin karena gue nggak punya pengalaman sebelumnya buat dekat sama orang lain, maka dari itu sekarang gue jadi kayak gini.
“Gue juga cukup sulit buat bangun kepercayaan ke orang lain, karena sebelumnya memang nggak ada yang bisa gue percaya sepenuhnya selain kedua orangtua gue sendiri. Jujur, gue beneran nggak pingin kok bersikap kayak gini, cuma gimana ... gue sendiri nggak tahu apa yang harus gue lakuin buat bangun hubungan yang lebih baik sama yang lain.”
Gadis cantik itu merasa sangat sedih dan merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Tentu Kinan tidak akan menyalahkan para penghuni asrama yang lain akan hal ini, karena mereka semua memang tidak salah. Siapa pun yang melihat pasti akan sadar bahwa memang mereka semua sudah mencoba melakukan pendekatan diri terhadap Kinan dengan berbagai cara, tapi sayangnya Kinan sendiri yang justru tidak bisa memberikan respon yang baik untuk pendekatan tersebut, rasanya semua hal yang penghuni asrama lakukan jadi terkesan begitu cuma-cuma.
Kenapa rasanya sulit sekali?
Padahal Kinan hanya perlu menyapa saja ketika bertemu, atau mengajak salah satu dari mereka untuk melakukan sesuatu bersama, tapi bisa juga Kinan tidak perlu mengatakan apa-apa—yang dirinya perlukan hanyalah merasa nyaman dengan keadaan di sekitarnya tanpa perlu takut ketika bersama mereka. Kinan hanya perlu tertawa dengan lepas tanpa paksaan, begitu pula dengan senyumnya juga. Kinan benar-benar hanya perlu melakukannya secara tulus tanpa merasa terbebani dan takut akan menyinggung pihak lain.
Tapi kenapa sangat sulit untuk melakukan itu semua?
Sebagai seseorang yang baru pertama kali mendapatkan atensi sebanyak ini dan juga bertemu dengan orang-orang yang benar-benar 'baik', Kinan jadi merasa kewalahan sendiri tentang bagaimana caranya untuk bisa berteman baik dengan mereka semua.
“Gue beneran bingung banget ....” Kinan memberengut, dia sangat sedih sekali saat ini.
Kinan masih ingat dengan sangat jelas bahwa pagi tadi Alicya berkata kepadanya bahwa Kinan hanya perlu mengikuti alur yang ada saja tanpa perlu berusaha sebegitu besar, jika sebelumnya Kinan memang belum pernah mencoba pendekatan dengan orang lain, maka Kinan tidak perlu melakukannya, sebab tanpa perlu berusaha pun nantinya Kinan akan bisa dekat juga dengan yang lainnya—begitulah yang dikatakan oleh sang kakak tertua di pagi ini.
Namun, jika dia tidak berusaha dan tidak mencoba, maka bagaimana mereka bisa dekat?
Mendadak Kinan seperti merasa kehilangan jati dirinya sendiri karena terlalu banyak berpikir untuk membentuk kepribadian baru ketika berada di dekat para penghuni asrama yang lainnya. Kepala cantiknya terlalu banyak menyaring perkataan yang akan dia lontarkan agar tidak menyakiti hati orang lain, sejak berada di Asrama Kartapati Kinan benar-benar sadar bahwa dia jadi lebih banyak berpikir dibanding dugaannya sendiri.
Orang-orang yang tidak begitu mengenalnya pasti tidak mengerti, tapi Kinan merasa bahwa dirinya memiliki cukup perubahan, terutama dalam hal menjaga lisannya.
Kinan bahkan masih ingat juga apa kalimat yang sudah dikatakan oleh Anjar kepadanya siang tadi. Laki-laki yang lebih tua itu memintanya untuk tidak canggung ketika bertemu lagi, katanya Kinan harus meniatkan dari hari lebih dahulu jika dia memang ingin dekat dan membuka diri kepada yang lainnya, sebab jika tidak ada keinginan tersendiri dari Kinan maka pasti akan sulit untuk menerima orang lain di dalam hatinya.
Kak Anjar memang benar, sebab saat ini Kinan masih memiliki ketakutannya tersendiri terhadap orang lain selain kedua orangtuanya, masih sulit bagi gadis itu untuk terbuka dengan orang di sekitarnya akibat ketakutan itu.
“Apa gue memang harus mulai percaya sama mereka semua kalo mereka pasti nggak akan nyakitin gue? Sebelumnya gue memang nggak punya teman jadi nggak tahu gimana rasanya percaya sama orang asing, selain kedua orangtua gue. Jadi, apa gue bener-bener harus mulai percaya sepenuhnya sama mereka semua dan yakinin hati gue sendiri kalo pendekatan ini nggak akan bikin gue terluka nantinya?
“Tapi, kalo dipikir-pikir juga, sebelum gua sedikit merubah diri gue ke versi ini, gue yang sebenarnya juga cukup banyak bicara. Kalo lagi sama Mama atau Papa juga pasti gue banyak ngomong, iya, 'kan? Kalo gitu berarti gue juga bisa ngobrol santai sama mereka tanpa ngerasa canggung.
“Kenapa sih, Ki? Kenapa susah banget buat ngelakuin hal kayak gitu aja? Padahal enggak ada susahnya buat ngobrol sama orang lain dan lebih terbuka sama mereka gitu. Enggak akan ngerugiin lo juga kok, Ki. Ayo, dicoba makanya, jangan negatif thinking mulu sama orang lain.”
Tolong dicatat, jika pagi nanti ada yang bertanya siapa kiranya yang berisik pada pukul sepuluh malam hanya untuk menyalahkan dirinya sendiri dan mengingatkan dirinya untuk tidak berpikir buruk kepada orang lain, maka jawabannya adalah Kinan.
Tapi tenang saja, Kinan tidak seperti Abima yang akan kelepasan berteriak hanya karena merasa frustrasi dengan tindakannya sendiri. Kinan adalah orang yang sangat hati-hati, jadi walaupun sekarang dia tengah berbicara untuk menyalahkan dirinya sendiri, tetapi suara yang gadis itu keluarkan tidak besar, malah lebih terdengar seperti sebuah bisikan.
Kinan tentu sangat berhati-hati, sebab ada gadis lain yang tidur di sebelah kamarnya—pun dengan kamar yang lain, walaupun Kinan sangat amat yakin bahwa televisi di bawah masih menyala dan ada Bintang di sana yang belum beranjak untuk menyelesaikan filmnya. Tapi, Kinan tidak mau mengganggu mereka yang pasti kelelahan setelah menjalani hari ini.
“Pasti bisa ‘kan? Gue pasti bisa buat coba percaya sama mereka semua dan menghilangkan rasa takut ini dari hati gue sendiri. Karena kalo bukan gue yang mencoba buat percaya, maka sampai kapanpun mereka coba mendekat tetap nggak akan pernah ada respon yang baik dari gue sendiri.
“Oke, mulai besok gue janji, gue beneran janji untuk jadi diri gue sendiri dan mengikuti alur yang ada buat pendekatan sama yang lain. Gue juga nggak akan terlalu menyaring omongan gue ke orang lain biar kerasa lebih natural, gue akan menghilangkan rasa takut gue dan mencoba percaya sama mereka semua. Karena gue yakin mereka semua tentu orang baik, kalo mereka nggak baik maka dari awal mereka nggak akan pernah ngajakin gue ngobrol.”
Setelah beberapa saat lalu merasa begitu frustrasi akan dirinya sendiri dan malah menyalahkan hingga mencoba menyadarkan dirinya sendiri, pada akhirnya Kinan berhasil. Jam malam memang jam paling cocok bagi seseorang untuk overthinking bukan? Tapi, sebetulnya jam malam juga adalah jam yang paling tepat untuk coba berpikir positif.
Buktinya Kinan sekarang bisa membuat dirinya yakin akan apa yang harus dia lakukan, dan untuk kali ini Kinan tidak akan merasa ragu lagi. Sudah seratus persen keyakinan yang gadis itu pegang di dalam hatinya, sekarang tinggal bagaimana Kinan akan merealisasikannya saja.