>BAB 4<

1224 Kata
Aku memulai aktifitasku seperti biasanya di rumah Om Dewo, membersihkan rumah, memasak, merapikan tempat yang berantakan, menata dan mencuci semua baju om Dewo. Sementara Lina sudah bekerja sejak tiga hari yang lalu, di sebuah bank yang sangat terkenal di Indonesia. Ingin tahu namanya?! Jangan dong, yang jelas bukan Bankrut. Hehehehe .... Maklum! Dia berpendidikan tinggi, sedangkan aku hanya lulusan SMP, jadi agak sulit mencari pekerjaan. Untunglah om Dewo sangat ramah dan kaya orangnya. Disaat dia menawarkan pekerjaan, sontak aku langsung menerimanya meskipun pekerjaannya menurutku sangat aneh. Kerjaku kata om Dewo adalah ... menjadi istrinya. Karna butuh uang makanya aku menerima saja. "Dilla! Kau masak apa hari ini?" tanya om Dewo yang barusan keluar dari kamarnya. "Sayur nangka sama ikan asin goreng tepung, Om. Apa Om suka?" tanyaku was-was. "Aku suka semua masakanmu, Dilla. Bahkan upil goreng sekalipun," ucap om Dewo, langsung duduk di meja makan. "Hehehehe, terima kasih, Om," ucapku lega. "Oh ya, kamu sudah melakukan pekerjaanmu dengan baik, sekarang sudah saatnya kau melahirkan anakku! Apa kau sudah siap menikah denganku?!" tanya om Dewo sambil terus menatapku. "Terserah Om saja. Aku menurut asal aku bisa makan," ucapku tenang. "Baiklah! Gadis pintar! Habis ini kau tulis alamat saudaramu yang katanya tinggal jauh darimu! Aku ingin menjemputnya sebagai walimu," ucap om Dewo, serius. "Tapi om ... apakah orang tua Om, setuju?! Terus orang tuanya Lina bagaimana? Apakah mereka juga setuju?! Mereka-kan saudara, Om?" ucapku cemas. "Soal orang tuanya Lina, kau tidak perlu khawatir, justru mereka yang membantuku untuk mendapatkanmu, Sayang. Apa kau ingat pria yang sering mengikutimu waktu kau cari kayu bakar di hutan? Dan pria yang menyelamatkanmu dari kejaran orang gila?! Itu aku, Sayang. Aku suka tingkah lakumu yang polos itu makanya Lina membawamu kemari. Aku, nenekmu dan orang tuanya Lina yang merencanakannya," ucap om Dewo membuatku diam memikirkan keadaan yang terjadi. Aku hanya mengangguk-angguk mengerti dan baru menyadari mengapa orang tuanya Lina gencar memaksaku datang kemari bersama Lina. Rupanya ada perjodohan tanpa kuketahui. "Aku menurut saja," ucapku singkat. "Bagus. Sekarang aku kerja dulu, Sayang. Dan berhentilah memanggilku Om!" ucapnya sambil membelai pipiku penuh kelembutan. "Kok buru-buru, Om? Emang sudah kenyang?" tanyaku heran. "Sudah, Sayang." "Kan belum makan?" "Oh, iya. Lupa, hehehehe," om Dewo makan dan tak lama kemudian bangkit dari meja makan. "Astaga, kenapa hatiku berdetak saat dia memanggilku, sayang?" batinku gemetaran. "Dilla ...." "Eh! I-iya, Om. Eh! Mak-maksudku! Mas--" ucapku gugup. "Coba ucapkan lagi!" "Mas ... mas Dewo," ucapku lagi, salah tingkah. "Iya, Sayang," jawabnya menggodaku. "Resletingmu terbuka," ucapku pelan. "Oh! Aduh! Maaf ... untung kamu kasih tahu! Kalau tidak, bisa masuk angin, soalnya dia belum punya tempat buat bersarang, " ucapnya lagi malah tertawa. Aku juga ikutan tertawa meskipun dalam hatiku ada kebingungan. Setelah puas berbicara, om Dewo menjauh dari tempat duduk dan mengambil tasnya di kursi sebelahnya. "Aku berangkat kerja dulu ya, Sayang," ucapnya menghampiriku dan mengecup bibirku sekilas. "Uh, i-iya ... hati-hati di jalan," jawabku gelisah. "Habis ini kau mandi dan dandan yang cantik, ok! Calon mertuamu mau kesini! Satu lagi! Badanmu bau terasi!" ucapnya lagi sambil terus menciumi badanku. "Ikh .. sudah! Katanya bau terasi, kok dicium terus?!" gerutuku kesal. "Karna aku menyukai semua bau di badanmu, Dilla," ucapnya lagi berakhir dengan ciuman panjang. "Umph ... sudah! Berangkat sekarang! Atau aku akan mengangkat kedua ketiakku agar kau pingsan!" ucapku mengancamnya. "Meski kau mengangkat selangkanganmu sekalipun, kalau aku belum puas tidak akan berhenti, Sayang. Ini yang terakhir, muaach!" ciumnya kemudian menyambar tasnya dan pergi. "Dasar, m***m!" ucapku sebal dan langsung membereskan meja makan setelah dia pergi. Setelah semuanya beres, aku segera naik ke atas untuk mengunci semua pintu kemudian mandi. "Huft ... sudah waktunya aku bersenang-senang!" seruku segera melepas semua pakaianku dan menyetel musik dengan lagu basah-basah di kamar mandi. Aku mengurai rambutku dan mulai menuangkan shampo ke telapak tanganku untuk digosokkan ke rambut di kepalaku sambil bergoyang sexsi. Basah basah basah Bibir ini basah .... Saat bibir ini kau belai mesra .... Diam diam diam Ku jadi terdiam. Saat pipi ini kau belai sayang..... Ach...ach....ach...asek....beiby...... Aku terus bernyanyi sambil berjoget meliuk-liukkan tubuh telanjangku di bawah shower untuk membilas rambut dan juga tubuhku yang penuh busa. Setelah di rasa cukup bersih, aku melanjutkan dengan menggosok gigi dan membasuh wajahku dengan sabun muka. Setelah selesai, aku masih saja bergoyang berniat mengambil handuk di sebelah pintu tapi belum sampai di tempat handuk berada, sontak saja mataku nyaris keluar dan tubuhku terpaku di tempat karna terkejut. "Eh!! Om ... De-dewo ... eem ... mak-maksudku, Mas Dewo!!" ucapku dengan lidah kelu. "Maaf, ada barang yang tertinggal, makanya aku kembali," ucapnya sambil menatapku geli. Aku segera berlari dan mematikan musik yang tadi kuputar. Aku juga mengambil handuk yang ada sebelah pintu dengan cepat, tapi belum sempat handuk itu kupegang, Om Dewo sudah mengambil handuk itu lebih cepat. "Eh!! Kem-kembalikan, Om!! Aku mohon!" seru-ku, gugup. "Mas Dewo, Sayang. Bukan, Om," ucap om Dewo, nakal. "Iya, M-mas, Dewo. Aku mohon," ucapku memaksa. "Joget dulu kayak tadi!" ucapnya memerintah. "Malu, Om. Mana handukku!" ucapku jengkel. "Cium dulu!" pintanya tetap memaksa. "Kau ini!! Aku tidak main-main, Om. Dingin," gumamku pelan. "Apa kau kedinginan?" tanya-nya lagi sambil mendekat dan memelukku erat. "Aaakh!! Om!! Kau?! Kau memeluk tubuh telanjangku!! Lepaskan!! Aduh!! Uumm--" ucapku terpotong oleh ciumannya. "Aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan, Dilla. Jangan melawan, ok! Calon istriku," desahnya di atas bibirku. "Apa yang kau inginkan dari gadis miskin sepertiku, Om?" ucapku lirih. "Cinta," ucapnya singkat. "Halah ... kebanyakan gaya! Sudah tua pakai cinta-cinta segala," ucapku geli dengan perlakuannya. "Dilla. Aku mohon--" ucapnya lagi sambil menjilat leherku, b*******h. "Huft ... iya deh, kuberikan cintaku padamu, Om Dewo. Ambillah!" ucapku pasrah. "Bukan seperti itu caranya," desahnya sambil terus menjilati bibir dan leherku. "Terus?!" "Balas ciumanku dan ucapkan cintamu padaku, Sayang," pintanya lagi membuatku frustasi. "Tapi ...." "Dilla ...." "Baiklah! Aku mencintaimu, Om Dewo," ucapku gemetar, tak hanya itu kubalas juga ciumannya karna dia yang memaksa. Hatiku bagaikan terbang di udara, sangat ringan dan bahagia memenuhi dadaku dicampur dengan rasa malu yang melanda. "Bagus, Dilla-ku sayang" ucapnya terdengar sexsi di telingaku. "Apa Om, yakin?! Mau mencintaiku?! Tubuhku penuh dengan luka, Om. Lihatlah! Yang ini bekas luka saat jatuh dikejar orang gila, yang ini bekas jatuh dari mengintip teman lelaki-ku yang sedang mandi di sungai, dan yang ini ... ini bekas bisul, Om," ucapku apa adanya. "Kalau yang ini?" tanyanya sambil menunjuk tanda merah di bagian atas payudaraku. "Itu bekas mulut Om tadi," ucapku malu. "Kau harus rawat bekas itu, itu bekas yang sangat berharga dariku," ucapnya sambil tersenyum. "Baiklah!" ucapku sambil memajukan wajahku. "Mau apa?" tanyanya bingung. "Kasih bekas juga di tubuhmu, Om," ucapku pelan. "Astaga! Baiklah! Dengan senang hati, Sayang," ucapnya sambil membuka kancing kemejanya dan mendekatkan dadanya pas di mulutku. Aku menggigit pelan hingga meninggalkan bekas merah di sana, tak cukup dengan itu aku memberi tanda di lehernya, belakang telinganya dan di beberapa bagian lainnya. "Hem, tanda yang bagus, Sayang. Aku menyukainya, akan kujaga baik-baik. Aku kerja dulu, Gadis manis. Muaach!" ucapnya lagi dan tak lama kemudian tertawa gemas. Aku hanya mengangguk, tersenyum dan melepas kepergiannya dengan hati bahagia. Sangat suka. ************ Jangan lupa tekan Love dan komen, Sayang .... Makasih yang sudah kasih dukungan buat karya ini. Jujur! Author kurang semangat buat ini cerita, karna kondisi yang tidak mendukung, berhubung banyak yang minat, akan kak Dilla up secepat mungkin. Sesuai dengan antusias kalian. Kalau love nambah minimal 5 Love. Aku up lagi besok. Terimakasih .... Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN