Scent of Petrichor 3b

1304 Kata
“Apakah tidak bisa jika kau terus seperti ini saja?” bisik Rocky lagi.  Rocky mendapati dirinya tidak bisa melepaskan pandangan dari wajah Ivy yang tengah terlelap. Waktu ini terlalu berharga untuk dilewatkan, karena saat gadis itu terbangun nanti, mereka tidak mungkin bisa seperti ini. Ivy tidak mungkin jadi gadis yang manis jika bukan sedang tertidur. ”Melihatmu wajahmu yang tenang membuatku merindukan masa-masa itu,” gumam Rocky sedih. Dulu sekali, Ivy adalah gadis manis yang selalu membuat Rocky tersenyum. Semua keluguan gadis itu selalu berhasil mencerahkan hari-hari Rocky yang sepi. “Aku ingin kembali, tapi aku tahu itu mustahil.” Jika mengingat pertemuan pertamanya dengan Ivy 21 tahun yang lalu, Rocky tidak pernah menyangka jika gadis itu akan berubah jadi seperti sekarang. >>> Hari itu tidak seperti biasanya, Connor menyempatkan diri untuk pulang ke rumah lebih awal.  “Dad sudah pulang?” tanya Rocky heran ketika menemukan ayahnya sedang berkutat di dapur saat ia baru kembali dari sekolah. Hal semacam ini adalah pemandangan yang sangat langka. Pulang awal saja sudah langka, apalagi ditambah melihat ayahnya memasak. Biasanya sepulang dari sekolah Rocky hanya akan menemukan rumah yang kosong tanpa ada siapa-siapa. Kondisi seperti ini sudah berlangsung selama lima tahun.  Sebenarnya Rocky tidak benar-benar ditinggalkan sendiri di rumah saat Connor bekerja. Ada seorang pengasuh yang bertugas menjaga dan mengurus Rocky. Namun sejak tahun lalu, tepatnya setelah Rocky duduk di jenjang junior high school, ia yang meminta pada Connor untuk tidak lagi memakai pengasuh. Ia sudah cukup besar untuk mengurus dirinya sendiri. Di usianya yang baru 13 tahun ini, Rocky memang terbukti sudah mandiri.  “Hai! Kau baru pulang?” sapa Connor dengan senyum ceria. Rocky semakin heran saja. Jarang sekali ia melihat ayahnya tersenyum seceria ini. Bukan ayahnya tidak hangat, tapi Connor adalah sosok dengan kesibukan penuh yang jarang memiliki waktu luang. Pekerjaannya sebagai seorang fotografer mengharuskan Connor untuk lebih sering berada di luar ketimbang di rumah. Ditambah lagi Connor harus menjadi ayah tunggal di usia muda. Semua itu membuat wajahnya lebih banyak terlihat keruh ketimbang bahagia. Tapi hari ini, ayahnya terlihat sangat berbeda. “Hm.” “Mau membantuku?” Connor bertanya sambil menunjuk panci di tangannya. “Tentu,” sahut Rocky senang. Jarang-jarang mereka memiliki waktu berharga seperti ini. Bisa bertemu untuk duduk bersama saat makan malam saja sangat jarang terjadi. Dua sampai tiga kali dalam sebulan saja sudah sangat baik. Itulah yang membuat Rocky spontan bertanya. “Dad, apa kita akan kedatangan tamu?” Mendengar pertanyaan Rocky, Connor langsung meletakkan sutil yang sedang dipegangnya. Diraihnya bahu Rocky dan membawa tubuh putranya mendekat. “Rocky, aku ingin memperkenalkanmu dengan seseorang.”  Rocky menoleh ke samping dan sedikit menengadah. “Siapa, Dad?” Connor terlihat kebingungan mencari kata-kata yang tepat. Ia sedikit meringis ketika akhirnya menjawab. “Seseorang yang penting bagiku.” “Dad mengundangnya ke rumah untuk makan malam?" tebak Rocky. "Hm.” Connor melirik arlojinya dan tersenyum gugup. “Sebentar lagi mereka akan tiba." "Mereka?" tanya Rocky bingung. "Apa kau keberatan?" Ada nada khawatir dalam suara Connor ketika mengajukan pertanyaan ini. "Kenapa aku harus keberatan?" "Karena aku membawa mereka ke rumah ini," sahut Connor gugup. Rocky memicingkan mata untuk mengamati ayahnya. Lalu sebuah pikiran melintas dalam benaknya. "Dad, apa kau membawa seorang wanita?" "..." Pertanyaan Rocky membuat Connor salah tingkah. Rocky menyikut pelan pinggang Connor. "Kenapa diam, Dad?" "Ya. Dia seorang wanita," jawab Connor akhirnya. "Apa wanita yang kau bawa ini …, seseorang yang akan menggantikan Mom?" "..." Connor semakin salah tingkah saja. Tidak disangkanya akan sesulit ini menghadapi pertanyaan-pertanyaan Rocky. "Bicara jujur saja, Dad. Aku bukan anak kecil lagi," ujar Rocky menenangkan. Ia sama sekali tidak merasa marah atau keberatan. Sebagai seorang anak yang mulai beranjak remaja, Rocky paham apa yang saat ini tengah terjadi dengan ayahnya. Ia juga bisa memahami keinginan ayahnya. Rasanya sangat wajar bagi seorang pria yang baru berusia 41 tahun untuk kembali menjalin hubungan dengan wanita setelah kepergian istrinya.  Connor Lin sudah hidup menduda sejak tiga tahun yang lalu. Namun sebelum itu pun, ia sudah memikul beban tanggung jawab berumah tangga seorang diri. Megan Kang, istrinya, mengalami gangguan kejiwaan dan harus mendapat perawatan khusus sejak lima tahun yang lalu. Kala itu usia Rocky baru delapan tahun. Dua tahun setelah dirawat di rumah sakit jiwa, Megan Kang meninggal. Dan sejak saat itu, hingga hari ini, Connor tidak pernah membawa seorang wanita pun untuk diperkenalkan pada Rocky. Ini kali pertama, dan Rocky bisa memaklumi itu.  Melihat sikap Rocky yang tenang, keberanian Connor mulai muncul. Ia memutuskan untuk berbicara terbuka dengan putranya. "Wanita yang akan kuperkenalkan padamu, namanya Kelly. Aku dan Kelly memang menjalin hubungan yang serius. Kami berniat membangun rumah tangga bersama. Tapi kami tidak ingin terburu-buru karena ada kau dan Ivy yang harus kami pikirkan." “Ivy?" "Ya. Kelly sudah memiliki seorang putri." "Suaminya?" "Kelly tidak pernah menikah. Dia membesarkan putrinya seorang diri." Inilah salah satu hal yang membuat Connor jatuh cinta. Awalnya hanya sebatas kekaguman, namun lama-lama berkembang menjadi perasaan ingin melindungi, berbagi, dan akhirnya cinta. Connor bertemu dengan Kelly dalam salah satu sesi pemotretan yang digarapnya. Awalnya Connor tidak menganggap Kelly istimewa, hanya satu dari segelintir model-model cantik yang berseliweran dalam kesehariannya saja. Namun ketika mereka kembali bertemu dalam sesi pemotretan yang lain, saat itu Kelly sedang membawa Ivy. Dari sanalah awal kedekatan mereka dimulai. Connor merasa kagum dengan keberanian Kelly untuk membesarkan putrinya seorang diri, tanpa suami atau kekasih. Di usianya yang baru 29 tahun, dan saat kariernya sedang berkibar. Menjalani kehidupan sebagai seorang ibu tunggal jelas tidak mudah. Perasaan senasib membuat Connor tertarik untuk mengenal Kelly lebih jauh. "Berapa usia putrinya?" tanya Rocky tertarik. Ia harus tahu apakah putri dari wanita yang sedang dekat dengan ayahnya akan menjadi masalah bagi dirinya atau tidak. "Tiga tahun." Jawaban Connor membuat Rocky lega. Ternyata Ivy hanyalah seorang balita yang belum mengerti apa-apa. Usia mereka terpaut sepuluh tahun. Terlalu jauh untuk saling bertengkar. Kini pertanyaan Rocky mulai beralih, menjadi lebih dalam dan semakin serius.  "Kalian saling mencintai?" Ini poin penting bagi Rocky, karena ia tidak ingin ayahnya mencintai tanpa mendapat balasan yang sama. "Begitulah." Connor mengangguk malu. "Sudah berapa lama kalian berhubungan?" "Hampir satu tahun." Situasi ini cukup menggelikan sebenarnya. Rocky yang baru berusia 13 tahun bersikap layaknya pria dewasa dan menginterogasi ayahnya. Namun hubungan mereka memang dekat dan selalu penuh keterbukaan. Connor memperlakukan Rocky layaknya teman, hingga ia tidak keberatan menjawab pertanyaan-pertanyaan putranya itu. "Kalian yakin dengan perasaan kalian?" "Hm." "Kalau begitu menikahlah. Aku tidak akan menjadi penghalang kebahagiaanmu," ujar Rocky bijak. Connor memeluk tubuh Rocky erat-erat. Merasa sangat bersyukur atas pengertian putranya. Tidak disangkanya acara perkenalan ini akan berjalan dengan sangat lancar. Petang itu, untuk pertama kalinya Rocky bertemu dengan sosok Kelly dan Ivy. Perkenalannya dengan Kelly berlangsung tenang dan lancar. Ia menyapa Kelly dengan sopan, berbincang sebentar, dan menyimpulkan kalau wanita itu adalah sosok yang menyenangkan. Namun perhatian Rocky langsung tersita ketika menyadari kehadiran sosok gadis kecil yang bersembunyi di belakang tubuh ibunya.  “Hai! Mau berkenalan denganku?” Rocky berjongkok di depan Kelly sambil melambaikan tangan ke arah Ivy.  Gadis mungil itu melongokkan kepala dan menatap Rocky tanpa berkedip. Wajahnya terlihat bingung dan tatapannya penuh waspada. “Kemarilah!” Rocky membentangkan tangannya dan meminta Ivy mendekat. Gadis itu menggelengkan kepala dan mengeratkan cengkeramannya pada pakaian sang ibu. “Jangan takut padaku,” bujuk Rocky lagi. “Aku akan menjadi kakakmu.” Senyum Rocky yang hangat serta nada bicaranya yang ramah membuat Ivy perlahan berani mendekat. Saat pertama kali melihat Ivy yang berjalan malu-malu ke arahnya, Rocky langsung jatuh hati. Rocky terpikat dengan mata cokelat muda Ivy yang begitu bening dan polos. Rocky terpikat dengan pipi mungil nan gembil yang bersemu merah. Rocky terpikat dengan rambut ikal kecokelatan yang bergoyang lucu setiap kali tubuh mungil itu bergerak. Dan Rocky terpikat dengan wangi khas balita yang melekat di tubuh Ivy. Semanis itulah pertemuan pertama mereka, dan semanis itulah sikap Ivy kecil yang Rocky kenal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN