Briana keluar dari terminal kedatangan Bandara Soekarno-Hatta dengan langkah yang berat. Pelukan eratnya pada Jevian semakin erat, seolah dunia bisa kapan saja merebut bayinya. Angin Jakarta yang hangat menyambutnya, tetapi di balik itu ada rasa waspada yang tidak pernah hilang. Sudah lebih dari satu tahun sejak ia meninggalkan kota ini, dan sekarang, kembali ke sini tidak lebih dari pelarian dari bayangan Jeremy yang terus mengejarnya. Briana berhenti sejenak di pintu keluar, mengatur napasnya yang memburu. Ia menatap ke arah kerumunan penumpang lain yang sibuk dengan tujuan masing-masing, merasa dirinya kecil di antara mereka semua. Hatinya diliputi kebingungan. Kembali ke rumah ibunya bukanlah pilihan. Selain rasa bersalah, ia tahu Jeremy pasti akan mencari ke sana lebih dulu. Tidak,