Briana dipindahkan ke ruang rawat inap. Tubuhnya lemah, wajahnya pucat, dan napasnya terdengar begitu pelan. Jeremy menggenggam tangan wanitanya itu dengan erat, seolah takut jika dia melepaskannya, Briana akan pergi meninggalkannya untuk selamanya. Padahal tadi pagi, dokter mengatakan Briana sudah boleh pulang. Jeremy begitu senang saat mendengar kabar itu, bahkan dia telah menyiapkan segalanya di rumah agar Briana bisa beristirahat dengan nyaman. Tapi kini, semuanya berubah. Darah yang berlumuran di tubuh Briana beberapa jam lalu masih terbayang jelas di benaknya. Saat itu, Arum datang seperti orang gila, menerjang Briana dengan pisau, menusuk perut wanita yang sudah begitu lemah setelah siksaan panjang yang dialaminya. Jeremy mengusap wajahnya kasar. Hatinya sesak. Kenapa se