Briana duduk di ruang tengah dengan jantung berdegup kencang, matanya menatap layar ponsel yang menampilkan sebuah foto yang baru saja dikirim oleh nomor tak dikenal. Tangannya gemetar saat ia memperbesar foto itu. Jeremy, pria yang katanya mencintainya, yang katanya tidak akan pernah menyakiti dirinya, yang katanya setia—terlihat berdiri di sebuah toko perhiasan. Seorang wanita cantik dengan gaun merah ketat memeluk lengan Jeremy dengan mesra, bahkan mencium pipi pria itu. Briana menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis. Rasanya dadanya sesak, napasnya tercekat. Ini tidak mungkin. Tidak bisa. Jeremy bukan pria seperti itu! Tapi foto ini? Apa yang bisa ia sangkal dari bukti yang begitu jelas? Tanpa sadar, genggamannya di ponsel semakin erat. Kemarahan dan sakit hati berbaur dala