Arum duduk di halte dengan tatapan kosong, rambutnya berantakan, dan pakaian yang lusuh. Sudah seminggu ia pergi dari rumah, meninggalkan semua yang dulu dianggapnya sebagai kehidupan. Kini, dia hanyalah bayangan dari dirinya yang dulu. Air matanya telah mengering, tetapi rasa sakit di hatinya terus menghujam tanpa henti. Langkah kaki yang berat terdengar mendekatinya. Ketika ia mengangkat kepala, Jeremy berdiri di depannya dengan senyum penuh ejekan. Pria itu mendengus jijik sambil menatap Arum dari atas ke bawah. “Kau bahkan lebih mirip gembel sekarang,” kata Jeremy dengan suara rendah tapi penuh penghinaan. Arum menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang ingin jatuh lagi. “Kenapa kau begitu jahat padaku, Jeremy? Apa salahku sampai kau tega menghancurkan semuanya?” tanyan