Arum tersenyum melihat Briana memakan makanannya dengan lahap. Sesaat, senyuman itu terasa tulus, tetapi di dalam hatinya, Arum menyimpan amarah yang bergejolak. Ia memandang wajah Briana, wanita muda yang kini menjadi pusat kehancuran hidupnya. Briana tampak canggung, sesekali melirik ke arah Arum yang terus memperhatikannya. Dua tahun lamanya mereka tidak bertemu, dan sekarang, keduanya duduk di meja makan ini, berbagi suasana yang tegang meski tanpa kata. Briana menunduk, menyuapkan makanan perlahan-lahan. Dalam hatinya, ia merasa tak nyaman. Sudah lama ia tidak berhadapan langsung dengan Arum, dan situasi ini terasa aneh. Namun, karena ajakan Arum datang mendadak dan penuh perhatian, Briana memutuskan untuk datang bersama Jevian, bayinya yang baru berusia enam bulan. Ia masih bertanya