17

1045 Kata
Pagi -pagi sekali, David sudah terbangun. Ia sampai lupa jam berapa malam tertidur karena bercanda dengan kedua buah hatinya dan membiarkan Yoan tertidur lebih dulu. David merasa ini adalah tugasnya juga untuk menjaga kedua buah hatinya. Yoan sudah tidak ada di tempat tidur saat kedua matanya terbuka dan mengerjap dengan kedua mata terbuka melebar. Ia hanya melihat kedua bayi kembarnya masih tertidur pulas dengan mulut terbuka dan napas yang terasa kencang. Aku melihat tubuhku masih polos, menarik selimut tipis yang menganggur di samping. Tapi wangi masakan ini membuat perutnya semakin terasa keroncongan. Aku pun bangun dan melilitkan handuk di pinggang lalu meletakkan beberapa guling dan bantal untuk memberikan pembatas agar kedua bayinya tidak terjatuh. Langkah kecilku menuju dapur. Aku melihat dari kejauhan tubuh Yoan dengan baju yang sangat tipis meliuk liuk di depan kompor. "Masak apa, Sayang?" tanyaku pelan sambil memeluk Yoan dari arah belakang. Ku ciumi pipi hingga leher yang terlihat putih mulus dan jenjang itu. "Mas ... Kaget ih. Masak nasi goreng spesial buatan Yoan," ucap Yoan sedikit terkekeh. "Duh ... Kesayangannya Mas bilang kaget. Sudah mandi belum?" tanyaku pelan. "Masak dulu setelah ini mandi sambil masak air. Mumpung bocil belum bangun," ucap Yoan lembut. Aku hanya melihat Yoan yang sibuk memasukkan bumbu lalu mencicipi kembali nasi goreng yang sudah di aduk -aduk menjadi satu. Aku melepaskan pinggang Yoan. Lalu berjalan ke arah depan. Aku ikut mmebantu Yoan membersihkan lantai yang basah karena hujan. Yoan pun masuk ke dalam membuka karpet dn meletakkan satu bakul nasi goreng dengan gorengan bakwan jagung dan kerupuk. "Mas ... Aku mandi dulu, ya? Mumpung, Raja dan Ratu masih pules," ucap Yoan pelan. "Ikut ya. Bareng ya?" ucapku pelan. Yoan pun melotot ke arahku. "Bareng? Gak ah," jawabnya ketus lalu pergi ke belakang masuk ke dalam kamar mandi. Aku langsung ikut masuk ke dalam kamar mandi tanpa aba -aba. Aku tidak pernah bisa melupakan tubuh indah itu bergerak gerak di bawahku. "Arghhh ... Mas David. Kamu ngapain? Aku mau mandi, Mas," ucap Yoan yang begitu terkejut melihatku masuk ke dalam dan menutup kembali pintu kamar mandi itu dan mereka ada di dalam ruangan yang begitu kecil dan sempit. Yoan tidak marah hanya terkejut saja dan melanjutkan mandinya dengan cepat. Aku pun mengambil shampo dan sabun dan mulai mengeramasi rambutnya yang lebat dan hitam lalu menyabuni tubuhnya yang mulus dan putih tanpa ada noda sedikit pun. Jujur aku mulai tidak bisa mengendalikan diri. Rasanya sudah berada di ubun -ubun setiap melihat tubuh Yoan yang sexy dan sensual berada tepat di depannya dengan polos tanpa helaian pakaian. Pinggang Yoan mulai aku pegang erat dari belakang. Aku sudah tak sabar memulai permainan panas ini di kamar mandi yang sempit seperti kamar mandi hotel melati di ibukota. Di atas guyuran shower buatan dan tubuh Yoan sudah basa dengan air dan sabun. Yoan menoleh ke arah ku, seolah tanganku yang erat berada di pinggangnya bisa memberi kodenya padanya bahwa aku sedang bernafsu pada tubuhnya saat ini. "Aku boleh bermain -main pagi ini? Biar si kembar cepat punya adik," jawabku pelan. "Aku tidak mau punya anak lagi. Duasaja sudah membuatku repot dan pusing," ccit Yoan yang merasa kelelahan. Rasanya tak tega melihat wajah sendu Yoan. Kuciumi pipi dan leher Yoan penuh nafsu. Ku balikkan tubuhnya dan ku pepet di dinding kamar mandi yang kering. Dengan berhasrat aku pun menciumi bibir bawahnya dengan sangat rakus dan ku tekan tubuhku ke tubuh Yoan tanpa berontak. "Mmmmphhhh ... Argh ... Mas ...." teriak Yoan mulai mengerang dan mendesah. Ia mulai menikamti permainan basah ini. Aku sendiri yang memang suka dengan permainan yang di lakukan di kamar mandi pun semakin bersemangat dan berusaha mencapai klimaks bersama. "Apa sayang," ucapku lirih sambil membungkukkan tuhuh Yoan yang bertumpu pada dinding. Tubuh Yoan yang begitu seksi tampak dari belakang membuatku tak ingin melepaskan batang kenikmatan ini terlepas dari dalam cepitan gua gelap yang basah dan licin itu. Satu kata dariku "CANDU." Hanya itu yang bisa ku ucapkan pada Yoan sejak setahun lalu bertemu dengan gadis yang ku pikir ketus itu. "Mas ... Arghh ...." teriaka kecil Yoan membuat nafsuku semakin terus memainkan permainna petak umpet di sana hingga aku pun menahan klimaksku agar semuanya bisa ku rasakan begitu sempurna. Gerakan maju mundur ku semakin aku percepat hingga rasanya batangku menegang sempurna sambil sesekali ku tekan dalam dan begitu keras di gua milik Yoan. Yoan terus mendesah dan mengerang merasakan nikmat membuatku terus melakukan gerakan itu dengan durasi yang sedikit lama dan cepat. "Mas ... Sudah ... Yoan lemes ini," ucap Yoan memohon ampun. Antara kasihan, tidak tega, tapi aku belum memuncak. 'Sedikit lagi. Kamu diam saja, sayang. Nikmati saja semuanya," titahku pelan sambil memegang b****g Yoan dan terus melakukan gerakan itu semakin cepat. Sesekali, aku memegang buah d**a yang menggantung turun karena terlalu besar dengan p****g yang menghitam dan cukup besar untuk di pilin negan gemas. "Uhhhh ... Yoan .... Menikahlah denganku secepatnya. Aku tak mau kehilangan kamu lagi dan kedua anak kita," ucap ku meracau. Aku takut kehilangan ibu dari dua anakku. Aku hanya ingin Yoan bisa menerimaku sebagai pendamping. "Arghhh ... Mas ... Eunghhh ... huft ..." teriakan keras di dalam kamar mandi di tambah desahan dan erangan. Yoan mencengkeram dinding semakin erat menahan tubuhnya yang terus bergetar dan bergelinjang hebat. Aku measanakan ada sesatu yang hangat dari bawah sana. Sesuatu yang sudah sering aku rasakan bila sedang bercinta dengan banyak perempuan. Tapi, itu dulu. Bagiku mulai saat ini, Yoan adalah segala -galanya. "Terima kasih yaang. Kau benar -benar hebat," ucapku memuji dan memeluk tubuh Yoan dari depan. Aku pun langsung mencium kening dan bibir Yoan berulang kali. Aku benar -benar menikmati semua permainan bercinta ini. Acara mandi pagi di iringi olah raga pagi pun berjalan sempurna. Saat kami kembali ke kamar untuk memakai pakaian, si kembar pun masih terlihat pulas. Ku lihat Yoan sedang memakai pakaian dalamnya. Tubuhnya yang putih mulus sudah banyak tanda merah kepemilikan tanda jejak penuh cinta dariku. Ia tidak marah dan tidak da penyesalah dari wajahnya. "Mulai hari ini, kau tak bekerja, Sayng. Jaga anak -anak kita dan minggu depan kita pindah ke apartemen. Kau hanya ingin berkumpul bersama. Aku hanya ingin setiap siang kau bawa kedua anakku ke kantor dan kau membawakan bekal makan siang untukku," ucapku pelan saat Yoan mulai memakai seragam. Yoan menatapku lekat. "Kita belum SAH, Mas," jawab Yoan pelan
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN