16

1121 Kata
Sama seperti kejadian satu tahun yang lalu. Hubungan percintaan yang melibatkan perasaan, hati, dan emosi pun tercurah menjadi satu dalam aktivitas yang sama -sama di nikmati itu. Bahasa tubuh keduanya tidak bisa di bohongi, mereka sama - sama meninginginkan hubungan itu, mereka sama -sama merindukan hubungan itu, mereka pun sama -sama terbuai dan terhanyut kembali dalam aktivitas berkeringat itu. Aku sendiri tak bisa membendung rasa rindu yang kina terbuncah di hatiku saat ini. Ku lihat bola mata indah Yoan yang hitam dan bulat begitu semakin terlihat mempesona sama seperti saat ku lihat tubuhnya yang polos wlaaupun tak selangsing setahun lu. Di sela -sela aktivitas berkeringat itu, aku merayu oanyang tepat berada di bawahku. Berulang kali, kata -kata ini ku ucapkan dalam satu hari ini. Namun, Yoan sama sekali tak merespon ucapan ku itu. "Sayang, Aku merindukanmu," ucapku lirih di dekat telinga Yoan. Membuat Yoan merasa geli dan membalas tatapanku dengan lembut. Aku mengusap lembut pipi itu lalu aku sapukan bibir ku di sana mengecupi seluruh wajahnya. Tentu deru napasku begitu terasa hangat setelah di atas ranjang yang begitu dingin itu. Aku pun sudah tak sabar dengan proses aktivitas ini. "Boleh aku bermain di dalam?" tanyaku lirih sambil menciumi leher Yoan yang mulus itu. Sesekali kulit mulus itu ku gigit kecil karena gemas. "Hem ...." hanya itu jawaban yang terlontar dari bibir Yoan. Hujan yang begitu deras di tambah lagi dengan suara petir yang terus brkejar -kejaran mengeluarkan suara gemuruh kencang membuatku semakin bernafsu bermain -main dengan tubuh polos Yoan. Aku mulai menggila sama seperti dulu lagi, hanya bedanya aku saat ini hanya ingin melakukan persetubuhan ini dengan Yoan saja, Ibu dari kedua buah hatiku, tidak dengan wanita lain. Aku ingin mempuyai rumah tangga yang baik seperti pada umumnya. Aku hanya melihat Yoan yang terlihat menikmati aktivitas ini. Tanpa sadar ia pun merespon dengan membalas dan memberikan pergerakan luar biasa yang membuatku semakin ingin menenggelamkan tubuhku di dalam tubuh Yoan. Kita berdua mulai panas dan mulai membara. Napas kita berdua mulai memburu dan terengah -engah karena olah raga kasur ini. "Hufftt ... Mas David ...." ucap Yoan lirih sambil memegang pinggangku dengan erat. Ku tatap mata Yoan, wajahnya nampak kelelahan tetapi puasmenikmatinya. "Kenapa, Sayang?" tanyaku pelan pada Yoan. Aku mempercepat grakan maju mundurku agar klimak yang terakhir ini begitu terasa berbeda dari pada klimaks -klimaks sebelumnya. Yoan semakin mendesah keras dengan teriakan -teriakan kecil. Tangannya mulai merespon dengan menekan erat pinggangku agar gerakannya tetap stabil dan cepat hingga tubuh Yoan pun seperti mengejan dan bergetar hebat terlihat jelas kedua matanya menatap lekat kedua mataku. Kedua pangkal pahanya seperti terangkat dan menekan gerakan yang paling dalam. Melihat itu pun aku terpacu untuk terus memaksa bergerak cepat di atas Yoan sambil menarik napas dalam saat berada di atas puncak kemudian di perlambat dan akhirnya aku keluarkan tepat di saat Yoan pun memuncak kembali hingga kita sama -sama merasakan cairan hangat yang di keluarkan dari dalam tubuh kita masing -masing. Peluh Yoan terlihat banyak. Kedua matanya langsung terpejam dan napasnya terlihat masih naik turun. Debaran jantung Yoan pun masih terasa sangat kencang hingga Yoan terlihat sedang mengatur ritme napasnya agar kembali tenang. Aku langsung turun dari atas tubuh Yoan dan merebahkan tubuhku tepat di samping Yoan. Ku tutup tubuhnya dan tubuhu sendiri yang polos dengan selimut tebal. Aku mengahdap ke samping menatap wajah Yoan yang sangat cantik. Tanganya ku genggam erat dengan jari -jari saling tertaut. "Sayang ...." tanyaku pelan. "Hemm ...." jawab Yoan berdehem lalu membuka kedua matanya dan menoleh ke arah samping menatap aku. "Kamu menikmatinya?" tanyaku lirih sambil mengusap pipi Yoan lembut. Yoan hanya mengerjap pelan. Aku tahu ia semakin ragu dan bimbang menjawabnya. Tubuhny tak menolak seakan akan menjawab ya. Tapi bibirnya sengaja di titah otak untuk mengeluarkan jawaban tidak. Tapi, kita lihat dulu apa yang ingin Yoan katankan. Yoan meberikan senyum dan mengangguk pelan. "Ya. Aku menikmati bercinta kali ini. Terima kasih Mas," jawabnya pelan. Jawaban itu seolah membuat aku sangat yakin seklai, kalau Yoan tentu menginginkan hal yang sama dengan aku. kita satu pemikiran dan satu tujuan. :Secepatnya, aku akan nikahi kamu. Maksimal tepat di hari ulang tahunku. Makanya kalau dalam waktu dekat aku mengajak kamu ke ruah. Aku mohon kamu mau dan menerimanya," ucapku pelan. Yoan menatapku lekat. "Semudah itu? Kau yakin bisa memastikan semuanya baik -baik saja? Aku punya si kembar, Mas," ucap Yoan eolah meminta penjelasan. "Si kembar? Dia anakku kan? Darah daging aku? Kenapa kamu risau? Kalau memang keluargaku mempertanyakan kita tinggal tes DNA," ucapku dengan suara keras dan tegas. "Aku bukan risau, Mas. Tapi, aku hanya takut keluargamu tak bisa menerimaku dan anak kta," ucap Yoan mulai takut. Aku memeluk Yoan erat dan menarik kepala dengan rambut hitam yang wangi itu pun ke dalam pelukanku. Ku usap pelan rambut itu agar Yoan mersa sedikit tenang. Cintaku padanya tidak main -main. Aku benar -benar serius ingin mempersunting Yoan menjadi istriku. "AKu pastikan semua baik -baik saja. Kamu gak perlu bingung dnegan semua ini. Ini tugasku. Kalau seandainya keluargaku tidak bis amenerima kamu, maka aku akan tetap bersama kamu, dan keluar dari kerajaan mereka," ucapku lantang. Ucapanku tak pernah bohong. Semua sudah aku pikirkan dengan matang. "Kamu tahu, Sayang. Satu tahun aku mencari kamu. Aku measa sangat berdosa sekali. Di tambah, saat Ben bilang kau hamil dan di pecat. Aku semakin merasa takut dengan kondisi di mana aku merasakan ada hal aneh yang aku rasakan di otakku, hatiku saat semua menjid satu memikirkan nama kamu dan mengingat wajah kamu Yoan," ucapku pelan sambil mengeratkan pelukan aku kepada Yoan. Pandanganku terus tajam ke arah Yoan. "Ingat. Kamu harus yakin dengan cinta kita. Kamu harus yakin dnegan perjuangan aku," ucapku memastikan semuanya dengan penuh keyakinan. "Mas ...." panggil Yoan sambil mendongak ke atas menatap wajah david yang tertutup rahang keras itu. "Ya ... Apa Sayang? Ada yang ingin kau pinta dari aku? untuk mahar mungkin?" tanyaku pelan. Sudah sepantasnya kini aku bertanggung jawab atas Yoan dan Raja serta Ratu. Apapun yang ia inginkan tentu akan ku turuti. Selama satu tahun ini aku bekerja dan semua penghasilanku aku tabung. Aku sama sekali tak bermain -maian, tak berfoya -foya, dan tidak lagi nongkrong di diskotok seperti biasanya. "Sepertinya Raja nangis. Bisa bantu aku ambilkan baju di lantai," ucap Yoan dengan wajah memerah malu. Dengan gemas ku pegang dagu itu dan ku kecup keningnya dengan tulus. Aku pun cepat terbangun dan mengambilkan pakaian yang tadi ku lempar sembarang di lantai dan memberikannnya kepada Yoan. Ku dengar memang Raja sudah menangis dengan suara keras dan Ratu juga ikut menangis dengan keras. Tanpa busana aku bergegas mengambil keduanya dan kembali ke kamar untuk mneunjukkan tangisna si kembar seperti bayi yang sedang kehausan. "Uluh ... Anak Mama nangi. Siapa yang mau nyusu dulu," ucap Yoan mengajak kedua bayinya bicara smbil memakai pakaian dengan cepat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN