Hujan turun dengan sangat lebat sekali. Petir dan kilatan cahaya itu begitu jelas terlihat di langit yang menggelap.
Yoan masih sibuk di dapur untuk memasak. rasanya ita berdua sudah seperti sepasang suami istri yang sedang berbahagia dengan satu pasang anak kembar.
Ternyata memang benar, bahagia itu sederhana. berkumpul dengan orang yang di cintai pun kita bisa berbahagia.
Kedua putra dan putrinya terbangun semua. Ratu pun ikut menangis dan ingin di gendong saat melihat ku sedang menggendong Raja. Saat Raja diam, aku mulai meletakkan Raja di kasur lantai yang memang ada di sana untuk kedua buah hatinya. Lalu, menggendong Ratu. Ratu pun berhenti menangis dan kini Raja yang gantian menangis. Aku kewalahan, bagaimana dengan Yoan selama ini? Dia bisa mengurus si kembar sambil bekerja dengan baik. Nyatanya kedua buah hatinya begitu lucu, montok dan menggemaskan. Kulit mereka begitu bersih tanpa cacat dan tanpa ada bekas luka. Itu tandanya, Yoan benar -benar menjaga dua buah hatinya dengan baik dan penuh rasa sayang.
Yoan masuk ke dalam ruang tengah dnegan membawa beberapa sayur dan lauk pauk di mangkuk dan piring lalu mengambil sangku nasi serta piring kosong untuk makan siang.
"Kenapa nangis?" tanya Yoan lembut saat melihat aku kewalahan menggendong keduanya.
Mungkin aku masih kaku dan belum terbiasa tapi aku senang bisa melakukan ini semua. Aku bisa kembali dekat dengan Yoan dan kedua buah hatiku dan hidup bersama.
"Sayang ... Kamu gak repot begini setiap hari?" tanya ku pelan. Yoan sudah mengambil Ratu dari tanganku dan mulai menyusui lebih dulu. Di biarkan Raja masih dalam gedonganku dan sepertinya Yoan berharap aku masih mau mengajaknya tertawa bersama.
Yoan menatapku sendu dan mengeluarkan buah dadanya untuk segera menyusui Ratu. Tanpa ada rasa malu di depanku. Aku memberikannya handuk kecil untuk menutupi sebagian dadanya yang terbuka. Aku hanya tak ingin berbagi keindahan wanitaku untuk orang lain. Cukup aku yang pertama dan terakhir bagi Yoan, dan begitu sebaliknya.
"Kenapa di tutup?" tanya Yoan kepadaku. Wanita ini terkadang ingin mengetesku dengan hal -hal kecil untuk mengetahui sebuah informasi.
"Aku tak mau berbagi Yoan. Aku ingin serius menikahimu, menjadikanmu bidadari dalam hidupku selamanya dan kau akan selalu aku ratukan termasuk kedua anak kita," ucap ku serius.
Wajahku juga terlihat serius dan tidak main -main.
"Kuat sekali minum susunya?" tanyaku pelan. Baru kali ini aku melihat buah hatiku mneyusu pada Ibunya sendiri. Hisapannya begitu sangat kuat dan terus menyedot hingga air s**u ibu itu habis tak bersisa tanpa memperdulikan saudara kembarnya.
"Ini baru Ratu. Raja lebih ganas dari ini," ucap Yoan memberitahuku.
"Oh ya? Kayak Papahnya dong ganas?" ucapku menggoda Yoan. Yoan nampak cantik sekali. Masih sama seperti satu tahun yang lalu.
Yoan hanya melirikku sambil berdehm saja. Sepertinya ia juga mengingat kejadian satu tahun lalu.
"Hemmm ...." jawab Yoan sambil melepaskan putingnya dari hisapan Ratu ynag sudah tertidur pulas.
Ia kemudian menutup kembali buah dadanya dan menidurkan Ratu di kasur lalu di selimuti dengan hangat.
"Sini Rajanya, biar aku susui biar ceat tidur. Habis ini kamu bisa makan dengan tenang. Paling gak enak makan kalau di ganggu sama rengekan bayi, pasti fokus ke makannya buyar," ucap Yoa pelan kepadaku.
Senyum Raja terbit sambil menatapku seperti tahu akan di pindah tangankan kepada Mamanya untuk menikmati air s**u ibu.
Benar saja, tepat dan sesuai dengan apa yang di katakan Yoan tadi. cara menyusu Raja itu lebih ganas dan lebih rakus. Hisapan pada p****g Sang Mama pun sampai berbunyi terengah -engah seperti bayi kehausan yang sudah bertahun -tahun taa di bei s**u.
Lucu dan sangat menggemaskan sekali melihat Raja yang seperti itu. Tatapannya sesekali melirik kepadaku seolah mengajakku kemari mendekat sini. Kita adalah satu keluarga dan kita harsu bersama.
"Duh ... Kut banget nyusunya, anak Papah," ucap ku pelan sambil mengusap kepala bayi itu yang raambutnya masih tipis dan mengecup pipi gembil dengan gemas.
Tiba -tiba rasa isengku pun muncul. Hawa yang dingin, hujan yang semakin deras dnegan suara begitu keras. Di tambah petir yang terus terdengar bergemuruh di ats. Dari kaca terlihta angin besar yang meliuk -liukkan pohon serta kilatan cahaya yaang sesekali mucul dan membuat mata kejap dan terkejut.
Aku mengecup buah d**a Yoan denagn lembut. Yoan pun kaget. Ia tak bisa menampik karena posisinya memang sdenag menggendong Raja dan memeganga dadanya agar hisapan anaknya itu tak terlalu keras. Mungkin ia kesakitan karena ku lihat ia sesekali meringis seperti menahan sakit.
"Aku rindu padamu. Apakah tak sedetik pun kamu mengingatku?" tanya ku pelan.
Yoan tak menjawab ia fokus pada Raja yang mulai tertidur. Lalu, ia memindahkan Raja tepat di samping Ratu yang hanya di batasi oleh dua guling kecil agar tidak saling bertabrakan.
"Mau makan?" tanya Yoan kepadaku pelan. Ia sudah mengambil piring.
Aku menegangguk pasrah. Perutku juga sudah lapar. Aroma wangi masakan Yoan pun rasanya enak sekali.
Yoan mengambilkan aku nasi dan beberapa sayur erta lauk semuanya tanpa bertanya padaku, aku suka makanan itu atau tidak. Aku pun juga harus menghargainya, tentu aku tak akan memilih dan menikmati semua pemberiannya.
"Ini. Kalau gak se -enak masakan di rumah besar kamu. Maaf, aku cuma wanita biasa," ucap Yoan pelan kepadaku.
Ia pun mengambil makanan untuk dirinya sendiri dan lebih banyak mengambil sayur yang katanya bagus untuk produksi ASInya. Kurang lebih kita banyak bercerit adan bertukar cerita tanpa membahas masa lalu, atau hubungan saat ini. Lebih pada urusan bisni, pekerjaan dan lain hl sebagainya.
Bagiku saat ini Yoan adalah segalanya. Dia yang mampu merubahku hingga aku bisa menjadi seerti ini. Dan kini, aku juga ingin memeiliki ketiganya secara utuh menjadi bagian tanggung jawabku selamanya.
"Sudah selesai?" tanya Yoan mengambil piring kotor di depanku dan membawanya ke dapur. Aku pun membantunya membawa sisa makanan yang masih ada ke meja dapur. Yoan sedang mencuci piring. Aku emmeluknya dari belakang dan Yoan hanya diam. Aku yakin seklai, Yoan pasti tak akan menolak karena secara tidak lansung ia pasti juga mencintai aku.
Dengan gerakan mencuci piring aku hanya melingkarkan kedua tanganku di perut Yoan sambil memainkan perutnya dan mencium lehernya. Hingga ku lihat cucian piring itu sudah bersih semua tak ada yang bersisa di wastafel. Tanpa banyak bicara ku angkat tubuh Yoan dan ku bawa ke kamar.
Entah setan apa yang merasuki aku, dan aku kembali menginginkan tubuhnya yang kini makin trelihat berisi di bandingkan satu tahun lalu. Mungkin pengaruh setelah melahirkan dan hormon juga. Tapi, menurutku Yoan kini nampak lebih seksi dan lebih membuatku b*******h.
Aku merebahkan tubuh Yoan di kasur. AKu kunci pintu kamar itu. Suasananya hening dan aku mulai beringsut naik ke atas Yoan dalam pakaina lengkap. Aku sudah tak tahan lagi. Ku cium Yoan dengan rakus dan tak ada jeda.
"Sayang ... aku ingin ...." ucap ku meminta ijin.
Yoan hanya menatapku dengan tatapan sendu. Dari debaran jantungnya aku pastikan ia pun menginginkan lebih dari ini. Mugkin ia juga rindu padaku.