Ceklek ...
Bayu masuk ke dalam pantry. Kebetulan pandangannya sedikit menunduk jadi tak tahu apa yang sedang di lakukan Yoan barusan.
Ia berjalan menuju arah belakang untuk meletakkan alat -alat kebersihannya.
"Pagi Pak David," sapa Bayu pelan.
"Pagi," ucap David tegas.
Sebagai orang penting di perusahaannya. Sikap David memang tegas dan penuh wibawa. David terkenal sangat galak dan pemarah. Tidak ada satu pun orang yang bisa meluluhkan hatinya kecuali Yoan, saat ini.
Dengan cepat tangan David di lepaskan oleh Yoan yang sedang melingkar erat di perut rata itu. Aroma wangi parfum Yoan masih sama seperti dulu. Kenapa David tak mengetahui sejak awal tentang Yoan.
David segera berpura -pura meminta piring pada Yoan.
"Piring dan sendok. Aku ingin makan di sini," titah David dengan tegas. Sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat. David kembali duduk di meja makan dan berpura -pura sibuk dengan ponselnya.
Yoan pun mengambil piring dan sendok dan di letakkan di meja. Mata David menatap ke arah bungkusa nasi uduk di plastik dan meminta tolong untuk di sipakan juga di piringnya.
Untung saja, Yoan adalah gadis yang peka. Ia mengeluarkan bungkusan nasi uduk itu dan di letakkan di atas piring dan menyiapkan secangkir kopi hitam untuk David.
David mulai menyeruput kopi yang di buatkan oleh Yoan lalu mulai menyendokkan satu sendok nasi uduk ke dalam mulutnya.
"Yoan ... Sudah sarapan belum?" tanya Bayu yang berjalan mendekati Yoan sambil menepuk bahu Yoan pelan.
"Ekhemm ... Aku bawa makan, Yu," jawab Yoan pelan. Yoan melanjutkan cuci piringnya.
David hanya menatap Yoan dan Bayu. Pemandangan ini sangat membuatnya cemburu setengah mati.
"Oke. Aku keluar dulu ya. Pak David, saya mau cari sarapan dulu," ucap Bayu dengan sopan.
"Ya," jawab David singkat dan ketus. Tatapannya tajam ke arah Bayu, da kini beralih ke arah Yoan.
Setelah bayu pergi dan pintu pantry tertutup. David mulai membuka suaranya kembali.
"Mulai besok pagi. Aku ingi kamu bawakan sarapan. Sebagai istri harus bertanggung jawab atas apa yanag di makan suaminya. Nanti kalau saya sakit, kamu mau tanggung jawab?" ucap David tegas.
Yoan menoleh ke arahnya dan menatap lekat.
"Saya gak salah denger, tuan?" tanya Yoan ragu dengan kata -kata David, bos besarnya.
David menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Gak ada yang salah. Memang salah? Kalau saya menginginkan kamu? Lagi pula, kamu sud berhasil membuat saya jatuh cinta sama kamu. Apalagi kamu sudah punya si kembar," ucap David lirih.
Yoan tak bisa menahan rasa campur aduk yang saat ini bergejolak di dadanya. Entah saat ini ia harus senang, bangga, atu bahagia, karena secara terang -terangan David mengakui ingin menikahinya secara SAH. Memang ini yang yoan harapkan. Tapi, di lain pihak, apakah Yoan pantas? Apakah keluarga David menerimannya?
"Kenapa melamun? Kamu meragukan ucapan ku? Kamu buktikan saja. Kita punya waktu tiga bulan sebelum acara pesta ulang tahun aku yang ke tiga puluh lima tahun. Aku hanya ingin kamu dan si kembar menjadi bagian dari tanggung jawab aku," ucap ku pelan kepada Yoan yang bersandar di wastafel.
"Baiklah," jawab Yoan pasrah.
Selesai sarapan pagi. Aku langsung kembali ke ruangan kerjaku dan bekerja dengan sepenuh hati. Tiba -tiba saja, semnagatku kembali membara dan aku begitu fokus dengan pekerjaanku kembali.
"Tumben serius?" taya Mita kepadaku yang sejak tadi memperhatikan gerak -gerikku.
"Kenapa?"tanyaku ketus.
"Sudah ketemu dengan jodoh?" tanya Mita kepadaku.
Aku hanya mengangguk kecil. Aku tidak ingin orang mengetahui semua ini sebelum aku yang membuka aib diriku sendiri di hari ulang tahunku.
Beberapa jam kemudian. Aku mencoba menghubungi Yoan dari telepon kantor menuju pantry.
"Iya Pak. Yoan ijin untuk pulang, anaknya sakit keras," ucap Bayu pelan menjelaskan.
"Apa? Anaknya sakit?" tanya ku kaget.
Tanpa banyak pertanyaan lagi, aku pun menutup telepon itu dan mengambil jas hitam lalu pergi dari kantor tanpa berpamitan kepada Mita menuju parkiran motor.
Cuaca juga sangat mendung dan hujan akan turun sanagt besar karenaangin begitu kencang dan dingin. Padahal ini baru akan memasuki jam makan siang.
Aku melajukan sepeda motor itu menuju kontrakan Yoan. Aku tak memiliki nomor ponsel Yoan, aku juga lupa mencatat dari daftar riwayat hidup. tapi, sudahlah, biar aku tunggu tepat di depan kontrakannya.
Setengah jam kemudian aku sudah berada di depan kontrakan Yoan. Tapi rumah kontrakan itu terkunci rapat.
"Apa yang terjadi sebenarnya. Sakit apa kedua anakku?" ucap ku pelan pad diriku sendiri.
Aku duduk di salah satu kursi rotan dan mengetik -ngetukkan jari jemariku di atas meja kaca itu.
"Kamu? Sudah lama?" tanya Yoan pelan sambil mendorong kereta bayi kembarnya.
"Yoan. Apa yang terjadi dengan anak kita?" tanya ku tak sabar. Aku segera bangkit berdri dan menatap satu per satu bayiku yang sedang tertidur pulas. Keduanya nampak lucu dan menggemaskan.
Aku beranikan diri untuk menyentuh pipi gembil mereka dengan punggung tanganku dan mencium mereka dengan penuh kasih sayang.
"Ekhemm ... Tadi pas minum s**u tersedak, lalu terbatuk -batuk terus. Makanya aku bawa ke dokter takutnya kesulitan minum lagi," ucap Yoan pelan.
Aku hanya berdehem kecil. Jujur, urusan bayi aku tak paham. Tapi memang aku sangat mneyuaki bayi.
Tak lama Raja pun menangis. Ikatan batin antara Ayah dan anak itu begitu kuat. Dengan cepat aku pun menggendong RAja sambil mendorong kereta bayi itu masuk ke dalam saat Yoan sudah membuka pintu.
"Kamu tak kewalahan mengurus dua bayi ini? Sudahlah, aku sewakan tempat yang lebih layak. Kita menikah secepatnya. Kamu mau kan Yoan?" tanyaku cepat. Aku sudah tak sabar menunggu jawaban siap dari Yoan. Aku sendiri menunggu satu tahun kabar dari Yoan.
"Aku belum tahu. Aku belum bisa jawab sekarang," jawab Yoan pelan.
Ia meletakkan tas bayinya ke atas meja dan pergi ke adapur untuk membuatkan minuman.
Aku masih memangku Raja dan mengajaknya bercanda bermain ci ... luk ... ba ... Dan benar saja, bayi itu tertawa lepas hingga terkikik merasa senang. Ku lihat Yoan mengintip sesekali ke arah kita berdua dari dapur. Mungkin dengan cara ini, Yoan bisa memberikan jawabn terbaik secepatnya.
Kini, aku tinggal mencari cara untuk mengenalkan Yoan pada Nenek. Semua kuncinya hanya pada Nenek. Mungkin aku akan membawaraja dn ratu main ke rumah besar dan bermain bersama Nenek Ana.
"Di minum. Ini Es Jeruk m**i. dari pagi sudh minum kopi. Jangan terlalu banyak kopi, bisa lambung. Mau makan? Biar aku masak," tanya Yoan pelan.