Author’s POV.
Kris mengapit lengan Kia dan menuntunnya keluar. Chandra mengikuti mereka. Setiba di area parkir, Chandra membuka pintu mobil Kris. Kris mendudukkan Kia di dalam. Krystal sudah mabuk berat dan meracau tak jelas. Chandra menepuk bahu Kris pelan.
“Bro, lo nggak akan macem-macem ama cewek ini kan?” Tanya Chandra dengan raut wajah sedikit cemas. Sepak terjang Kris sebagai playboy membuat Chandra ragu kalau Kris membawa Kia menginap di hotel hanya untuk memberinya pelajaran.
“Gue nggak akan macam-macam. Lo percaya aja ama gue. Gue pernah nglakuin kesalahan, gue nggak akan mengulanginya.”
Chandra memaksakan bibirnya untuk tersenyum.
“Soalnya tadi kalian ciuman hot banget. Gue yang ngrekam jadi panas dingin sendiri hahaha. Mana tuh cewek bening banget. Gue takut lo kehilangan kontrol.”
Kris terkekeh, “lo tenang aja. Gue cuma ingin kasih dia pelajaran. Ini cewek ambisinya gedhe. Kalau dia nggak dibales dengan lebih kejam, dia nggak akan berhenti. Hidup adik gue bakal diteror mulu ama dia. Sebelum dia melangkah labih jauh, gue mesti bantuin Liam buat menghentikannya.”
Chandra mengangguk, “Ok, gue percaya ama lo. Kalau sampai lo macem-macem ama dia, gue ikut ketiban dosanya Kris. Ini gue dibela-belain dateng ke club bantuin lo, padahal gue udah janji ama nyokap mau berhenti clubbing, kalau lo mengkhianati kepercayaan gue, awas aja lo. Gue putusin lo jadi temen gue.” Cerocos Chandra membuat Kris tertawa.
“Lo lucu banget Chan. Tenang aja. Gue janji, gue nggak akan mengkhianati kepercayaan lo. Ya udah gue cabut ya. Lo juga pulang udah malem.” Kris masuk ke dalam mobil.
Chandra melambaikan tangannya dan masih mematung menatap mobil Kris yang menjauh.
******
Kia mengerjap lalu mengucek matanya. Dia buka matanya perlahan. Rasanya jadi aneh sendiri ketika dia merasa asing dengan ruangan yang ia tempati sekarang. Jelas ini bukan kamarnya. Dan yang membuatnya lebih shock, dia terbangun hanya mengenakan pakaian dalam dan selimut tebal yang menutup tubuhnya. Kia menangis seketika dan ia menyadari ia telah melakukan kesalahan besar. Dia teringat semalam, dia pergi ke club dan bertemu dengan Kris. Kia sangat yakin, Kris yang membawanya ke kamar ini. Belum reda tangisnya, Kia mendapati ada banyak foto berserekan di sebelahnya. Kia memungut foto-foto itu dan lagi-lagi ia shock melihat fotonya tengah berciuman dengan Kris di night club. Lebih shock lagi melihat foto topless dirinya sedang berpelukan dengan kris di kamar yang ia tempati sekarang. Kia merobek-robek foto-foto itu. Air mata mengalir dengan derasnya.
Kris muncul di hadapan Kia dengan senyum liciknya. Kia menatap Kris dengan tatapan penuh kebencian. Ia beranjak dan berjalan mendekat kepada cowok yang baru ia kenal semalam.
“Brengsek...dasar kurangajar. Apa yang kamu lakuin semalam?” Kia masih saja menangis dan rasanya ia ingin mencakar wajah Kris habis-habisan.
“Aku nggak perlu jawab. Kamu pasti udah tahu jawabannya. Mungkin kamu perlu bercermin. Kamu nggak hanya berantakan tapi.....” Kris sengaja menggantung kata-katanya.
Kia memicingkan matanya. Dia berbalik dan berjalan mendekati cermin. Dia memang tampak begitu berantakan dan dia begitu terperanjat melihat leher dan bahunya dipenuhi tanda merah. Kiss mark? Kia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia dekati Kris dan ditamparnya pipi Kris dengan begitu keras.
“Dasar brengsek..! Jahat..!! Tega banget kamu nglakuin ini ke aku? kamu cari kesempatan saat aku nggak sadar, saat aku mabuk.” Air mata kembali menetes. Dunia seakan runtuh. Selama ini Kia telah menjaga kesuciannya dan sekarang ia telah kehilangannya karena seseorang yang baru ia kenal semalam.
“Kamu mungkin mabuk semalam. Tapi kamu begitu hot saat membalas ciumanku. Mungkin jauh di lubuk hatimu yang terdalam, kamu menginginkan disentuh laki-laki.”
Kia kembali melayangkan pukulan namun ditangkis Kris.
“Nggak usah macem-macem Kia. Aku punya banyak foto kita. Kalau kamu macem-macem aku bisa nyebarin foto itu. Sebaiknya kamu mandi sekarang, aku udah nyiapin pakaian ganti buat kamu. Setelah itu kita bicarakan sesuatu yang penting. Dan nanti aku akan mengantarmu pulang.”
Kia duduk terkulai di lantai. Tangisnya tak jua berhenti. Dia merutuki kebodohannya yang mau saja diajak melakukan permainan suit jari hingga dia kehilangan kendali, mabuk dan bagian yang paling fatal adalah dia harus kehilangan kesuciannya. Kia tertipu pembawaan Kris yang begitu sopan dan menarik.
Kris duduk menunggu Kia yang tengah mandi. Suara gemericik air terdengar begitu merdu. Kia mandi begitu lama dan sesekali terdengar suara sesenggukan dari dalam. Kris merasa iba juga, tapi dia kuatkan hatinya untuk tak mengasihani gadis itu.
Smartphonenya berbunyi. Ada satu pesan WA dari Liam.
Kris, masalah semakin runyam. Kia mengupload foto-foto kami di i********:. Sekarang seantero kampus nyudutin gue dan nuduh gue punya affair ama Kia. Nama baik gue hancur dalam sekejap. Ada kemungkinan gue bakal diberhentikan dan nggak boleh ngajar di sini lagi.
Kris tak menyangka Kia nekat mengupload foto-foto itu. Namun ia tahu, apa yang harus ia lakukan untuk menghentikan sepak terjang gadis ambisius itu.
Kia telah selesai mandi dan berpakaian lengkap. Sekarang dia duduk berhadapan dengan Kris, tentu saja dengan hati yang sudah hancur, remuk redam dan perasaan yang berantakan, kacau, bahkan dia merasa ingin mati saja. Ia sama sekali tak bisa mengingat kejadian semalam. Tahu-tahu dia terbangun tanpa pakaian lengkap dan berada di kamar asing. Dan kini Kris akan mengajukan beberapa permintaan sebagai syarat jika dia tak mau foto-fotonya disebar.
“Aku minta kamu meminta maaf pada Liam di publik dan mengakui kalau semua fotomu dan Liam adalah hasil jebakanmu. Bilang ke semua, antara kamu dan Liam tak ada hubungan apapun. Kalau kamu tak bersedia, aku juga bisa nekat sepertimu. Foto-fotomu bakal aku sebar.” Kris bicara dengan tenangnya. Berbeda dengan reaksi Kia yang begitu marah, namun suaranya tertahan. Ia hanya mampu mengepalkan telapak tangannya kuat-kuat dan memukulkannya ke meja hingga Kris kaget mendengar suara debrakan meja.
“Kenapa? Marah? Nggak terima? Makanya kalau berbuat sesuatu mikir seribu kali.” Ujar Kris sembari menatap Kia lekat-lekat.
Kris mencondongkan badannya agar lebih dekat pada Kia, “kamu masih terlalu mentah Kia. Kamu belum pernah menghadapi penjahat yang sebenarnya. Aku bisa lebih gila dari apa yang kamu pikirkan.” Kris menjauhkan jaraknya kembali dan menaikkan sebelah sudut bibirnya.
Air mata Kia kembali menetes. Kini ia menyadari Liam telah meminta bantuan pada Kris untuk menjebaknya. Ditatapnya Kris dengan penuh kebencian.
“Apa yang aku lakukan nggak sebanding dengan apa yang kamu lakukan padaku. Kamu udah ngancurin masa depanku Kris. Aku nggak bisa terima ini. Aku nggak nyangka Liam bersekongkol denganmu dan merencanakan semua ini. Kalian jahat.” Kia kembali memukulkan tangannya ke meja.
“Liam memang meminta bantuanku untuk menghadapimu, tapi dia nggak tahu tentang apa yang aku lakukan semalam. Jadi sekarang pikirkan semuanya. Kalau kamu masih ngotot ngejar Liam dan menghancurkan hidupnya, aku bisa berbuat lebih kejam ini. Kamu pasti bisa bayangin kalau fotomu menyebar, kamu nggak akan cuma dibully dan dicaci netizen, tapi orangtuamu akan marah besar, mungkin juga kehilangan teman.. Dan semua orang bakal lihat gimana seksinya kamu tanpa pakaian. Apa kamu nggak malu?”
Kia semakin kesal dan marah mendengar kata-kata Kris.
“Aku kasih waktu dua hari untuk memikirkan semua ini Kia. Membuat pengakuan dan minta maaf di publik atau foto-foto dan rekaman kita akan aku sebar. Kamu pikir aku hanya punya foto-foto kamu? Tidak Kia. Aku juga punya rekamannya.” Kris membuka laptop yang ada di pangkuannya lalu ia letakkan di meja. Kris membuka file videonya bersama Kia.
Kia semakin kesal dan shock melihat bagaimana dirinya begitu agresif membalas ciuman Kris dan dia tak bisa mengingat sama sekali. Kia mengusap wajahnya dan ia menangis lagi.
“Sekarang aku akan mengantarmu pulang ke kostmu. Jangan melawan dan jangan banyak tingkah.” Tegas Kris.
Sepanjang jalan menuju kostnya, Kia hanya terdiam. Tatapannya kosong dan entah menerawang ke mana. Sesekali Kris meliriknya. Dia tahu, mungkin dia sudah berbuat jahat pada gadis itu dan tak memahami perasaannya, namun ia lakukan semata untuk menghentikan langkahnya. Orang yang nekat seperti Kia harus dibalas lebih s***s untuk membuatnya jera.
Setiba di depan kost, Kia keluar dari mobil Kris tanpa mengucap sepatah katapun. Kris menatap langkah Kia yang menjauh hingga dia membuka pintu dan masuk ke dalam. Kris menghela napas. Ia harap apa yang ia lakukan untuk membantu Liam membuahkan hasil.
Kia masuk ke kamarnya dengan emosi yang tak tertahan. Dia mengacak-acak bantal dan boneka-boneka yang ada di kamarnya. Gadis itu begitu frustasi. Dia berjalan mondar-mandir dan mengacak-acak rambutnya. Gadis itu menangis lagi. Kehilangan kehormatan di waktu yang tak tepat, apalagi oleh orang yang baru dikenalnya semalam itu sama saja seperti kehilangan nyawa. Kia sangat menyesali kepergiannya ke night club. Dia tak tahu langkah apa yang harus diambil. Dua pilihan itu begitu sulit. Rasanya setiap jalan yang ia lewati berakhir buntu, tak ada satupun jalan keluar yang menguntungkannya.
Kia menekuk kedua lututnya dan menyandarkan kepalanya di atas lutut. Isakan tangis terdengar lirih sementara air mata terus bercucuran. Tangannya mengepal. Ia memukul-mukul guling. Pesan WA masuk dari Vicky, ia menanyakan kenapa Kia tidak berangkat ke kampus. Kia tak membalasnya. Berikutnya Sasha mengirim pesan menanyakan foto-fotonya dan Liam yang ia upload di i********:. Dia memberitahu bahwa postingan Kia telah viral di lingkungan kampus dan Liam terancam diberhentikan dari pekerjaannya. Kia juga tak menanggapi. Masalah yang tengah ia hadapi saat ini jauh lebih berat.
Kia membuka laptopnya dan membuka game yang ia suka untuk sekedar mengalihkannya dari stres dan perasaan tertekan. Namun ia justru semakin tertekan. Tiba-tiba terlintas di pikirannya untuk browsing artikel di internet. Kia mengetik “what does it feel when a woman has s*x for the first time”. Dari banyak artikel yang keluar, Kia tertarik untuk membuka artikel berjudul “what happens the first time you have s*x”. Kia membacanya begitu serius.
It may hurt...or feel good or both. There might be pain and bleeding...
Kia mengingat kembali saat pertama kali ia bangun, ia tak melihat ada noda darah, tak merasakan sakit juga di area organ vitalnya. Dia benci karena dia tak bisa mengingat apapun. Kini ia bertanya-tanya, apa yang sebenarnya Kris lakukan semalam? Apa dia memang sudah kehilangan virginitynya atau belum? Tapi meski ia belum kehilangannya, foto-foto dan rekaman itu ada pada Kris dan tak bisa menampik bahwa semalam memang terjadi sesuatu antara dirinya dan Kris. Lalu dia melanjutkan bacanya.
Can you get pregnant when you lose your virginity?
Pregnancy can happen whether it’s your first time or your hundredth time having s*x.
Kepala Kia semakin pening. Kini ia berpikir lebih jauh. Bagaimana kalau dia hamil?
Tiba-tiba pintu terbuka. Amira, teman satu kostnya yang membuka pintu kamarnya. Kia kaget bukan main. Segera ia tutup situs yang baru ia buka. Dia tak mau teman-teman kostnya tahu.
“Kia kamu sakit? Pucet gitu. Oya tadi pagi, ibu kost nanya semalam kamu kemana, kenapa nggak pulang ke kost.”
“Nggak..aku nggak sakit kok. Semalam aku nginep di tempat Sasha. Ntar aku bilang sendiri ke ibu kost.” Balas Kia sedikit gelagapan.
“Oh ya udah kalau gitu.” Amira kembali menutup pintu kamar Kia.
Rasa-rasanya Kia butuh bicara dengan Victoria. Dia mengirim pesan WA agar Vicky datang ke kostnya.
******
Vicky geleng-geleng kepala setelah mendengar semua cerita Kia.
“Ya ampun Kia kok lo bisa kecolongan gini. Ama cowok yang baru lo kenal semalam pula. Ampun deh. Lo mesti test HIV Kia.”
Kia terbelalak mendengar ucapan Vicky barusan.
“Test HIV?”
Vicky menggangguk, “iya soalnya lo kan habis melakukan hubungan s**s beresiko. Lo nggak kenal ama cowok itu. Bisa jadi dia udah tidur dengan banyak perempuan dan punya penyakit. Lo juga nggak ingat kan, dia pakai pengaman apa nggak. Makin cepat terdeteksi semakin baik.”
“Lo kok nakut-nakutin gue sih? Gue benar-benar nggak ingat Vic. Dan sekarang gue takut banget kalau gue bakalan hamil.” Kia menyapu rambutnya ke belakang.
“Lo sama sekali nggak inget? Btw hubungan cowok itu ama pak Liam apa? Kok dia segitunya bantuin pak Liam.” Vicky menatap Kia serius.
“Gue juga nggak tahu. Gue nggak nanya. Mungkin temannya atau saudaranya.” Wajah Kia terlihat begitu frustasi dan cemas. Ia menautkan jari-jari tangannya satu sama lain untuk mengurangi kecemasannya.
“Lo sih ceroboh banget. Jangan percaya ama cowok manapun di club. Akhirnya jadi gini kan? Gara-gara lo terpesona ama kegantengan dan kesopanannya, akhirnya lo kehilangan milik lo yang paling berharga.”
Kia kembali menangis, “gue harap bisa muter balik waktu.”
Vicky memeluk sahabatnya, “udah jangan nangis..cewek itu kudu pinter jaga diri. Ini pelajaran buat lo. Jangan mau diajak minum ama cowok, apalagi di club, mana baru kenal. Yang udah lama kenal juga suka cari kesempatan, apalagi baru.”
Kia menatap Vicky tajam, “ada perubahan dari tubuh gue nggak? Gue takut keluar kost. Gue takut orang-orang lihatin gue dan natap gue lekat-lekat karena gue udah nggak perawan.”
Vicky berdecak, “orang nggak bakal tahu lo perawan apa nggak kalau lo nggak ngomong langsung. Nggak usah parno ampe segitunya. Lo harus bangkit.”
“s*x pertama itu rasanya kayak apa Vic?” Kia mengernyitkan alisnya.
“Lo nanya ke orang yang salah. Tanya tuh ke kakak gue yang udah merit. Kalau yang gue denger sih katanya sakit gitu sih. Terus bisa jadi keluar darah, tapi nggak selalu sih. Waktu lo bangun tidur yang lo rasain apa?”
Kia menggeleng, “gue nggak ngrasain apa-apa.”
“Terus di celana dalam lo atau di sprei, ada bercak darah nggak?”
Kia kembali menggeleng.
“Oya celana dalam lo masih ada? Sebenarnya dari situ bisa diperiksa lho, ada jejak s****a apa nggak. Dibawa ke rumah sakit dan diperiksa.”
“Udah gue buang Vic. Semua pakaian gue udah gue buang. Gue jijik lihatnya.” Kia mengusap wajahnya. Beban masalah di kepalanya terasa begitu berat.
“Lo harus datengin itu cowok dan mastiin, dia benar-benar nidurin lo apa nggak. Kalau emang dia benar-bener nglakuin, dia harus tanggungjawab. Jangan main kabur seenaknya.” Cerocos Vicky.
Kia terdiam. Tentu dia tak akan sudi menikah dengan orang yang telah menghancurkan hidupnya.
“Tapi sebelum itu, lo kayaknya mesti milih pilihan pertama dari dua pilihan yang diajuin cowok itu. Lo nggak mau kan foto-foto lo yang topless dan sedang bermesraan ama cowok itu menyebar? Pasalnya lo baru aja dicap pelakor ama seluruh penduduk kampus gara-gara foto lo bareng pak Liam. Di ig juga banyak yang bully lo. Kalau sampai foto lo ama cowok itu menyebar, lo bakal dituduh cewek nggak bener, cewek murahan dan lo bakal semakin dibully.”
Kia makin tak karuan mendengar ucapan Vicky. Dia menyesal menyebar fotonya dan Liam jika efeknya bisa sampai sedahsyat ini. Ia berniat menghancurkan Liam, tapi justru dia sendiri yang kena getahnya. Dan rasanya ia ingin mati saja, tak tahu harus bagaimana.
*****
Sementara itu Liam dan Ami masih belum berdamai. Padahal di saat-saat seperti ini, ia begitu membutuhkan support dari Ami. Teringat kata-kata pak Dekan yang mengatakan bisa saja universitas memberhentikannya jika dia tak segera mengklarifikasi berita viral itu dengan bukti nyata yang menunjukkan bahwa berita tersebut tidak benar.
Liam terpekur menatap ke arah luar tirai jendela. Ami memilih untuk tidur bersama Callista dibanding dengannya. Rasanya dia ingin bicara dengan Ami dan meluapkan segala kesedihannya. Liam keluar dari kamar dan berjalan menuruni tangga. Liam melihat Ami tengah menyuci piring di dapur.
Liam berjalan mendekat ke arah istrinya. Dipeluknya pinggang istrinya dengan begitu erat. Ami terkesiap. Dia tahu suaminya telah mencuri pelukannya dari belakang. Kebiasaan Liam ini tidak juga berubah meski mereka sedang perang dingin. Ami berusaha melepaskan pelukan Liam, namun Liam justru mengeratkannya.
“Liam..aku sedang nyuci piring...”
“Kan bisa dilanjut besok...”
Ami kembali menggenggam tangan Liam dan berusaha melepaskannya sekali lagi. Liam tak jua mau melepaskan. Liam menyandarkan dagunya di pundak istrinya.
“Please, biarin aku meluk kamu. Sekali ini aja. Aku cuma pingin meluk kamu.” Suara Liam semakin parau dan setitik air mata lolos begitu saja. Dia tak mau menjadi cengeng, namun saat ini dia hanya butuh sandaran. Dia butuh Ami tuk berbagi semua.
Ami merasakan linangan air mata Liam membasahi pundaknya. Kesedihan Liam adalah kesedihannya juga. Rasa sakit Liam adalah rasa sakitnya juga. Dia belum bisa memercayai Liam tapi dia juga tak sampai hati melihat Liam sesedih ini.
“Kamu boleh marah ama aku, kamu boleh nyuekin aku, dan aku juga nggak akan maksa kamu buat percaya lagi ama aku. Tapi tolong, biarin aku meluk kamu. Ini udah cukup buat aku.”
Ami menitikkan air mata. Dia tak kuasa menahan kesedihannya. Kata-kata Liam terdengar begitu mencekat. Isak tangis Ami seakan menyatu dengan tangis lirih Liam, saling bersautan hingga seakan meredam semua suara yang ada kecuali deru tangis yang sesenggukan. Ami membalikkan badan dan menghadap suaminya. Ditangkupnya kedua pipi Liam dengan mata yang berkaca.
“Jangan menangis lagi Liam.”
Liam terdiam dan hanya bisa menatap Ami dengan pendaran cinta yang masih utuh.
“Aku nggak pingin lihat kamu nangis.” Ucap Ami sembari menyeka air mata Liam.
“Hal yang paling kau takutkan itu kehilanganmu, kehilangan kepercayaanmu. Aku nggak bisa kalau nggak ada kamu Mi. Gimana aku bisa tenang sementara kamu masih saja menutup hatimu buat aku.”
Mata mereka beradu dengan genangan air mata yang begitu menyayat. Liam kembali memeluk tubuh Ami begitu erat.
“I love you so much.” Bisik Liam pelan.
Tangis Ami semakin tumpah. Dia balas memeluk suaminya lebih erat. Dan keduanya larut dalam pelukan yang begitu hangat dan emosional, seakan menyalurkan kerinduan yang teramat besar karena sebelumnya saling menjauh dan mendiamkan. Kata-kata tak lagi terucap, hanya hati yang seakan saling bicara.
******