Setelah suara Reya tiba tiba seperti terhenti, Reya pun akhirnya menghentikan pekikan nya tersebut.
Nafasnya memburu hebat dengan tatapan masih tertuju pada wajah datar seperti tidak ada rasa bersalah bersalahnya sama sekali tersebut.
Okay ... Bukan bersalah deh, kesenengan gitu setelah melihat aset yang Reya jaga selama ini, tapi faktanya pria itu benar benar seperti tidak berminat dengan tubuh semlohai bin montog dari Reya.
Mengejutkan pasti, siapa yang tidak terkejut mengetahui faktanya. Yang padahal sang empunya saja sudah panik bukan main saat ini.
Akan tetapi sungguh Reya tidak perduli walau pria itu tidak berminat kek tidak suka dengan tubuh Reya kek, yang jelas Reya tetap tidak terima akan semua yang telah terjadi. Mata itu datar itu mengganggunya.
"Lo ...," Ehm ... Namun ternyata Reya tidak se-mempunyai nyali itu untuk mengungkapkan rasa tidak terimanya. Dia bahkan tidak sanggup untuk menyebut kata lo-gue di sana.
Jadi Reya buru buru mengubah kata katanya menjadi formal meski saat ini dia tengah marah bingung nan panik yang bercampur menjadi satu, "Kenapa anda bisa di sini?"
Bukannya menjawab, pria itu malah mendengus nampak menunjukkan tatapan menghina di sana.
Sial, Reya jadi naik pitam hanya karena hal tersebut. Makanya dia langsung melupakan segala ketakutannya berganti kemarahan yan menggebu gebu.
"Lo kenapa di sini?" ulang Reya jauh lebih menunjukkan kemarahan. " Ini tempat gue, dan lo, beraninya udah liat aset gue!" dua kali, hiks, lanjutnya di dalan hati. Jelas yang pertama saat pertemuan pertama mereka di mana pria ini menggantikan baju Reya waktu acara pesta perayaan kantor Dhini.
"Ini kamar saya!" balas pria itu dengan raut muka begitu datar seperti tidak berminat dengan Reya sama sekali.
Wajah Reya saat ini benar benar memerah padam. Antara emosi dan malu yang bercampur menjadi satu. "Ini kamar gue! Dan gimana lo bisa masuk, gue bisa laporin lo ke polisi!"
Agak gila sebenarnya Reya seperti ini. Pasalnya kan, wanita itu sebelumnya sangat takut dengan bos Dhini, tapi bisa bisanya dia melupakan semua fakta dan malah sekarang berani mengancam dengan nama polisi pula.
Apa Reya lupa jika ancamannya tersebut tidak akan berarti apa apa. Bisa bisa ancaman malah berbalik ke padanya, hanya karena pria itu berpangkat dan memiliki banyak uang.
Dan benar kan, rasa percaya diri Reya tentang dirinya yang merasa memiliki kamar tersebut langsung terpatahkan, ketika pria itu mengangkat tinggi tinggi sebuah kartu mirip seperti yang Reya punya _hasil pemberian staff resort_ yang mulanya di simpan di dalam saku pria itu.
"Ini," ucapnya seraya mengangkat kartu tersebut.
Eh ...
Tentu saja Reya lumayan kembali panik juga terkejut, sampai dia membulatkan kedua matanya.
Mungkin karena melihat reaksi Reya. Bos Dhini itu langsung saja tersenyum miring sambil kembali menyimpan kartu akses. Pria itu pasti merasa puas sudah membuat Reya tak bisa berkutik.
"Dapet dari mana?" tanya Reya langsung agak ragu. Pasalnya bagaimana bisa kartu akses di miliki oleh dua orang di sana.
Gila!
"Staff," jawab pria itu masih sangat santai dengan kedua tangan yang sekarang di masukkan ke dalam saku celana.
Seperti dugaan Reya, kalau kartu tersebut juga di berikan oleh pihak resort. "Hah kok bisa?"
Sungguh Reya masih tidak habis fikir di sana.
"Hm," pria tersebut menggedikkan bahu acuh nampak tidak perduli.
Reya mulai ketar ketir kalau begini caranya. Dia mungkin akan sangat tidak terima jika tempat ini tidak bisa dia tempati nantinya. Karena Reya tak lupa jika bos Dhini bukan orang yang bisa dia remehkan.
"Nggak nggak, pokoknya ini kamar gue, nggak perduli lo siapa, pangkat apa, ini pokoknya kamar gue titik!" Dengan sekuat tenaga yang dia bisa. Reya berucap menggebu gebu. Dia benar benar berusaha keras untuk mengeraskan mentalnya agar tidak takut di sana. Tempat ini dia dulu yang menempati, jadi ini hak nya. Tidak boleh ada orang lain yang tiba tiba datang dan mencoba mengusirnya. Tidak! Reya harus mempertahankannya mengingat dia masih memiliki banyak cita cita untuk menikmati tempat tersebut beberapa hari ke depan.
"Ah benarkah?" Pria itu benar benar pria kaya, terbukti dari sikapnya yang sangat tenang dan arogan tidak terkecoh sama sekali dengan segala apa yang Reya katakan. Yang malah bos Dhini itu _Ronal_ begitu percaya dirinya, mulai melangkah pelan menghampiri Reya yang ada di ranjang _masih setia menutupi diri dengan selimut_.
Takut, bercampur was was, namun Reya tidak mau menunjukkan sisi lemahnya dulu. "Ya! Lebih baik lo pergi sekarang."
"Hm," pria itu berhenti melangkah _yang padahal baru bergerak dua langkah ke depan_, dia mengangguk beberapa kali tanda mengerti. Yang entah kenapa lagi lagi hal tersebut seolah malah seperti tengah mengejek Reya di sana.
"Kenapa?" tanya Reya bingung dengan tanggapan pria itu.
Dan walla ... Senyuman miring makin tercetak jelas di bibir pria itu. Belum lagi kedua sorot matanya seperti tengah merendahkan Reya. "Sepertinya anda melupakan sesuatu ...,"
Deg ...
Jantung Reya berdegup dua kali lebih cepat.
Takut ...
Ya, dia benar benar takut, entah apa maksudnya. Namun Reya merasa bahwa ini ada hubungannya dengan perilaku buruk Reya sebelumnya.
"Ap-apa ya?" Meski begitu Reya masih juga memberanikan diri untuk bertanya. Padahal dalam benaknya dia sudah menerka nerka hebat.
Dan ... Yups!
Ronal _Bos Dhini_ itu nampak mengangkat jari telunjuknya, berlanjut di arahkan ke pipi kirinya sendiri.
Hng ...
Reya terkejut setengah mati. Walaupun sebenarnya dia sudah menduga, tapi tetap saja dia terkejut jika di tunjukkan secara langsung.
Nafas Reya benar benar seolah berhenti saat ini. Melihat wajah bos Dhini yang entah kenapa makin menyeramkan di kedua penglihatan Reya.
"Anda sudah menampar saya," tekan Ronal masih seraya menatap tajam Reya dan memasang wajah super datar itu.
Tubuh Reya kaku di tempat. Otaknya agak linglung saat ini. Dia bingung harus menanggapi apa di sana.
"Ah ah benar ..." Bodohnya, Reya malah mengiyakan begitu saja.
Reya menggeleng ketika tersadar, lalu berdehem untuk menetralisir ketakutannya.
"Tapi lo ...," Ehm ..., Sial Reya tidak bisa terus menggunakan kata lo gue di sana, takut takut pria itu malah makin tidak terima, jadi dia memutuskan untuk menggantinya dengan bahasa formal, "Anda juga sudah melihat tubuh bagus saya."
Sungguh saat ini wajah merah Reya terasa makin memerah saja, dia malu mengatakan hal tersebut meski sebenarnya adalah fakta, tapi ya sudah lah, dia harus berusaha keras untuk membela dirinya, dari pada terus terpojok, makanya hanya fakta itulah yang mungkin akan membantu.
Bukannya pria itu merasa bersalah atau apa, tapi faktanya bos Dhini tersebut malah berdecih, dan mengeluarkan kata kata yang seperti ejekan, "Cih, bagus apanya,"
Segera saja Reya menganga lebar tidak percaya di buatnya,
"HEY BANGSATTT!" umpatnya keras keras. Makin makin tidak perduli lagi dengan orang yang ada di depannya tersebut.
Berani sekali pria itu mengejeknya, dan mengeluarkan kata kata yang sungguh menusuk bagi Reya, yang padahal teman temannya saja selalu mengatakan kalau badannya itu bagus pake banget, tapi ada apa dengan pria ini, bisa bisa nya dia berkata seperti itu, apa bos Dhini ini buta hah.
Sialan!
Padahal Reya dengan sekuat tenaga menahan malu loh mengucapkan sesuatu tersebut, tapi apa hasilnya dia malah balik di permalukan.
"Apa?" Pria itu benar benar berwajah arogan, pake banget di mata Reya. Hanya bertanya mengeluarkan satu patah kata saja hm, arogannya bukan main. Hih ...
"Lo ngejek gue ya!" pekik Reya sudah kembali lagi menggunakan kata lo gue, terserah sudah dirinya di katai plin-plan oleh pria itu. Sungguh Reya teramat kesal sekarang. Dan wajah merah padamnya juga bukan lagi di karenakan malu, tapi lebih condong ke marah tidak terima.
"Hm,"
Sumpah demi apapun, Reya tidak bisa seperti ini, harga dirinya serasa di injak injak. Kalau tidak minat dengan tubuh nya tidak apa apa, asal mulut pedasnya itu bisa terbungkam rapat saja. Sungguh Reya emosi sekali saat ini. Makanya entah mendapat kekuatan dari mana, Reya langsung saja bangkit dari posisi duduknya di ranjang. Reya bahkan meninggalkan selimut dan membiarkan tubuhnya kembali tak tertutupi apa apa. Hanya branya dan celana dalam tentu saja.
Gila! Benar benar gila bukan.
Reya bisa berani melakukan tindakan itu, padahal tadi dia menjerit malu kita tubuhnya bisa di lihat oleh bos Dhini. Tapi sekarang wanita itu malah berjalan turun dari ranjang, dan berdiri di samping ranjang tersebut.
Meski kelakuan Reya benar benar seperti sudah tidak menggunakan otak itu, Ronal _bos Dhini_ bahkan sama sekali tak menunjukkan reaksi apa apa di sana. Wajah super duper datarnya juga masih seperti itu. Terkejut pun juga tidak ada sama sekali.
Reya sendiri yang malah di buat tak percaya.
"Anda kira saya lupa," Okay, tidak hanya berteriak saja, Reya juga sampai mengangkat jari telunjuknya dan di arah kan ke pada pria yang saat ini berjarak tiga meter di depannya tersebut. Lagi Raya sengaja kembali menggunakan bahasa formal juga di sana, "Anda juga pernah menggantikan baju saya tanpa izin. Pasti anda sudah liat juga kan, anda menikmati juga kan? Cih, mulut anda dan otak anda pasti tidak sinkron. Dan lagi, bapak Ronal yang terhormat, bahkan saya sanksi jika bapak tidak melakukan hal lebih." Ucapan Reya yang jauh lebih percaya diri tersebut benar benar sama sekali tidak di filter dahulu. Dia hanya mengungkapkan apa yang ada di otaknya ketika marah yang menggebu gebu.
Entah Reya akan menyesal atau tidak atas tindakan super bar-barnya ini, tapi yang pasti dia sudah terlanjur melakukannya.
"Huh?" Di sisi lain, bos Dhini nampak mengangkat sebelah alisnya. Baru kali ini dia menunjukkan ekspresi macam itu kecuali hanya menyeringai saja sedari tadi.
"Anda grepe-grepe saya juga kan?" tuduh Reya lagi, masih sama sekali tak mengurangi rasa percaya dirinya. Benar benar ya memang. Oh oh, jari telunjuknya juga lihat, masih teracung tinggi-tinggi ke depan.
Dan setelah itu tak ada balasan dari Ronal, pria itu hanya diam saja di tempat dengan alis yang masih terangkat.
Reya pun hanya bisa mendengarkan suara deru nafasnya yang kasar akibat marah yang menggebu-gebu itu.
Namun selanjutnya, semuanya terganti, entah kenapa suasananya berbalik drastis menjadi mencekam lagi, ketika pria itu malah menyeringai kembali dan mulai melangkah pelan maju _mendekat pada Reya_.
"Kalau iya, terus anda mau apa!" ucap Ronal yang sangat tidak di sangka sangka oleh Reya.
Reya pikir pria itu akan mengelaknya, atau setidaknya merasa bersalah dan malah balik meminta maaf dengannya, Dengan begitu kesalahannya yang menampar pria itu akan terlupakan karena di anggap impas. Namun pertimbangannya salah kaprah, tidak ada yang namanya impas dan minta maaf.
Pria itu malah makin mengerikan saja di mata Reya. Padahal dia sudah terlanjur mempermalukan diri juga di sana.
"Sialan!" desis Reya pelan, namun masih bisa di dengar oleh Ronal yang sudah makin mendekat saja itu.
Masih dengan langkah pelannya, Ronal kembali berbicara, "Saya juga tidak lupa, antas hadiah yang anda berikan, menyiram kopi pada saya, dan menampar saya. Anda mempermalukan saya!" tekan pria itu yang entah kenapa di pendengaran Reya sangat sangat mencekam sadis
Reya diam saja, tak bisa mengatakan apa apa, lidahnya kelu, bahkan dia juga membiarkan pria itu yang terus mendekatinya, dan sekarang jarak antar keduanya hanya tinggal tersisa 1 meter saja. Jari telunjuknya yang terangkat juga gemetar di sana.
Dan dengan perlahan namun pasti, pria itu menurunkan jari telunjuk Reya yang sudah berkeringat dan bergetar.
"Lalu sekarang ..." Pria itu menggantung ucapannya besertaan ketika langkahnya juga berhenti tepat di depan Reya. Entahlah tapi sepertinya jarak meraka hanya terpaut beberapa senti meter saking dekatnya, bahkan Reya bisa mencium aroma kopi bercampur parfum maskulin dari tubuh pria itu, tak lupa Reya sampai harus mendongak ke atas untuk bisa melihat ekspresi yang pria itu tunjukkan kepadanya. "Bagaimana cara anda bertanggung jawab, hmm?" lanjut Ronal setelahnya.
Hng ...
Jujur Reya bingung untuk menjawabnya, otaknya benar-benar terasa beku saat ini. Pria ini seperti memiliki efek mengikat yang membuat siapa saja hanya akan diam tak berkutik macam Reya.
Pria itu nampak menyipitkan mata di sela sela bibirnya yang masih menyungging senyuman miring tersebut. "Ah ... atau bertanggung jawab dengan tubuh anda yang tidak bernilai itu?"
Deg ...
"Woyy .."
Sisi bar-bar Reya kembali ketika mendengar kata-kata merendahkan dari bos Dhini. Tubuhnya tak bernilai? Sialan! Bagaimana bisa pria itu mengatakan hal tersebut. Gila saja jika Reya tak marah.
Meski sudah berteriak, Reya sama sekali tak mengatakan apa-apa setelahnya, dia hanya mengepalkan kedua tangannya untuk menahan emosi tersebut.
Dan tiba-tiba, Reya sontak melebarkan matanya ketika wajah tampan itu mendekat ke arah wajahnya, cepat.
Sialan!
Reya memejamkan matanya erat dan mengatupkan bibir rapat, dia sungguh berfikir kalau pria itu akan kembali menciumnya, melecehkannya. Tapi ternyata tidak sama sekali. Wajah pria itu melengos dan berakhir berhenti tepat di samping telinga kanan Reya.
Dan detik selanjutnya, pria itu mulai membisikkan sesuatu kepada Reya.
"Tutupi, atau saya yang akan menanggalkan semuanya."
Hng ...
Bisikan yang terdengar seperti desisan tajam penuh penekanan itu, langsung membuat Reya makin melebarkan mata. Menanggalkan heh?
Reya tak berfikir sejauh itu, karena di benaknya sempat terlintas kalau bos Dhini ini juga kemungkinan tidak normal, bisa jadi memang tidak menyukai wanita. Tapi jika dia berani menanggalkan sisa kain yang menutupi asetnya itu beda cerita lagi.
Dan selanjutnya Reya merasakan selimut lembut yang tadi sempat dia gunakan untuk menutupi tubuhnya sudah di dorongkan ke arah dadanya, dan pelakunya adalah pria itu, dia menarik selimut dari rajang dan memberikannya pada Reya.
Setelah itu pria itu berdecih sambil membalik badan berjalan mundur ke belakang.
"Aishhh ... Sial!"