Setelah menyantap makanan, yakni 3 porsi makanan berat beserta 2 desert akhirnya Reya pun merasa cukup dan mengakhiri sesi makan tersebut, sebenarnya masih ada 2 makanan lagi yang tersisa sih, entah nanti akan di makanan atau tidak oleh pria itu yang pentin Reya tidak menghabiskan nya, tentu saja agar Reya tidak nampak rakus rakus amat.
Reya masih tidak habis fikir, pria itu _Ronal_ benar benar tak tertarik untuk menyantap makanan sama sekali, dan terus memandangi iPad dan laptopnya saja, Reya sanksi apa pria itu tidak merasa lapar ya, karena hidupnya di mata Reya benar benar terlalu sibuk, over. Apa orang kaya memang selalu begitu ya, atau hanya para jiwa muda saja yang melakukannya.
Reya berdecih acuh, dia mah tidak perduli, terserah juga kalau pria itu tidak mau makan, malah malah nanti Reya yang bisa menghabiskannya haha ...
Em ..., Tapi entahlah, orang Reya sudah hampir muntah karena terlalu banyak makan tadi. Pokoknya Reya harus makin rajin nge-gym setelah liburan.
Faktanya walaupun badan Reya kecil, wanita itu memang selalu rajin dengan yang namannya olah raga, dia selalu angkat beban juga, mungkin itu juga yang mempengaruhi nafsu makannya, bukan karena Reya takut gendut, tapi dia sadar akan kesehatannya, kadang dia sering memasukkan makanan tidak sehat ke dalam mulutnya tersebut, itu saja sudah terlalu fatal, apalagi jika dia juga tidak suka olah raga, bisa makin double fatal. Reya tidak mau mati muda hey. Mungkin awalnya Reya merasa kesulitan menikmati yang namanya olah raga, namun lambat laun mindset-nya tentang olahraga, gym, dan kesehatan menjadi berubah, dan dia juga sudah terbiasa dengan hal itu, makanya dia merasa aneh jika lama tidak olah raga. Akhir -akhir ini dia juga lumayan jarang, sejak dia ke rumah ibunya lebih tepatnya dia jarang ke gym, mungkin hanya work out sebentar di rumah.
By the way, saat ini Reya tengah berada di luar kamar, dia rebahan di bangku paling ujung _dekat pinggir_ dan samping kirinya itu kolam renang panjang hingga hampir mencapai kursi santai yang tadi dia duduki.
Reya sengaja memilih duduk di luar bukan hanya karena menghindari Ronal. Tapi juga sebab dia ingin bertelefonan dengan Dhini.
Tadi Dhini sudah berkata akan menelefon lagi jam 8, dan sekarang sudah waktunya, Dhini juga tidak mengingkari janji, wanita itu itu benar menghubunginya.
Dan saat ini panggilan telefon sudah terhubung dengan temannya itu di seberang sana.
"Jadi gimana?" tanya Dhini langsung di detik sambungan telefon terhubung, yang bahkan wanita itu sama sekali tidak basa basi memberi salam atau yang lainnya,
Reya menghela nafas seraya melihat langit malam yang saat ini nampak begitu cerah di hiasi cahaya kecil kecil tersebut, bitang "Jangan shock ya,"
"Iya," Peringatan Reya di iyakan oleh Dhini dengan mudahnya.
"Em, gue nggak jadi ganti penginapan," ucap Reya dengan tambahan sedikit beban dalam nada suaranya.
Dhini terdiam mungkin tengah mencerna kata kata yang Reya ucapkan, dan setelahnya barulah dia berbicara, "Maksudnya? ... Ah lo cuma ganti kamar aja?" dia juga menebaknya.
Tapi Reya menggeleng sambil berdesis meratapi nasibnya itu, niatan liburannya malah gagal total tak berbentuk, di mana dia terjebak dengan pria itu. "Enggak ..., Gue masih stay di kamar yang sama,"
"Lah, gimana sih?" Dhini mempertanyakan Reya yang menurutnya begitu aneh tersebut.
"Eh .., apa bos gue yang pergi dari kamar itu?" lanjut Dhini bertanya.
Reya menggeleng lagi meski tidak dapat di lihat oleh temannya tersebut, "Hm, enggak juga. Gue dan bos lo tinggal di satu kamera."
Dan ...
Duarr ...
"HAH? SUMPAH DEMI APA LO?"
Dhini memekik kencang di sebarang sana, sampai membuat Reya mengernyitkan dahi seraya menjauhkan ponsel _sedikit_ dari samping telinga.
"Demi Dhini yang bakal jadi jodohnya oppa oppa korea," balas Reya masih dengan menjauhkan ponsel. Walaupun dia berucap bercanda, tapi wajahnya tidak ada lucu lucunya sama sekali, yang malah hanya menunjukkan ke dataran saja.
Beberapa saat barulah dia mendengar suara Dhini yang harusnya kesenangn malah memburu panik, "Jangan canda dulu, gue seneng sih di sumpahin gitu, tapi ... KOK BISA?" Temannya itu memekik lagi di akhir kalimat.
Reya tiba tiba ingin tertawa mendengar tanggapan Dhini, setidaknya dia temannya itu lumayan sedikit menghibur kegundahan Reya sedari tadi, "Ya gitu deh, dia yang larang gue pergi," balasnya santai.
"Gilak!" Dhini padahal tadi sudah janji tidak akan terkejut kan. Tapi wanita itu sampai tidak tahan untuk tidak terbengong bengong.
"Kayak gini wajar nggak sih?" Di saat suasana Dhini masih belum pulih dari keterkejutannya, bisa bisanya Reya malah bertanya seperti itu, hanya mana jelas dia langsung mendapat semprot dari Dhini.
"Nggak wajar lah bego!" pekik Dhini di sana. Lagian Reya bertanya aneh aneh, dari mana bisa di wajarkan jika seorang pria asing meminta wanita lain untuk tetap tinggal, apalagi hubungan keduanya tidak bisa di bilang baik itu.
Reya yang berbarik tersebut pun memposisikan dirinya untuk miring mencari posisi nyaman dan meletakkan ponsel di atas telinga sehingga dia tidak perlu memegangnya. "Nggak sampe di mutilasi kan gue nanti?" Dia bertanya lagi meminta pendapat temannya itu yang memang lebih mengenal Ronal.
Dhini langsung ngegas. "Ya enggak!" Seolah wanita itu tidak terima bos nya di tuduh Reya akan memutilasi. "Dia nggak sejahat itu! Cuma ..."
"Cuma apa?" Dahi Reya sontak berkerut, dia mulai was was jika Dhini bersuara dengan nada yang membuatnya teramat penasaran seperti itu.
"Aneh banget ya dia, alasan dia nahan elo apa?"
Huft ...,
Reya menghela nafas lega, dia sudah berfikir macam macam tadi, tapi ternyata Dhini hanya menanyakan itu.
Reya sendiri juga tak mengerti dengan alasan bos Dhini tersebut yang malah menahannya. Padahal kan pria itu tadi juga ngotot mengusirnya bukan. Dan kalau di fikir fikir malah lebih enak pria itu tinggal sendiri dari pada di repotkan oleh wanita asing, kecuali ada niatan tersembunyi yang mana akan merugikan Reya nanti sih.
"Em .., gue juga nggak tau, tapi gue tadi udah sempet minta maaf," Reya juga memang ingin menceritakan perihal dirinya yang minta maaf sampai sujud. Ah tidak tidak, sepertinya tidak perlu sampai itu, Reya belum siap Dhini mengetahui Reya yang biasanya selalu menjunjung tinggi hingga langit harga diri nya itu, malah rela bersujut di depan sepatu hanya demi meminta maaf.
"Udah di maafin?" Tanya balik Dhini mengetahui temannya sudah meminta maaf.
Reya sontak memanyunkan bibir mengingat kata kata pria itu yang menolak permintaan maafnya. "Belom, gue di suruh bayar dulu,"
Dhini terdengar lagi lagi terkejut di sana, "Bayar?" Dan setelah itu tawanya malah meledak, "Haha gila lo, duit bos gue aja nggak akan habis tujuh turunan, ya kali masih mau minta rakyat kismin pencari pundi pundi rupiah macam elo?"
Dhini memang kesulitan percaya dengan apa yang Reya ungkapkan, mengingat faktanya sendiri saya Ronal sekaya itu, jadi tidak mungkin malah meminta Reya membayarnya.
Reya mengerti jika Dhini tidak bisa mempercayainya. Dia sendiri saja bahkan juga tidak akan percaya jika seorang Ronaldo Rivendra meminta bayaran berupa uang. Namun lain lagi jika itu tidak ada hubungannya dengan cuan. "Nah itu, tapi katanya nggak perlu bayar pake uang," jelas Reya yang mana langsung membuat tawa Dhini di sana berhenti seketika.
"Terus pake apa?" Dhini segara melontarkan pertanyaan karena penasaran.
"Em nggak tau, belom ngomong."
Dhini terdengar bergumam di seberang sana, seperti tengah berfikir.
Da setelah beberapa saat, barulah dia mengeluarkan suara,
"Masa lo mau di jadiin babu seumur hidup dia ya," Dugaan Dhini itu juga tidak yakin sebenarnya namun bisa jadi bukan.
"Eh ..." Jujur Reya tak mengerti dengan maksud Dhini, tapi ya kali menjadi babu seumur hidup. Jelas Reya tidak terima setengah mati. Dia siap menuntut bos Dhini jika melakukan pemaksaan macam itu.
Mungkin karena mendengar temannya yang seperti bingung, Dhini pun melanjutkannya seraya terkekeh kecil, "Maksudnya di nikahin."
HAH!
Dan ...
"Anjink! Jangan ngomong sembarangan!" Reya marah besar sampai tidak sadar berteriak keras di sana, seolah dia tidak memperdulikan jika ada pria itu _Ronal_ yang juga berada di dalam kamar sana.
Lagian Dhini juga yang seperti itu, berbicara tanpa filter sama sekali. Bagaimana bisa Dhini mengatakan hal itu. Yang padahal jelas tidak akan mungkin terjadi.
"Ya kan kita nggak tau." Namun bukannya merasa takut atau bagaimana setelah mendapat semprotan dari reya. Dhini masih juga menggoda temannya itu tak lupa kekehannya. Minta di tambah level semprotnya apa gimana Dhini ini.
Reya sendiri yang sudah cukup geram, langsung mengepalkan kedua tangannya itu _masih dengab posisi berbaring miring di atas bangku kayu di atasnya diberi spons_. "Lo ngomong gitu lagi gue slepet ya bibir lo biar jontor,"
Tidak main main ancaman Reya kali ini. Meski entah akan benar dilakukan atau tidak, namun yang pasti dia tetap harus membuat Dhini takut dan berhenti menggodanya dengan kata kata tidak amsuk akal sama sekali macam itu.
Di nikahi apanya?
Cih ...
Dan akhirnya sepertinya Dhini juga langsung menyerah untuk menggoda Reya lagi. Wanita itu memilih untuk menenangkan temannya. Tapi sebenarnya juga dia sama sekali tidak sedius dengab apa yang telah dia ucapkan. Semua hanya sebagai bentuk candaan terhadap Reya _temannya_. Lagipun dia kesulitan percaya kalau Reya bahkan bisa mendapatkan bos nya yang amat sulit di gapai itu. "Iya iya enggak lagi, canda doang. Kayaknya juga nggak mungkin kok. Soalnya rumornya bos gue lagi belom move on dari cewe sejak SMA."
Begitulah rumor yang selama ini berhembus di kantor Dhini. Banyak karyawan yang kadang membicarakannya setiap ada kesempatan. Namun Dhini sendiri tidak pernah menganggap lebih, sebab itu urusan pribadi bosnya. Tapi jika di lihat dari bosnya yang sama sekali tidak terlihat berkencan atau membawa gadis asing ke kantor _yang padahal bos nay itu sering kali lembur hingga malam malam_, sepertinya benar bosnya tidak dekat dengan siapa siapa dan alasannya karena belum move on.
"Eh serius?" Reya tentu saja terkejut sendiri mendengar apa yang dhini katakan. Pasalnya Ronal itu tampan dan tentu saja kaya pake banget, tidak di ragukan lagi. Tapi yang benar saja pria itu malah terjebak dalam belenggu perasaan tidak terbalaskan.
Dhini pun mengiyakan tanpa pikir panjang, jan mulai menjelaskan nya pada temannya tersebut. "Iya, setahun yang lalu ada karyawan yang denger percakapan bos gue sama sekretarisnya. Jadilah rumornya masih terus anget kalo inget bos gue emang nggak pernah mau deket sama cewek manapun. Even dulu ada karyawan yang ngegoda habis habisan aja, sampe nunjukin setengah tete nya, bos gue sama sekali nggak tertarik."
Dhini menceritakan dari apa yang juga dia dengar selama ini tanpa terkecuali. Dia salah satu yang suka mendnegar gosip gosip terhangat maupun yang sudah mlempem di kantor, makanya dia juga tau masalah anak magang yang pernah menggoda bos Ronal itu. Walaupun akhir anak magang yang memang ganjen abies sudah macam tante tante kurang belaian harus menerima sanksi di depak dalam sekali kedipan mata dari kantor. Ya bagaimana ya, sudah kosekuensi. Harusnya anak magang tidak usah bersikap aneh aneh macam itu. Dhini saja yang sudah bekerja di sana cukup lama malah merasa takut kalau berbicara dengan bos nya itu, wibawa dan ketegasan nya itu loh membuat Dhini merinding sendiri kadang.
Reya pun hanya menanggapi dengan anggukan mengerti, tapi sebenarnya dalan otaknya dia tengah memikirkan kejadian tadi, di mana pria itu _Ronal_ bahkan sempat berucap aka menangkal celana dalam dan branya lah, belum lagi menawari Reya untuk berada di ranjang yang sama dengan pria itu.
Hm, sial ... Itu berarti dari memang tidak benar adanya kan.
Merasa tidak ada respon lebih dari temannya, Dhini pun terdengar berucap lagi menjelaskan, sepertinya masih ada cerita lain dari seorang Ronaldo Rivendra yang belum Dhini katakan.
"Cuma sebagian juga nggak percaya masalah dia belom move on, se nggak maunya dia karena belom move on, ya kali malah nolak di susuin cewek, makanya ada juga sebagian karyawan yang nganggep bos gue juga gay." Ucap Dhini panjang lebar menjelaskan pelan pelan.
Reya pun berdecih sebagai tanggapan pertama kali. "Moga gay aja." Lalu dia berucap demikian.
Dhini tersentak sendiri akibat dari ucapan yang Reya lontarkan, lebih ke doa sebenarnya. "Eh, kok gitu?" Dhini mempertanyakan maksud dari temannya itu.
"Ya biar gue ngarasa aman di sini," balas Reya santai tanpa beban.
"Bener juga sih. Tapi ya jangan gitu juga lah, mubazir amat muka cakepnya itu kalo di anggurin." Bukan wajah Dhini, tapi kenapa pula wanita itu yang repot mengurusi wajah tampa Ronal. Ya meski benar sih pasti siapapun cukup menyayangkan jika pria tampan macam Ronal sebenarnya tidak normal.
Reya menyeringai di sana, "Bodo amat lah, yang penting gue aman."
Persetan dengan gay, itu semua tidak ada urusannya dengan Reya.
Dhini sontak mencibir. "Ye lo mah ..., Eh tapi lo udah liat apa aja selama di kamar yang sama?"
Pertanyaan yang Dhini ajukan sudah mirip seperti menanyai seorang pengantin baru saja, yang mana langsung membuat Reya mengernyit tak suka.
"Nggak liat apa apa lah bego, ya kali dia mau nunjukkin tititnya." Memang apa yang mau di tunjukkan, saling melihat satu sama lain tadi saja tidak. Meski sekamar mereka berdua hanya fokus dengan kegiatan masing masing, dan hanya berbicara ketika ada perlunya saja, seperti saat memerintah Reya membersihkan lantai, atau kita pria itu bangun tidur tadi.
"Bukan gitu anjir, maksudnya apa dia nggak kelihatan beda di luar sama pas di dalem?" Meski pun pertanyaan Dhini tetaplah terdengar begitu ambigu, namun Reya langsung saja mengartikan sefahamnya saja. Mungkin maksud Dhini temannya itu adalah penampilan.
"Tambah ganteng." Balas Reya sambil mengingat ingat penampilan Ronal saat pria itu baru saja keluar dari kamar mandi tadi. Sudah di bilang, Reya tetaplah wanita yang akan jujur dengan visual seorang pria tampan.
"Eh ...," Nampaknya Dhini cukup ta menyangka Reya berucap seperti itu mengenai bosnya _Ronal_. Ya meski faktanya sejak dulu temannya itu tidak pernah munafik dengan yang namanya pria sih. Reya saja dulu juga mengagumi wajah tampan suami dari Sia _temannya_.
"Gue akui, bos elo tambah ganteng kalo habis mandi." lanjut Reya menjelaskan lebih detail bagian ketika dia kata tampan tersebut.
"Hah," Kalau dari suaranya nampaknya Dhini terkejut setelah mendengar kata 'habis mandi' itu. "Gilak! Kan, jadi lo liat perut kotak kotaknya dong," sergahnya begitu saja memikirkan hal yang sebenarnya tidak terjadi.
Reya mendengus sebab temannya itu malab berfikir macam macam. "Enggak lah anjir, dia langsung pake baju di dalem kamar mandi. Ya pokoknya tambah ganteng pas keluar. Titik!" Reya tidak mau mengatakannya lagi.
Dhini pun mengerti di seberang sana. Dan setelah itu dia malah menggoda temannya lagi. "Kalo gue jadi elo auto embat sih. Kesempatan nggak dateng dua kali bestie," Dan di akhir i dengan kekehan pelan.
"Nggak!" Sentak Reya tanpa pikir panjang.
Makanya Dhini juga membalas dengan decihan, di karenakan merasa temannya yang tidak asyik ketika di goda. "Dasar kepala batu."
"Biarin,"
Dan begitulah percakapan keduanya, malam Reya dan Dhini kali ini benar benar di isi dengan curhatan masing masing dari keduanya. Tidak hanya Reya tentu saya, tapi Dhini juga bercerita perihal oppa oppa koreanya, juga tentang mantan Dhini yang masih mengubungi wanita itu.
Sejujurnya Reya tak terlalu suka dengan mantan Dhini itu, pria itu sangat posesif yang lebih menjorok ke toxic terhadap Dhini, dulu saja Reya sudah mengingatkan Dhini berkali kali, tapi namanya juga bucin jadi semua pandangan menjadi menggelap _macak Dhini_, dan akhirnya Dhini terjebak dalam belenggu hubungan tak sehat itu selama bertahun tahun, sampai akhirnya mungkin Dhini lelah dan berakhir putus, begitulah Dhini yang akhirnya kembali makin bucin pada oppa oppa korea seperti saat dia masih SMA dulu. Dhini yang awalnya seperti Reya tidak pernah merasakan hubungan percintaan dalam, malah harus mendapatkan pengalaman pertama dengan kejamnya seperti itu, mungkin sebenarnya dalam hati Dhini juga takut untuk memulai lagi, takut jika pilihan juga akan berakhir mengerikan.
Sedangkan Reya, dia juga takut kalau akan menyebalkan. Semua hubungan percintaan di mata Reya tidak enak di lakukan. Merepotkan dan terlebih terlalu membuat hati terombang ambing.
By the way, saat Dhini memiliki pasangan dulu, Reya sadar dia tidak bisa se sering ini berkomunikasi dengan temannya. Bahkan Reya sering memendam semua masalahnya sendiri saat itu, namun ketika Dhini free lagi, barulah Reya kembali menceritakan semuanya kepada Dhini begitupun sebaliknya. Dia sengaja tidak menyia nyiakan kesempatan yang ada sebelum dia bisa bercerita berkomunikasi seperti itu. Mengingat Dhini akan tetap memiliki kuluarga nantinya, Reya memang selalu ingin Dhini memiliki pasangan juga yang bisa menerima wanita itu dan menyayanginya, meski dirinya memutuskan tidak ingin berpasangan, tapi Dhini harus seperti Sia yang memilikinya.
Prinsip Reya dan Dhini memang berbeda, jadi Reya tidak boleh egois menyama ratakan.
Semakin malam mereka saling bertelefon, sepertinya Reya dan Dhini juga sudah mulai lelah mengoceh tanpa henti, makanya mereka memutuskan untuk mengakhiri sambungan tersebut juga. Untuk melanjutkan kegiatan selanjutnya yakni istirahat. Memang saat ini sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam loh.
Dan setelah sambungan benar benar terputus dengan Dhini yang menekan tombol akhiri, Reya pun memilih untuk kembali ke dalam kamar. Jujur dia sudah mulai merasa dingin saat ini, yang padahal tidak seperti biasanya yang selalu memakai pakaian kurang bahan, kali ini dia jaug lebih sopan.
Mengingat Reya memang tak berani mengenakan pakaian pendek. Dia memilih memakai kaos oversize dengan celana kulot panjang. tidak perduli macing atau enggaknya, yang penting dia aman. Di dalam kamar ada seorang makhluk berbatang loh bos, jadi Reya harus berfikir dua kali untuk memakain selana pendek atau tank top saja.
Reya bangkit dari posisinya berbaring tersebut, lalu mulai berjalan masuk kembali menuju kamar seraya memegang ponselnya di tangan kananya.
Saat pertama kali masuk ke dalam kamar, Reya langsung di sambut dengan suara berat milik pria itu _Ronal_ yang sepertinya tengah bertelefonan dengan seseorang.
Reya berusaha tidak memperdulikannya, dan segera menutup pintu kaca berlanjut menaiki ranjang.
Sebenarnya Reya belum terlalu mengantuk, makanya dia juga memilih memainkan ponsel sambil berbaring.
Sesekali Reya juga melirik Ronal yang juga duduk di ranjang depan sana masih juga sibuk dengan ipadnya _setelah selesai menelefon_.
Kalau boleh jujur Reya merasa canggung saat ini, namun dia bisa apa kecuali diam. Reya tak tau akan bisa lepas atau tidaknya dari Ronal, apakah ini akan menjadi akhir atau malah hanya permulaan saja.
Sungguh Reya lumayan takut.
Dia mencoba berfikir untuk bisa lepas dari Ronal secara perlahan.
Dan ya, tiba tiba da teringat dengan seseorang. Yakni pria itu, yang mengaku dari keluarga Rivendra _kalau kata Reno adiknya_.
Okay fiks, Reya harus mencoba lagi untuk menggaet si Rivendra itu agar Ronal tidak bisa melakukan apa apa kepadanya.
Reya langsung membuka aplikasi chatting. Dia akan mengirim pesan pada Rivendra itu, walaupun terakhir kali niatan baiknya di abaikan. Reya rela pasang muka tebal di sana demi. kenyamanan hidup untuk ke depannya.