Apa Ronal bisa di bilang cukup kejam ya dengan Reya, atau malah memang bukan cukup lagi, melainkan sudah kejam?
Faktanya Ronal melakukan itu semata mata bukan hanya karena ingin membalas dendam saja, tapi juga sebab dia merasa senang ketika melihat wajah tertekan wanita itu. Belum lagi saat dia memintanya untuk tetap tinggal yang pasti menggunakan ancaman itu, wajah pasrah nan tertekan sungguh tidak tertahan di wajah teman Sia tersebut.
Tapi memang Ronal juga berbicara jujur untuk masalah dia hanya akan tinggal di kamar ketika tidur malam saja, sebab kalau siang dia ada urusan lain, yakni bekerja. Mungkin kalau hari ini dia tidak pusing dia akan langsung pergi melihat perkembangan proyek nya.
Tapi ya sudahlah walaupun tidak bisa sepenuhnya istirahat karena kendala insiden yang terjadi akibat wanita itu juga berada di kamar yang sama. Tapi Ronal tak mempermasalahkannya.
Saat ini sendiri Ronal memang sudah keluar dari kamar, tepatnya ketika penanggung jawab resort ini yang Ronal tau bernama bapak Ageng tersebut mengunjungi kamarnya. Ronal sudah bisa menduga apa yang hendak pria itu katakan kepadanya, makanya dia memutuskan untuk pergi menjauh dari area kamar agar wanita di dalam tadi tidak mendengarnya, dan merekapun menuju tempat yang cukup sepi.
Tibalah mereka di tempat seperti balkon dengan beberapa kursi santai yang tersedia di sana. Namun tidak ada orang yang berada di sana.
Ronal tidak mau repot repot untuk duduk dahulu, makanya dia berdehem untuk mempersilahkan pria paruh baya untuk berbicara, "Hm,"
Dari raut wajahnya sudah begitu nampak terlihat jika saat ini beliau tengah ketakutan setengah mati, sampai tubuhnya berkeringat dingin, yang padahal Ronal tidak sepenuhnya menghadapnya, Ronal malah menghadap samping untuk melihat pemandangan lautan luas depan sana.
"Ma maafkan saya pak." pria paruh baya itu terbata, mungkin merasa takut etika Ronal sekedar meliriknya, bukan hanya itu tapi dia takut jika kesalahan staff nya membuat investor terbaik di resort ini menjadi marah dan membuat keputusan yang akan merugikan resort, "Maaf Atas kelalaian saya, sehingga semua itu harus terjadi." lanjutnya masih di penuhi nada penyesalan yang amat kentara.
Sebenarnya kalau di fikir fikir kesalahan sampai membawa pengunjung lain di kamar yang sama itu adalah kesalahan fatal loh, belum lagi sifat Ronal yang memang amat tegas dan tidak suka jika ada setitik saya sesuatu yang mengganggu, bisa bisa habis sudah tempat itu dengan Ronal. Namun semua hanya bisa berharap jika Ronal masih memiliki belas kasih untuk mempertimbangkannya lagi.
Hanya saja, rupanya permintaan tulus pria paruh baya tersebut _bapak Ageng_ malah hanya di balasan gumaman oleh Ronal. "Hm,"
Maknanya hal tersebut membuat bapak Ageng merasa bingung tak mengerti di sana. Apakah investornya tersebut marah besar atau malah sebaliknya. Meski begitu dia tetap akan berbicara sebagai bentuk upaya permintaan maaf.
Pria paruh baya tersebut menghela nafas cukup panjang, "Untuk itu saya akan usahakan semua beres setelah ini. Wanita tadi saya akan usir paksa."
Huh?
Ronal yang tiba tiba membalik badan menjadi menghadap bapak Ageng tersebut, membuat sang empu sontak tersentak di tempat. Pria paruh baya tersebut meremas kedua tangannya dengan amat cemas memikirkan apa yang hendak Ronal katakan.
"Tidak perlu,"
Terkejut ...,
"Hah?"
Pria paruh baya tersebut terkejut sekali mendengar kata kata yang terlontar dari bibir Ronal tersebut. Apa maksudnya? Mata pria paru baya itu bahkan sampai melebarkan mata tak terkendali, tak mengerti kemana arah ucapan Ronal.
"Biarkan dia di sana." Ronal melanjutkannya dengan wajah masih juga datar itu, mungkin bermaksud menjelaskan agar penanggung jawab resort itu tidak terlalu kebingungan sendiri.
Meski begitu, tak dapat di pungkiri jika bapak Ageng masih tetap tak mengerti. Alasan pria dingin macam Ronal ini sebenernya apa, yang padahal di lobi tadi wanita itu marah marah dan memprotes ingin mengusir Ronal. Apa sang Billionaire ini rela mengalah pergi dari kamar hanya demi memberi tempat tinggal kepada wanita asing.
"Ke kenapa?" Tidak tahan di selimuti rasa penasaran, pria paruh baya itu bertanya dengan terbata bata.
Ronal melipat memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana samping kanan dan kiri yang dia pakai itu, "Dia teman saya." ujarnya menjawab.
Cih, bahkan Ronal merutuki bibirnya sendiri yang entah kenapa malah menjawab demikian, siapa teman siapa. Tapi kalau Reya teman Sia, dan Sia temannya itu adalah benar.
Terkejut lagi, pria paruh baya itu tentu terkejut sekali dengan jawaban sang investor _Ronal_ itu. Masih tidak percaya jika keduanya adalah teman yang saling mengenal, "Apa? Tapi kenapa wanita itu tadi marah marah." Dia juga mengingat tentang masalah di lobi tadi, bisa di bilang sulit di percaya kalau mereka itu teman.
Mendengar pertanyaan tersebut entah kenapa raut wajah Ronal berubah menggelap di sana. "Itu urusan pribadi."
OLeh karena itu , pria paruh baya itu sontak ketakutan dan tidak berani melanjutkan mempertanyakan lebih, dia meneguk salivanya sendiri sebelum berbicara, tapi yang pasti bukan mempertanyakan perihal hubungan Ronal dengan wanita yang bertemu di lobi tadi.
"Em ... Ka kalau begitu, anda tidak marah kan pak?" tanya pria paruh baya untuk memperjelas, walaupun masih cukup takut. Dia tidak tau isi hati dari seorang pria muda yang selalu memasang wajah dingin tak tersentuh tersebut.
"Marah!"
Hah?
Seketika jawaban Ronal membuat pria paruh baya itu menganga terkejut lagi.
"Tapi anda bilang ...," Dia tidak sanggup melanjutkannya takut takut jika malah makin salah berbicara.
Ronal berdecak kesal, lalu baru membuka suara, "Jangan sampai hal seperti ini terulang lagi!"
Dan selanjutnya binar terang langsung terlihat jelas di kedua mata pria paruh baya tersebut, tidak bisa di pungkiri jika apa yang Ronal ucapkan membuat hati pria itu lega setengah mati. Padahal dia sudah takut jika investor ini marah besar dan memutuskan kontrak untuk menyuntikkan dana dan lain lain, bisa habis dia dengan atasan, apalagi itu di karenakan kesalahan staff administrasi.
"Iya baik pak, saya pastikan tidak akan ada lagi!" ujarnya penuh semangat seraya menunduk memberi hormat kepada Ronal yang bahkan hanya berusia setengah dari pria paruh baya itu.
"Hm," Ronal berdehem acuh tak acuh.
Lalu dengan tanpa mengucap sepatah kata apapun dia pun mulai melangkah pergi meninggalkan pria paruh baya tersebut di tempat, sebab merasa pembahasan di sana juga telah selesai.
Eh tunggu sepertinya Ronal melupakan sesuatu, makanya Ronal segera menghentikan langkah dan membalik badan sejenak,
"Tolong perintahkan staff antar makan malam ke kamar saya!" Permintaan Ronal sudah pasti akan di turuti hanya dengan sekali tunjuk,
Dan benar pria paruh baya tersebut sontak mengiyakan Ronal bahkan dengan penuh kesenangan di wajahnya yang sudah menunjukkan keriput itu, "Baik pak,"
Ronal berniat untuk membalik badan lagi, tapi dia mengurungkannya, dia kembali teringat oleh sesuatu, "Tiga kali lipat lebih banyak." ujarnya menambahkan.
Meski sedikit bingung pak Ageng langsung membalasnya dengan anggukan mengiyakan, tidak ingin malah memperkeruh suasana yang memang sudah bening tersebut, "Ah, iya pak baik."
"Hm," Ronal bergumam, setelahnya dia benar benar melanjutkan langkah pergi dari sana,
Huh? Tiga kali lipat, Ronal tidak tau makanannya akan terlalu banyak dan malah berakhir menyisa atau tidak, tapi yang pasti dia tau kalau di kamarnya tadi telah tinggal seorang yang selalu bar bar jika sudah berhubungan dengan makanan. Jadi ya, memang lebih baik untuk meminta yang banyak saja.
Tidak perlu menunggu lama, Ronal pun tiba di kamar yang mungkin masih berisi wanita itu Reya. Eh, tunggu ..., Tidak mungkin kan wanita itu kabur ketika di tinggal pergi olehnya kan.
Hm ..., Tapi hal itu bisa saja terjadi sih.
Oleh karena itu Ronal harus memastikannya apa benar wanita itu berani melakukannya.
Ronal buru buru membuka kunci kamar menggunakan kartu akses yang dia pegang, dan langsung saja setelah benar terbuka dia mulai mendorong pintu tesebut.
Yang pertama kali Ronal lihat saat menyusuri kamar adalah tidak ada siapa pun di sana, ini ruangan itu sepi tak ada siapapun hanya menyisakan kopernya sendiri.
Huh?
Ronal mendengus sambil mengangkat satu sudut bibirnya tinggi tinggi. Ah jadi wanita itu berani ya melanggar perintahnya, okay!
Baru juga Ronal hendak mengumpat, samar samar dia mendengar suara gemericik air dari samping sana, lebih tepatnya dari kamar mandi.
Sontak saja hal itu membuat dahi Ronal berkerut dalam. Apa wanita itu tidak pergi dan memang tengah berada di kamar mandi?
Dan ketika Ronal memutuskan untuk melangkah maju menuju satu ruangan yang memang juga terhubung dengan kamar mandi itu dia pun bisa melihat sebuah koper yang berada di sana. Ruangan itu adalah mini walk in closed.
Ah berarti itu benar, Reya tengah membersihkan diri. Entah kenapa mengetahui faktanya malah membuat Ronal ingin mendengus saja. Merasa begitu bodoh.
Aish ... Sudah lah,
Merasa cukup merutuki kebodohannya tersebut, Ronal memutuskan untuk mengambil ipadnya yang tadi dia letakkan di atas meja tadi _dan masih tak berpindah tempat itu_.
Dia membawa ipadnya menuju ranjang _yang terhubung dengan balkon kolam renang juga dinding kaca yang menembus lautan yang berwarna jingga itu_.
Ah tidak, ternyata Ronal tidak berbaring melainkan dia hanya bersandar di ranjang seraya membuka ipadnya itu kembali. Beginilah Ronal, di mana pun dan kapanpun dia sulit sekali lepas dari yang namanya ipad dan laptop. Dan semua orang di sekitar Ronal pasti mengerti akan hal itu, lebih tepatnya dua tahun ini Ronal merasa ipad dan laptop sudah seperti teman sejawatnya sendiri.
Gemericik air itu terus berbunyi, hingga tidak lama akhirnya mulai berhenti, Ronal sadar jika dia juga memerlukan hal seperti itu, dia perlu membersihkan diri.
Ronal yang masih setia bersandar di kepala ranjang pun mulai melirik pintu kamar mandi depan sana, saat mendengar suara pintu yang seperti tengah di buka itu.
Dan benar saja, ketika pintu terbuka langsung menampakkan sosok wanita tadi yang sudah nampak lebih fresh dengan pakaian longgar macam kaos oversize dan celana panjang. Rambutnya juga basah saat ini.
Ronal memang tidak sepenuhnya mengamati wanita itu _Reya_ dia bahkan hanya melihat sepersekian detik saja. Namun hal itu sudah bisa membuat Reya mengetahui apa yang telah terjadi.
Setelahnya Ronal kembali fokus dengan ipad di pangkuannya, dia menggeser geser dan membaca beberapa file yang beberapa saat lalu di kirimkan oleh Sandy _seertarisnya tersebut_.
Namun beberapa saat terlalu fokus dengan membaca, Ronal di buat terkejut menyadari jika wanita yang saat ini sama sekali tidak memakai make up _tidak seperti biasanya_ itu, ternyata sudah berdiri di samping _kanan_ ranjangnya. Hanya saja wanita itu tak mengatakan apapun malah diam saja sambil meremat ujung kaos over size yang dia pakai.
"Ada apa?" tanya Ronal to the point tanpa menoleh sedikitpun mata nya masih menatap lurus pada ipad, ah tidak, dia sempat melirik dengan ujung matanya tadi.
Walaupun tidak melihat, tapi Ronal tau jika wanita itu _Reya_ nampak gelisah di tempatnya, tapi akhirnya wanita itu tetap berbicara. "Em ... Itu, misal, misalnya kita bertukar tempat bagaimana?"
Jari Ronal yang menggeser layar ipad mendadak saja terhenti, beberapa saat dia hanya menunjukkan posisi seperti itu sebelum akhirnya dia mengangkat pandangan dan menoleh menghadap wanita tersebut. Yang seolah tidak perduli jika rambutnya yang saat ini lumayan basah menjadikan beberapa air yang masih tersisa menetes ke lantai.
Ronal agak terkejut dengan tingkah cuek wanita itu, airnya ke mana mana loh. Tapi Ronal tidak ingin memperdebatkannya, dia memilih merespon curhatan yang lebih condong ke permintaan tersebut dengan gumaman.
"Hm?"
Reya juga terlihat lumayan gelagapan sebab saat ini di tatap seperti itu dengan mata tajam Ronal, namun wanita itu buru buru menjelaskan. "Saya ingin dekat dengan pintu itu." lanjutnya seraya menunjuk ke arah dinding dan pintu kaca tersebut. Reya ingin jika di pagi hari bisa langsung di sambut pemandangan indah depan sana di detik pertama dia membuka mata.
Ronal hanya menggedikkan bahu, dan setelahnya mulai menghentikan aktifitasnya menatap Reya menjadi fokus lagi pada ipadnya, "Hm. Itu urusan anda."
Reya memejamkan mata sambil mengepalkan kedua tangannya tersebut pelan. Tapi akhirnya wanita itu pasrah, memang bukan hak dia memaksa bukan, "Huft, ya sudah kalau begitu."
Dan setelah itu Reya nampak membalik badan undur diri, dan pergi dari samping Ronal.
"Ck,"
Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba tiba Reya mendengar Ronal yang berdecak keras keras, makanya hal itu seketika saja membuat wanita itu menghentikan langkah di tempat dan menoleh untuk melhat Ronal.
Dan betapa terkejutnya wanita itu, mengetahui jika saat ini Ronal tengah bangkit dari rajang sambil membawa ipadnya, lalu Ronal berucap, "Saya hanya perlu tidur."
Reya melebarkan mata tidak tertahan, wanita itu langsung paham ke mana arah ucapan Ronal itu.
Yups, benar sekali, Ronal memang mengizinkan Reya untuk menempati ranjang di bagian itu, tidak, bukan karena Ronal merasa kasihan dan rela mengalah, tapi seba dia malah tidak suka jika paginya langsung di sorot sinar matahari.
"Yeyyy ... Upps,"
Ronal mendengar pekikan yang berusaha di tahan namun tetap keluar dari wanita itu. Dan dia meresponnya hanya dengan sebuah dengusan.
Ronal pun berlanjut meletakkan ipadnya di atas meja, dan mulai menuju walk in closed untuk mengambil handuk di sana.
Ya Ronal ingin membersihkan diri, makanya dia pergi begitu saja meninggalkan wanita itu yang masih nampak kegirangan bisa menempati ranjang sesuai dengan keinginan wanita itu.
***
Malam pun tiba, mungkin saat ini tengah menunjukkan pukul 7 tepat. Dan Reya sendiri hanya duduk di sofa depan sambil memainkan ponsel, by the way rambutnya sudah kering sepenuhnya dia juga sempat di marahi Ronal untuk membersihkan lantai yang sempat dia buat becek akibat rambut basahnya yang menetes di mana mana.
Reya sendiri sebenarnya saat ini merasa lapar, tapi dia juga malas. Yang dia tau sebenarnya resort ini menyediakan makanan yang di antar ke setiap kamar customer namun baru jam segini Reya belum mendapati makanan. Entahlah Reya bisa ikut makan atau tidak nanti, mengingat kamar ini sebenarnya bukan tempatnya, dia hanya numpang, mengingat dana yang sebelumnya dia buat untuk membayar, telah di transfer balik dengan full penuh tanpa potongan, belum lagi dia juga mendapat e voucher diskon dengan kode di dalamnya. Hm tentu Reya sangat senang karena tidak merasa rugi sama sekali. Tapi sejujurnya dia juga tidak senyaman itu berada di sini, apalagi bersama dengan pria asing macam bos Dhini.
Reya merasa tertekan, dia ingin pergi saja, tapi sepertinya memang tidak bisa. Di tidak berani membantah. Jujur dia takut dan masih penasaran dengan apa yang di maksud bos Dhini perihal bukti. Reya takut jika malah akan membahayakan dan mempermalukannya nanti. Makanya dia mengambil cara aman dengan menuruti saja.
Reya pun merasa bosan saat ini, dia tadi menghubungi Dhini, namun wanita itu tengah sibuk karena tengah bersama ibunya, makanya Reya bisa mengerti dan memilih mengeskrol aplikasi t****k itu. Reya terus menggeser geser, yang mana sebagian besar berisi video video makanan yang malah makin membuatnya merasa lapar saja.
Merasa jika Reya harus mengalihkan otaknya yang hanya berisi makanan itu, dia pun berhenti membuka aplikasi tersebut, dan menyimpannya di atas meja sana. Namun tiba tiba dia mendengar suara ketukan dari dalam, di mana pintu dalam seperti tengah di ketuk seseorang.
Reya melirik melalui dinding kaca tersebut, dan benar jika pintu memang seperti tengah di ketuk oleh seseorang. Reya juga bisa melihat kalau saat ini bos Dhini yakni Ronal tengah memejamkan mata tertidur di atas ranjang sejak satu jam yang lalu atau setelah membersihkan diri tersebut.
Sial, Reya akui jika Ronal memang setampan itu, kulitnya bersih, tubuhnya juga atletis, belum lagi wajahnya yang begitu pas dengan mata tajam, alis tebal, hidung mancung dan rahang yang jelas amat begitu tegas.
Err ... Reya bisa gila jika melihat pemandangan seperti itu ketika pria itu baru saja selesai mandi setiap hari, sebab saat setelah mandi tadi, ketampanan Ronal benar benar terlihat dua kali lebih mantap pake banget dari sebelumnya, mengingat rambut basahnya benar benar amat menggoda. Padahl Ronal hanya memakai kaos putih dengan celana hitam saja, tapi semua sudah nampak cocok di mata Reya.
Husshh ... Tidak seharusnya Reya mengagumi pria itu dengan segitunya. Pria itu adalah bos Dhini yang mana memang seorang Billionaire dan juga orang yang tengah menyanderanya, entahlah bisa di katakan menyandra atau tidak, namun menurut Reya begitu adanya. Meski sebetulnya Ronal juga belum berlaku jahat jahat banget hingga sekarang, mungkin ucapan pedas nan tajamnya saja yang sering membuat Reya harus menahan diri dengan sekuat tenaga. Apalagi tadi ketika menyuruh Reya membersihkan lantai yang basah, Ronal benar benar hampir nembuat Reya lagi lagi kelepasan mengumpat.
Tok ... Tok ..
Karena terlalu fokus dengan lamunannya sendiri, Reya lupa jika pintu di sana memang ada yang mengetuk.
Reya sedikit merutuki kebodohannya seraya bangkit berdiri _sengaja meninggalkan ponsel di atas meja luar, karena nanti dia akan ke sana lagi_.
Reya berjalan menuju pintu, di mana pintunya memang berada di samping ranjang tempat Ronal tertidur.
Dia melirik sedikit Ronal yang nampak tidur dengan damai dengan di tutupi selimut hingga hampir seluruh tubuhnya tertutup i, dan malah hanya meninggalkan kepalanya saja.
Tok ... tok ... Tok ...
Pintu kembali di ketuk perlahan, ya tidak heran sih pintu terus terusan di ketuk, karena Reya yang juga tak kunjung membukanya.
Setelah sampai di depan pintu Reya tanpa pikir panjang langsung menariknya hingga pintu benar benar terbuka sepenuhnya.
Dan Reya sungguh terkejut rupanya yang datang adalah seorang wanita dengan pakaian staff seperti di lobi tadi, di mana wanita itu tidak hanya sendiri melainkan dia juga membawa sebuah macam meja dengan roda di kaki kakinya. entah apa namanya, yang jelas benda itu di dorong dengan banyak piring piring berjajar berisi makanan di sana.
Dan makannya cukup banyak, banyak sekali malah. Reya samapi meneguk salivanya sendiri yang sedari tadi nyerocos keluar akibat berselera ketika melihat banyak makanan enak.
"Permisi ibu, saya di tugaskan untuk mengantar ini," Ucapan staff tersebut berhasil membuyarkan Reya dari lamunannya menginginkan menyantap makanan.
Reya pun mengangguk kaku, "Ah i iya,"
Sejujurnya Reya juga senang, di saat perutnya sudah keroncongan dia malah mendapat rejeki nomplok dari tuhan dengan banyak makanan itu. Eh tunggu, sepertinya tidak semua di turunkan, pasti itu hanya untuk sebagian, sedangkan sisanya diberikan pada pengunjung kamar lain. Tapi tidak apa apa lah yang penting makanan.
"Bolehkah saya masuk?" Pertanyaan yang lagi lagi di ajukan _sebab Reya nampak tidak berkedip melihat makanan itu_ membuat sang empu mengangguk cepat dan segera menyingkir untuk memberi jalan.
Reya menuntun staff wanita itu untuk menuju meja di sana. Dan setelah sampai wanita itu mulai menurunkan piring piring berisi makanan yang memang juga di tutupi oleh plastik wrap tersebut untuk menjaga kehigienis an.
Ehm ... Sepertinya Reya perlu menanyakan apakah makanan itu bisa di pilih menunya atau tidak.
Namun baru juga Reya hendak bertanya, dia malah di buat melongo tidak percaya ketika staf wanita itu tidak henti hentinya meletakkan makanan di atas meja. Semua makanan, dari makanan western dan seafood sekalipun.
Lidah Reya kelu untuk sekedar membuka suara, dan setelah beberapa saat dan staff wanita itu berhasil menurunkan makanan seluruhnya, barulah Reya bisa bersuara.
"Se semua?" tanya Reya dengan terbata.
Dan staff wanita itu yang merasa di tanyai sontak tersenyum tipis di sana, lalu mulai menjawab, "Iya ibu, suami anda memerintahkannya seperti itu," ujarnya sambil menoleh pada pria yang tengah berbaring di atas ranjang, siapa lagi kalau bukan Ronal.
Eh ...
Reya mematung di tempat,
Tunggu ...,
SUAMI SIAPA?
Reya melebarkan mata tidak terima juga terkejut dengan apa yang barusan staff wanita itu katakan. Sial!
"Silahkan menikmati ibu,"
Baru juga Reya hendak mengklarifikasi, namun staff wanita itu sudah lebih dulu berpamitan pergi, dan seolah wanita itu buru buru pergi dari sana karena tidak ingin mengganggu.
"Tung --, aish bukan suami gue!" desis Reya pelan, ketika pintu sudah benar tertutup kembali dengan staff wanita itu yang telah keluar sepenuhnya.
Reya memanyunkan bibir kesal, kenapa staff wanita itu bisa menganggap mereka berdua adalah sepasang suami istri? Harusnya Reya menjelaskan kesalah fahaman dengan cepat tadi, jadi tidak berending seperti ini.
Aishh ...
Reya melirik Ronal yang nampak damai tidak tau apa yang baru saja staff wanita katakan. Untung saja pria itu tidak mendengar, kalau tadu mendengar Reya pasti juga akan merasa malu setengah mati karenanya.
Reya pun menghela nafasnya pelan.
"Tauklah,"
Dan dia mencoba melupakan kejadian tadi dan mengalihkan tatapannya menjadi melihat ke arah makanan yang berjajar di meja.
Wow ...
Persetan dengan di anggap suami atau apalah itu, yang penting Reya mendapat makanan banyak bukan main, jadi dia bisa makan sepuasnya haha ...
Tangan Reya pun bergerak hendak mengambil makanan favoritnya tersebut, apalagi kalau bukan udang. Reya sangat menyukai udang. Dan ketika sudah menyentuh ujung piring dia malah terdiam seolah teringat sesuatu.
Yups ... Reya memang mengingatnya, Reya lupa kalau dia di sini hanya numpang, semua yang di lakukan jika ada pria itu dia harus meminta izin dari sang pemilik bukan?
Oleh karena itu, REya dengan wajah cemberut kembali menarik tangannya, dan membalik badan menghadap Ronal yang setia memejamkan mata.
Reya lapar, tapi dia tidak bisa sembarangan. Makanya dengan keputusan yang amat bulat, Reya pun melangkahkan kaki menuju ranjang tempat Ronal tertidur _perlahan_.
Dia berniat membangunkan pria itu untuk berpura pura mengajak makan dahulu sebelum menuju inti yakni meminta izin ikut memakan.
Aishh ... Membangunkan pun juga bukan pilihan bagus, bagaimana jika pria itu malah mengamuk balik kepadanya, bagaimana jika dia tidak terima di bangunkan setalah baru satu jam tertidur.
Makanya dengan menimang nimangnya, Reya memilih tetap membangunkan dengan pelan, dan jika pria itu tidak bangun dia tidak akan bersikeras membangunkannya.
Tiba di samping kiri ranjang Ronal, dengan perlahan dan memang sangat takut itu, Reya pun menepuk kaki pria itu, sambil mengeluarkan cicitan, "Bangun, bangun," Bayi pun pasti tidak akan bisa mendengar suara Reya yang amat kecil itu.
Sepuluh detik tak ada respon, akhirnya Reya menyerah, dan kembali menuju meja makanan.
Bodo amat dengan Ronal dan izin dari pria itu, Reya pun memutuskan mengambil udang di sana dan membukanya dari plastik wrap yang menutupi.
Reya makan lebih dulu, tidak tahan juga dengan aromanya.
Namun setelah beberapa suap Reya menikmati menyantap makanan. Secara tiba tiba dia malah mendengar suara bariton seseorang yang menginterupsi dari arah belakang.
Dan siapa lagi kalau bukan berasal dari pria itu, Ronal.
"Milik siapa yang anda makan?"
Hng ...,
Reya seketika berhenti mengunyah _meski mulutnya saat ini tengah terisi penuh_ , dia mulai menoleh perlahan mendapati Ronal yang memang sudah terbangun dan saat ini berposisi duduk di atas ranjang, rambutnya sedikit berantakan karena habis tidur.
Dengan susah payah Reya menelan makanannya meski belum dia kunyah lembut, hal itu di lakukan karena dia ingin berbicara,
Merasa sudah bisa berbicara, dia pun membalasnya dengan sedikit kepanikan di sana, "Saya kira anda tidak mau makan."
Tidak mau apanya, alasan Reya memang sangat tidak etis sekali. Ronal saja bahkan tertidur dan belum menjawab mau atau tidaknya.
Ronal pun membalas dengan decihan pelan, dan akhirnya Reya bisa mendengar pria itu menyuarakan lagi,
"Lanjutkan."
Dan karena itulah Reya sontak saja berbinar terang melanjutkan kembali menyantap makanan tanpa malu malu,
Ronal sepertinya memang tengah tidak dalam keadaan mood makan. Makanya saat ini pria itu malah bangun untuk membuka ipad dan membuka laptop nya tersebut dari pada menyantap makanan.
Hm, sebenarnya bisa di bilang setelah tertidur kurang lebih 1 jam pria itu sudah cukup merasa lebih baik, makanya bisa bekerja lagi.
Tanpa Reya pedulikan, sesekali Ronal memang melirik Reya yang asik dengan dunianya sendiri tersebut, apalagi kalau bukan makan. Reya bahkan menyantap makanan dengan sangat semangat, seolah wanita itu tidak memedulikan ada pria lain yang juga berada di sana.
Dasar, Reya memang selalu begitu jika sudah berhubungan dengan makanan, sangat tidak jaga image.
Huh ...