Reya sekarang sudah tiba di depan kamar vvip sweet room 4, tempatnya tadi. Namun dia tak kunjung membuka pintu dan malah menghela nafas terus beberapa kali, tangannya terangkat hendak menempelkan kartu akses di sana, namun dia juga tidak jadi jadi, dan malah diturunkan lagi.
Reya masih belum sanggup bertemu dengan sosok pria itu _bos Dhini_, namun ya bagaimana lagi, dia memang perlu masuk untuk berkemas kemas lagi dan mengambil barang bawaannya.
Huft ...,
Sekali lagi dia menghela nafas cukup panjang seraya meyakinkan diri, dia tidak boleh membuang buang waktu lagi, mengingat waktu terus berjalan dan akan berlanjut gelap.
Dan akhirnya Reya benar mengangkat tangan untuk menempelkan kartu akses di di scan bar code di sana.
Akhirnya pintu benar benar terbuka, makanya dia juga langsung memegang handle pintu untuk membukanya.
Cklekk ...
Perlahan namun pasti Reya mendorong pintu tersebut, hingga akhirnya dia bisa melihat keadaan di dalam sana.
Hng ...,
Dan seperti dugaan Reya, pria itu masih di tempatnya seperti terakhir kali REya tinggal, yakni duduk di sofa, namun saat ini benda di tangannya yang sebelumnya ponsel sudah berganti menjadi ipad berkamera tiga seri terbaru itu.
Baru juga Reya melangkah masuk takut takut, dan menutup pintu dengan sangat perlahan, dia malah mendengar suara yang pria itu _bos Dhini_ melontarkan kata kata.
"Saya menang bukan?"
Deg ...
Hanya mendengar pertanyaan tersebut entah kenapa Reya jadi kaku di tempat, dia tak tau harus melanjutkan langkah atau hanya diam saja seperti patung saat ini. Boro boro melangkah, meneguk saliva saja dia kesusahan.
Dan dengan kekuatan yang dia kumpulkan penuh, meski pria itu tak menatapnya sama sekali, Reya tetap akan menjawabnya. "Ya ... Anda!" cicit Reya, berbanding terbalik dengan dirinya sebelum keluar menuju lobi tadi.
Dapat Reya lihat kalau gerakan tangan pria itu terhenti di atas layar ipad, dan setelahnya Ronal _bos Dhini_ menoleh perlahan ke arah Reya yang memang hanya diam saja itu
"Hm, okay," balas bos Dhini, yang mana membuat Reya menghirup nafas lega, sebab pria itu tidak merespon lebih di sana.
Reya pun berjalan pelan menghampiri kopernya, lalu berjongkok di lantai untuk membereskan isi kopernya tesebut yang memang bersepah sekali isinya, jujur saja dia tadi tidak sempat memikirkan masalah koper sama sekali, tapi untung saja dalamannya tidak menyembul keluar karena dia sudah selipkan di tempat paling bawah yang pasti tidak akan kelihatan dan dia tidak double malu jadinya.
Ah Reya juga baru ingat jika baju yang hendak dia buat ganti tadi masih di sisi kamar satunya di atas ranjang itu. Hanya saja jika dia mengambilnya, pasti dia malah akan melewati depan pria depan sana _Ronal_ yang saat ini tengah duduk sofa di sana.
Aishh ...
Tapi Reya juga tidak bisa meninggalkan pakaiannya begitu saja, alhasil mau tak mau Reya tetap harus mengambilnya bukan.
Akhirnya dengan gerakan yang masih tetap perlahan, dia pun mulai berjalan layaknya pengantin saking pelannya, dia juga sengaja melipir agak jauh ke sisi di mana dia nanti tidak akan terlalu mepet dengan Ronal.
Jantung Reya berdegup tak karuan, meski hanya melewati pria itu saja. Memang ya efeknya sangat begitu kentara sekali.
Tepat ketika Reya hampir sampai di dekat pria itu, Reya langsung di buat terperangah mendengar kata kata yang terlontar.
"Anda tidak lupa untuk menjelaskan masalah tamparan bukan?"
Tidak hanya terperangah, Reya juga sampai berhenti mendadak di tempatnya. Sontak saja dia meremat kedua tangannya yang sudah basah akibat keringat dingin itu.
Dan ketika Reya menoleh untuk melihat wajah pria itu, Reya langsung sadar kalau saat ini bos Dhini tengah sedikit memiringkan kepala sambil menyunggingkan seringaian meremehkan di sana.
Okay, kalau tadi sih pasti Reya akan langsung terpancing, namun kali ini berbeda dia hanya diam saja tidak dapat berkutik sama sekali.
Reya bisa menyadari kalau pria itu masuk menunggu jawabannya. Makanya Reya ikut deg degan sangat saat ini.
Karena memang tidak ada jalan lain, Reya pun memutuskan untuk melanjutkan langkahnya, bukan, dia bukan menuju ranjang seperti niat awal, namun dia menghampiri bos DHini tersebut.
Reya menghampirinya pelan diiringi degub jantung yang sudah tak karuan itu.
Sedangkan di sisi lain, nampaknya Ronal _pria itu_ juga penasaran dengan apa yang hendak Reya lakukan, terlihat dari alisnya yang saat ini terangkat sebelah, antusias.
Huft ...
Reya mengambil nafas dalam dalam, urat malu sepertinya memang sudah ia putus untuk sementara demi kelancaran hidupnya mendatang.
Okay ...
Dan tepat ketika Reya tiba di depan Ronal yang tengah duduk di sofa itu di mana mungkin hanya berjarak 1 meter itu_, Reya pun sedikit menunduk untuk melihat wajah tampan dari bos Dhini _saat ini menatapnya mendongak_.
Selanjutnya, tanpa di sangka sangka bahkan Ronql pribadi, Reya langsung saja bersimpuh duduk di lantai dan berlanjut bersujud tepat di depan sepatu mengkilap yang sudah pasti mahal tersebut.
Wajah Reya benar benar sudah tak terkendali saat ini, pasti dia memerah padam malu pakai banget itu. Tapi ya mau bagaimana lagi kan. Reya tetap melakukan sudut an seraya menguatkan hatinya.
Ronal tak menunjukkan respon apa apa di sana, dia diam saja membiarkan apa yang hendak Reya lakukan. Sedangkan Reya sendiri juga sama hal nya, dia malah bersujut saja tapi tidak kunjung mengeluarkan suara.
Sebenarnya hal itu karena lidah Reya terasa kelu, dia tidak sanggup mengatakan apa apa rasanya. Makanya dengan sekuat tenaga di mencoba menelan salivanya dahulu agar bisa berbicara lebih lanjut.
Dan setelahnya benar, dia memang bisa melanjutkan ucapannya. Walaupun sedikit terbata di awal kalimat. "Sa saya ..., mau minta maaf."
Reya berhenti sejenak, dia sendiri tak mau untuk mengangkat pandangan melihat ekspresi wajah bos Dhini di atasnya itu. Dia memilih melanjutkan ucapannya lagi.
"Saya minta maaf dengan sangat tulus, atas segala kesalahan yang telah saya lakukan kepada anda."
Reya sejujurnya tetap tidak merasa salah sepenuhnya, namun dia juga tidak bisa apa selain tetap merendahkan diri dan menganggap semua memang salahnya.
"Untuk menyiram kopi jujur saja saya tidak tau sama sekali kalau ternyata anda lah yang terkena, dan membuat anda di permalukan berhari hari."
"Dan perihal tamparan, saya juga minta maaf yang sebesar besarnya, saya akui saya sangat bersalah karena melakukan kekhilafan dan malah menampar anda di depan umum."
Reya berhenti, lalu dia memberanikan diri untuk bangkit dari posisi sujud menjadi duduk, dan berlanjut mengangkat pandangannya menghadap langsung ke arah wajah tampan pria itu dari bawah. Kalau boleh jujur lagi, ternyata dilihat dari bawah pria itu benar benar sangat menarik, mengingat rahang tegasnya dapat terlihat jelas dari mata Reya sana ..., Ei ... Tapi tidak tidak, mata tajam itu sangat tidak enak sekali di lihat, karena terasa mengintimidasi terus dan membuat Reya takut.
Reya memejamkan mata dua detik sebelum kembali melihat mata tajam bak elang memburu mangsanya itu.
"Oleh karena itu, saya sangat berharap anda bisa memaafkan segala kesalahan saya, agar kedepannya saya tidak menanggung beban kesalahan yang begitu besar ini lagi. Dan saya juga anda bisa hidup normal kembali layaknya tidak terjadi apa apa." Reya menutup permintaan maafnya dengan sedikit menunduk lagi, namun masih dengan posisi duduknya bersimpuh tersebut.
Dan beberapa saat Reya menunggu respon dari bos Dhini itu,
Yang rupanya,
"Huh?"
Reya malah mendengar dengusan dari pria itu, yang menjadikan Reya sontak mengangkat mendongak lagi melihat wajah itu _cepat_. kenapa responnya adalah dengusan.
Apa? kenapa?
Rasa bingung dan penasaran bercampur menjadi satu pada diri Reya.
Dan tiba tiba Ronal itu malah mengangkat satu sudut bibirnya lagi, jelas tengah tersenyum miring, lalu bersuara dengan menggunakan suara bass yang amat mencekam itu, "Tidak terjadi apa apa, hm?"
Reya hampir melongo jika tidak ingat untuk segera mengatupkan bibirnya lagi rapat rapat.
Sepertinya Reya telah salah berbicara, jadi lebih baik dia buru buru meralatnya dari pada terjadi sesuatu yang lebih tidak terkendali,
"Bu -bukan begitu, maksud saya ...,"
Namun belum sempat Reya menyelesaikan ucapan penjelasannya, pria itu lebih dulu memotong ucapan Reya dengan mengangkat tangan lumayan di dekat wajah Reya. Makanya Reya langsung mengulum bibirnya tidak jadi bicara.
"Okay tidak masalah," lanjut Ronal yang mana membuat mata Reya berubah berbinar terang kesenangan.
"Terima kas ___"
"Sayangnya saya hanya bisa melupakan jika anda sudah meminta maaf dengan tulus,"
Dan untuk kedua kalinya pria itu _Ronal_ malah memotong ucapan Reya lagi, yang bahkan Reya belum selesai mengucapkan kata terimakasih dengan sempurna, tapi semuanya sudah langsung terpatahkan oleh kata kata penuh penekanan nan tidak tau diri dari Ronal.
Untuk yang kali ini Reya sampai tidak bisa menahan bibirnya untuk tidak menganga lebar terkejut. Belum lagi di dalam hatinya dia sudah menggebu gebu tidak terima.
HEHH! KURANG TULUS APA DIRINYA SAAT INI!
Bisa dibilang begitu, Kalian bisa lihat bukan, bagaimana Reya berusaha keras meminta maaf, sampai melupakan harga diri yang selama ini dia junjung setinggi langis, hei, dia sudah sujud loh di kaki pria ini, apa dia buta sampai tidak bisa melihat ketulusan yang mendalam dari Reya. Reya saja selama ini sepertinya tidak pernah bersujud di kaki kedua orang tuanya sendiri loh. AIshh ...
Reya mengepalkan kedua tangannya erat erat, menahan sesuatu dalam diri agar tidak meledak begitu saja, "Apa yang bisa saya lakukan agar permintaan maaf saya terlihat sangat sangat tulus di mata anada?" tanya nya dengan penekanan di setiap katanya, meski begitu dia juga menunjukkan beserta senyuman manis yang sangat terlihat jelas jika di buat buat.
Ronal melipat kedua tangannya di depan d**a _yang sebelumnya meletakkan ipad di meja sampingnya_ "Anda harus membayar," ujarnya dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Hah?
Tentu saja Reya tak menunjukkan respon lain kecuali keterkejutan di wajahnya itu.
Membayar ya? Haha ...,
Sialan!
Kampret!
Bangke!
Taikk!
Aissh ...
Reya benar benar mengumpatkan segala jenis umpatan yang dia ingat dalam otak cantiknya itu, dia sungguh kesal, bagaimana bisa ketulusan harus di tunjukkan melalui uang.
Sial! Padahal jelas di sini yang kaya raya bukan main adalah pria itu, serius pria itu ingin menguras habis uang dari rakyat jelata macam Reya ini?
Apa memang motto Ronal itu, ingin orang tak berdaya memperkaya orang kaya ya?
Reya mengeram tertahan di sana, lalu tatapan juga sudah berubah sengit terhadap Ronal.
"Berapa?" Reya bertanya dengan desisan pelan.
Bukanya merasa kasian pada Reya yang terlihat tertekan itu, bos Dhini malah sebaliknya, pria itu tersenyum miring nampak puas di bibirnya, sambil bergumam pelan, yang entah memang tengah berfikir atau hanya pura pura berfikir, "Hm ...,"
Reya sendiri sudah sangat ketar ketir di tempatnya, kalau dari wajahnya sih Reya sudah bisa menduga kalau yang akan di minta pasti bukan hal remeh, mengingat setiap harinya pasti mata pria macam Ronal terbiasa melihat digit digit angka yang sulit di jangkau Reya.
Huhu ... Reya takut tabungannya yang hanya sedikit itu ludes atau malah tak terpenuhi. Tapi bukannya jika sudah melebihi batas sama saja dengan kejahatan pemerasan ya.
"Tunggu ..." sela Reya ketika melihat Ronal yang membuka mulutnya seperti hendak berbicara.
"For your information, saya ini tidak kaya, uang saya kecil, saya hanya memiliki pekerjaan yang tidak selalu menghasilkan setiap harinya, belum lagi saya masih memiliki banyak cicilan. Jadi mohon di pertimbangkan ketika menyebut nominal angkanya," Reya berharap apa yang telah di ungkapkan bisa menjadikan pria di atasnya itu berfikir dua kali jika meminta uang yang terlalu banyak. Karena Reya jelas tidak akan sanggup membayarnya.
Reya dapat mendengar Ronal mendengus di sana. "Membayar bukan berupa uang,"
Eh ...
Reya sontak membeo setelahnya. Matanya berkedip beberapa kali seraya melihat mata tajam Ronal itu.
Apa maksudnya?
Sungguh reya tak mengerti apa yang pria itu maksud dengan membayar tanpa uang ...,
Hah ...,
Tunggu sebentar!
Reya melebarkan mata tiba tiba, ketika di otak kecilnya terlintas sesuatu yang memungkinkan bisa di artikan membayar.
Tapi bukan hanya terkejut, namun Reya juga marah di sana, wajahnya kembali berubah merah hanya saj bukan merah sebab malu, lebih tepatnya karena dia kesal sekali saat ini.
"Sialan!" Reya tak tahan hingga dia sampai mengeluarkan umpatan, "Meski saya tidak sanggup menggunakan uang. Tapi saya bukan wanita yang seperti anda pikirkan!" lanjut Reya dengan suara lantang menggebu gebu dan jari telunjuk yang ikut terangkat menujuk ke arah wajah Ronal.
Dan untuk beberapa saat Ronal tak merespon lebih kecuali hanya menatap Reya datar. Sebelum akhirnya jari telunjuk Reya kembali di turunkan perlahan oleh Ronal _seperti kejadian tadi_.
Deg ...,
Lagi lagi Reya sampai tersentak ketika jari besar Ronal menyentuh jarinya sendiri. Seolah ada sengatan listrik yang terhubung di sana.
Ronal tertawa kecil penuh ejekan itu, "Memang apa yang saya pikirkan?"
Eh ...,
Langsung saja Reya terbengong lagi, dia linglung, tak tau harus menjawab apa.
Apa mungkin Reya yang berfikiran terlalu jauh ya? Meski begitu Reya tetap menjawabnya, walaupun sangat ragu.
"Em ... Em ..., me -memakai tubuh saya?" Bukan seperti jawaban, namun hal itu lebih ke pertanyaan, takut takut memang Reya yang berfikiran terlalu jauh.
Dan untuk kedua kalinya pria itu _Ronal_ langsung menambah itensitas tawa meremehkan yang nampak cukup menyeramkan itu, tidak lama karena beberapa saat dia segera merubah ekspresi wajahnya menjadi datar kembali, "Ah ... Kalau anda menginginkan itu, boleh boleh saja."
SIALAN!
Reya mengumpat keras di dalam hati. Siapa yang menginginkan siapa?
Aishh ...
Bos Dhini ini gila ya, telinganya apa tidak bisa mendengar kalau Reya bahkan tidak menginginkannya tadi, sampai keceplosan mengumpat langsung loh.
"Saya tidak mau!" ujar Reya menggebu gebu.
Dan balasan dari Ronal yakni sebuah anggukan pelan di sana, "Hm, okay, tidak masalah."
Reya pun hampir tersenyum senang, tapi dia berusaha keras menahannya, dia memilih bertanya untuk kepastian yang pria itu inginkan, "Lalu apa yang harus saya lakukan?"
Cukup lama pria itu diam saja seperti berfikir, "Saya akan memikirkannya dulu."
Namun hasil ending jawabannya tetap tak ada kepastian lebih. Reya jadi bingung nan cemas sendiri kalau begini caranya.
"Saya ingin cepat selesai." Reya mengungkap jujur tentang keinginannya tersebut tanpa tertutup tutupi.
Pria itu mengangguk lagi tanda mengerti, "Ah baiklah, setelah kembali dari sini, saya akan memberitahu melalui teman anda."
Deg ...
Jantung Reya sontak berdegub kencang mendengarnya, teman? Apa mungkin ...,
"Si -siapa?" tanyanya dengan terbata bata.
"Hm ... karyawan saya, Dhini," pria itu membalas seraya menurunkan lipatan tangan dari depan dadanya, menjadi mengambil ipad lagi.
Seketika saja Reya melebarkan mata terkejut mendengarnya,
Dia tau?
Sungguh Reya tak menyangka jika kemungkinan besar Ronal sejak awal tau kalau dirinya adalah teman dari karyawannya itu.
"Anda mengenalnya?" Reya bertanya masih kesulitan percaya.
Sedangkan bos Dhini itu membalasnya hanya dengan gumaman. "Hm,"
Aishh ...
Berarti benar jika pria itu tau kalau orang yang menyiram dan menampar sejak awal adalah wanita yang notabene teman dari Dhini itu.
Sial ...,
Tapi bagaimana bisa?
"Baiklah kalau begitu," Reya mengangguk lesu mengiyakan, dia sudah terlanjur ketahuan sejak awal. Jadi dia harus berhati hati mulai saat ini, takut takut Dhini yang ikut terkena imbasnya kan.
Reya pun setelah itu mulai bangkit lagi dari posisi duduknya _yang sudah membuatnya lumayan kesemutan_ menjadi berdiri sempurna. Lalu dia berjalan hendak melanjutkan aktifitasnya yang sempat tertunda yakni mengambil pakaiannya yang tertinggal di atas ranjang sana.
"Ah satu lagi,"
Hanya saja suara yang menginterupsi berhasil membuat Reya menghentikan langkah dan menoleh kembali menghadap pria itu,
"Anda tidak perlu pergi," ujar pria itu tanpa melihat ke arah Reya, dan fokus ke pada iPad yang dia pegang tersebut.
Eh,
Namun tentu saja Reya terkejut mendengarnya, dia juga bingung tak mengerti apa maksudnya, dia takut salah mengartikan kata kata yang terlontar.
"Apa?"
Dengan wajah super datar biasanya, Ronal mengangkat wajahnya, lalu kembali berucap, "Pakai ranjang satu nya."
Dan jawaban itu tepat seperti pemikiran Reya tadi, "Ke kenapa?"
Kenapa pria itu tiba tiba mengatakan hal tersebut?
"Pakai, saya di sini hanya untuk tidur." ucapnya lagi yang sangat singkat namun bisa di cerna oleh Reya.
Reya tentu saja tidak mau, dia menggeleng kuat menolaknya. Siapa dia di sini, lagi pun yakali wanita dan pria berada dalam satu ruangan yang mana mereka bahkan tidak saling mengenal dekat. Belum lagi status hubungan Reya dan pria itu yang bisa di bilang tidak begitu baik, apa mungkin pria itu berniat membuatnya menjadi sandra an ya?
"Tidak perlu, saya akan mencari tempat lain." Reya sengaja menolak perlahan agar Ronal dapat mendengarnya dengan seksama.
Dan langsung saja Reya bisa melihat jelas seringaian di bibir Ronal itu. "Ah okay jika tidak mau."
Dengan gerakan tiba tiba, Ronal bangkit dari posisi duduknya. Membuat Reya ikut ketakutan sendiri di tempat.
"Em ... Sebenarnya saya memiliki sebuah bukti,"
Deg ...
Reya tak bisa menutupi rasa keterkejutan dan ke cemasannya. Mengingat saat ini pria itu malah berjalan ke depan _pelan_ mendekat ke arah Reya.
"Bukti apa?" tanya Reya menahan ketakutan yang mendera. Apa Ronal memiliki sesuatu yang akan menghancurkan Reya?
Ronal tak langsung menjawab, dia memilih tetap melangkah maju.
Suara langkah Ronal entah kenapa terdengar makin mencekam di pendengaran Reya. sampai sampai membuat Reya kesusahan meneguk salivanya.
Dan tepat ketika Ronal berhasil mencapai Reya. Barulah pria itu membuka suaranya,
"Hm ..., bukannya tidak etis jika memberitahunya kepada anda," Suara Ronal pelan, sangat pelan persis seperti desisan tertahan. Namun hal itu malah makin membuat Reya ketakutan setengah mati.
"Tapi yang pasti mengviralkan sedikit juga tidak masalah,"
Glegg ...
"Saya mau tidur di sini kok, haha ...," Entah apa yang ada di fikiran Reya saat ini, wanita itu malah langsung memutuskan dalam sekejap meski dia tidak tau akan menyesali atau tidak nantinya.
Reya terlalu terkejut untuk memikirkan kan penyesalan. Karena ya jujur saja Reya tak tau apa yang Ronal maksud bukti dan hendak di viralkan. Namun sudah pasti Reya sangat takut jika sudah berhubungan dengan banyak massa. Reya tidak mau dirinya diketahui dengan nama aslinya. Bahkan Reya saja yang sebagai penulis famous masih belum berani menunjukkan dirinya yang asli kepada pembaca, dia memilih tetap menggunakan nama pena nya untuk semua akun media sosial publiknya. Tapi Reya juga tetap memiliki second account yang di private hanya untuk teman teman dekatnya atau orang yang pasti tidak tau jika dia adalah penulis.
Mendengar Reya yang setuju, sudah pasti Ronal harusnya senang. Namun pria itu malah menunjukkan wajah datarnya, tidak seperti tadi yang menyeringai, "Oh baiklah jika anda berubah fikiran,"
Dab tiba tiba, percakapan mereka mau tak mau harus terhenti ketika keduanya mendengar sebuah ketukan dari pintu sana.
Tok ... Tok ... Tok ...
Reya dan bos Dhini menoleh serentak ke arah pintu itu serentak. Namun setelahnya,
"Buka!" Ronal malah berucap yang sudah pasti memerintah wanita di depannya itu.
"Eh," Reya sedikit terkejut karena Ronal yang menyuruhnya. Tapi lagi lagi dia tidak akan sanggup untuk sekedar membantahnya.
"Iya," Reya mengiyakannya dengan pasrah.
Dan selanjutnya Reya pun melangkah meninggalkan Ronal untuk menuju pintu sana, yang ternyata kembali di ketuk pelan dari arah luar itu.
Sedangkan Ronal sendiri memutuskan kembali duduk di sofa yang tadi sempat di duduki
Kembali pada Reya, wanita itu langsung membuka pintu tanpa berbasa basi.
Cklekk ...
Tarikan pada pintu kayu itu Reya lakukan perlahan, sampai akhirnya pintu yang sudah benar benar terbuka langsung menampakkan wajah seseorang yang tidak asing di mata Reya.
Dia pria itu?
Pria paruh baya yang tadi Reya temui di lobi, juga yang berdebat dengannya.
Ada apa ini?
Sedangkan di sisi lain Reya yang nampak bingung, pria paruh baya itu malah menunjukkan raut terkejut bukan main di sana.
"Eh, ibu Anda belum keluar?" Pria paruh baya itu bertanya dengan wajah shock tidak tertutup tutupi.
Reya mengulum bibirnya sejenak, dia kan tadi yang bilang akan pergi. "Tidak jadi!" jawabnya.
"Hah? Kok ... Tapi kenapa?" Bukan hanya terkejut lagi yang pria paruh baya itu perlihatkan, namun raut panik mulai terlihat jelas di sana.
Reya menggaruk pelipisnya yang tidak gatal itu. Jujur saja Reya bingung harus menjelaskan bagaimana. "Itu ..., Emm,"
Dan secara tiba tiba,
"Ada apa?"
Reya di buat tersentak oleh suara bass dari belakang seraya menarik lebar pintu hingga terbuka sepenuhnya, memang tadi Reya hanya membuka se cukup badannya terlihat saja.
Tidak perlu di jelaskan pun semua orang tau kalau yang datang adalah pria iu, Ronal.
Reya menolehkan kepala _sedikit mendongak_ yang langsung di sambut rahang tegas dari bawah itu. Reya terkejut sebab posisi Ronal yang memang berada cukup dekat dengannya, tepat di sampingnya.
"Pak, anda ...,"
Tidak lama menatap Ronal, detik selanjutnya Reya sudah balik melihat pada pria paruh baya, yang entah kenapa keterkejutan dan kepanikannya malah makin menjadi di wajah pria paruh baya itu.
Dan,
"Mari bicara di luar,"
Suara Ronal yang menginterupsi seketika menjadikan dahi Reya berkerut dalam. Reya merasa kalau Ronal sudah mengenal pria paruh baya tersebut, dan sebaliknya.
Kebingungan Reya belum juga tuntas, tapi setelah nya Ronal langsung saja mengambil langkah keluar dari area kamar, di ikuti pria paruh baya itu di belakangnya.
Mereka pun pergi meninggalkan Reya yang di selimuti rasa penasaran tinggi di sana.
Hm, pemikiran Reya sudah melambung tinggi kemana mana.
Tapi ..., yang paling membuat Reya terkejut adalah satu,
HAH?
Tunggu ...
Reya memikirkan apa yang sempat dia duga tadi.
Jadi ..., apa mungkin benar jika resort ini juga salah satu milik keluarga Rivendra?
Sungguh Reya masih tidak terlalu yakin awalnya, mengingat memang faktanya dulu dia melihat kalau resort ini bukan milik Riven Corp.
Hanya saja, jika dia sudah melihat secara langsung bukti kedekatan Ronal dengan pria paruh baya _yang nampaknya memiliki posisi tinggi di sini_, hal itu sudah cukup untuk membuktikan kalau Ronal benar benar orang penting di sini.
Sialan!
Tidak heran kalau Reya kalah talak! Hiks ...