CHAPTER 43 - TAKDIR MENYENANGKAN

1905 Kata
Hari ini Ronal benar-benar merasa pusing sekali, pekerjaannya terasa numpuk di tambah tiga hari ini dia harus ikut mengurusi tantenya yang sakit, yakni Mama Ana, mengingat ternyata Ana tengah di timpa musibah bukan hanya mamanya yang sakit, tapi juga pacar Ana _yang seminggu lagi akan berstatus tunangan tersebut_ telah mengalami kecelakaan di hari di mana Ana sempat marah-marah karena tidak di angkat sambungan telfonnya. Oleh karena itu, Ronal sejujurnya agak terlalu lelah karena super sibuk, badannya juga tidak sepenuhnya fit, namun hari ini dia harus tetap bekerja, yakni dia harus pergi ke luar kota untuk bertemu salah satu klien penting dari luar negeri dan juga hendak melihat progres projek yang di bangun di kota tersebut. Ronal memang akan berangkat sendiri, tidak di temani sekretarisnya Sandy tentu saja. Ronal merasa dia bisa sendiri untuk 2 atau tiga hari ke depan, mengingat pekerjaan di kantor juga sedang full-fullnya, jadi Ronal meminta Sandy untuk menyelesaikan dulu nanti baru menyusul. Hanya saja yang membuat Ronal marah adalah tiket pesawat. Sandy yang biasanya jarang sekali ceroboh itu, melakukan kecerobohan, entah ceroboh atau tidak tapi sekretarisnya itu terpaksa membelikan tiket pesawat Ronal untuk di kelas ekonomi, yang padahal Ronal paling malas dengan keribetan di sana. Mungkin iya, meeting dengan klien nya itu cukup mendadak, tapi Sandy juga memesan tiketnya malah mundur satu hari dari keputusan meeting yang dadakan itu. Di mana Sandy malamnya baru memesan. Banyaknya tiket yang sudah sold out, yang di sebabkan oleh membludaknya para penumpang untuk liburan ke kota tersebut, membuat Sandy hanya mendapat tiket ekonomi. Makanya mau tak mau Ronal harus menerima dengan lapang dadanya duduk di kelas ekonomi. Apalagi Ronal harus meeting di sore hari sedangkan dia pagi masih harus meeting dengan para investor di kantor pusat Riven corp, jadi dia tidak ada pilihan lain untuk berangkat pukul 1 siang dan menggunakan bangku di kelas ekonomi. Sejujurnya keluarga Ronal memang memiliki jet pribadi, namun untuk saat ini pesawat tersebut tengah di pakai oleh papanya sendiri untuk bepergian ke luar kota juga, jadi Ronal yang mulanya mengharapkan naik pesawat di bisnis class malah harus berending seperti ini. Aish sudah lah ... Ronal yang saat ini sedikit tidak enak badan itu harus setia nan rela mengurusi segalanya, dan terutama antri yang membuatnya tidak tahan itu. "Gimana bos?" tanya Sandy dari sambungan telefon, saat ini memang Ronal baru saja menerima panggilan dari sekretarisnya itu. "Hm udah. bentar lagi mau take off." jawab Ronal seadanya dan tentu saja sesuai fakta, dia yang tadi sempat duduk langsung beralih melangkah pergi untuk menjawab telefon. "Maapin gue ya bos," Tiba-tiba Sandy kembali mengatakan hal tersebut, dengan suara yang di buat buat agak imut. Semoga ada karyawan lain yang dengar saja, biar mampus Sandy itu, wibawanya akan hancur lebur di mata karyawan. "Hm ya, gaji potong!" Ronal mengatakan dengan wajah datar. Meski begitu, jelas kok dia juga tidak serius mengatakannya, dia hanya ingin mengatakannya karena sedikit kesal. "Yah jangan dong. Buat modal kawin tuh," ungkap Sandy dengan nada menggebu gebu tidak terima akan apa yang baru saja Ronal katakan tersebut. "Huh." Ronal mendengus tak suka sambil memijit pelipisnya mendengar ucapan frontal Sandy. Kawin di sana bukan nikah ya, ya memang betulan the real kawin, lebih tepatnya itu kucing Sandy yang harus di kawinkan, makanya pria itu butuh modal untuk membawa sang anabul ke pet shop. Kalau Sandy mah dia jomblo lahir batin, mau kawin bagaimana kalau lawannya saja tidak ada. Karena merasa bos nya tersebut tidak melanjutkan pembahasan _gaji di potong_, Sandy segara mengalihkan percakapan agar benar bos nya memang tidak akan memotong, "Ya udah hati hati ya bos, nanti kalo ada apa apa langsung kabarin. Hehe." "Ya," Ronal mengiyakan saja, agar cepat. "By the way, serius lo bos mau nyetir sendiri di sana? Nggak mau di supirin aja?" Sandy bertanya di sebarang sana. Sebelumnya Ronal memang sudah meminta Sandy untuk menyiapkan mobil di kota tujuan, agar Ronal bisa bepergian secara bebas, dia masih mampu untuk menyetir sendiri. "Hm," Ronal bergumam, yang sudah di pastikan berarti benar tidak ada yang namanya berubah fikiran di sana. Lagi pun dia sudah terbiasa bolak-balik di sana dan yups hafal jalan, jadi menyetir bukan masalah baginya. "Ya udah kalo gitu, nanti lo langsung ketemu sama pak Supri buat kasih kunci mobilnya." Sandy memberi tahu, pak Supri adalah orang yang menjaga mobil sport Ronal di sana, dia memang meninggalkan salah satu mobilnya di kota itu karena seringnya dia berkunjung ke sana. Pak Supri juga yang merawat mobil Ronal. Ada dua mobil yang dia titipkan, yang satu lagi mobil biasa untuk dia bepergian ke tempat resmi jika bersama Sandy. "Hm," Ronal cukup malas menanggapi, sejujurnya Ronal merasa lelah sekali, jadi kemalasannya bertambah berkali kali lipat. "Sama inapnya tuh kayak tempat biasa, gue udah hubungin pihak sana semalem." Semua penjelasan yang di sampaikan Sekretarisnya tersebut sudah di mengerti oleh Ronal secara keseluruhan. "Hm," makanya gumam Ronal lagi penuh penekanan. "Okay deh, gue tutup ya bos," Merasa sudah cukup untuk menyampaikan segalanya, Sandy pun berpamitan, karena dia tadi sudah sempat mendengar suara aba aba untuk bos nya tersebut berangkat. "Hm," Sekali lagi Ronal bergumam mengiyakan. Selesai ... Tut ... Dan setelah itu Sambungan telefon pun terputus seketika, dengan Sandy yang memutuskannya. Ronal pun menyimpan ponsel di tangannya tersebut ke dalam saku celana bahannya itu. Dan mulai melangkah mengikuti orang orang yang sudah mengikuti arahan untuk terbang. Setelah menjalani rangkaian aturan dan menunggu, akhirnya kali ini dia pun bisa naik pesawat untuk take off juga. Tibalah dia di pesawat dan mencari tempat duduk, sebenarnya dia mulai merasa tidak asing dengan seorang wanita yang memakai topi putih dan mencoba mengintip beberapa meter di depan sana tersebut. Namun dia hanya dapat diam dan mengingat ingatnya, sebab memang sangat terasa familiar di sana. Ah ... Dan beberapa detik setelahnya dia teringat, benar dia mengenal, rambut dan posturnya Ronal mengenalinya. Dia wanita itu, teman Sia, Reya! Ronal sontak saja tersenyum miring seraya masih berjalan menuju tempatnya, entah kenapa rasa pusingnya yang sedari tadi mendera lumayan berkurang hanya karena melihat tingkah wanita itu yang lagi lagi _sepertinya_ masih mencoba bersembunyi darinya. Macam terakhir kali, wanita itu menyembunyikan wajahnya itu mengunakan rambutnya yang tergerai. Haha Ronal ingin tertawa jahat di sana. Yups ... Bisa di bilang lagi lagi wanita itu gagal untuk bersembunyi, yang bahkan di kali pertama melihat saja Ronal sudah langsung mengenali. Bodoh! Dan ketika sudah makin mendekat, Ronal baru sadar jika tempat duduknya rupanya bersandingan dengan tempat duduk wanita itu. Terkejut pasti ... Tapi Ronal hanya mendengus pelan mengetahui fakta tersebut. Sampai di detik detik akan mencapai pun, Ronal bisa melihat kalau mata wanita masih saja melirik liriknya, makanya entah mendapat ide dari mana Ronal malah melangkah terus hingga melewati tempat duduknya yang mana juga sederet dengan wanita itu. Dan hanya beberapa detik, mungkin tidak sampai lima detik, Ronal malah kembali memutar badan dan melangkah menuju tempat duduknya yang asli, di mana memang berdampingan dengan wanita itu. Ronal ingin tertawa jahat melihat betapa terkejutnya wanita ini ketika dirinya duduk di sana. Jangan lupakan tubuh wanita itu yang begitu menegang mengetahui kalau pria yang sedari tadi dia lirik malah duduk si sampingnya. Meski begitu, Ronal berusaha tetap stay cool, dan tidak merubah ekspresi wajahnya tersebut. Dia akan berpura pura tidak mengenali terlebih menyapa, hingga akhirnya pesawat benar benar mulai terbang. Hanya saja saat merasakan wanita itu tanpa hentinya melirik, membuat jiwa jahat Ronal gemas sendiri. Lihatlah tangan yang sempat menampar pipinya itu saat ini tengah terkepal erat dengan sedikit berkeringat di bagian luar, hm Ronal bisa membayangkan se-berkeringat apa di bagian dalamnya. "Maaf," Ronal mengeluarkan suaranya, coba kita lihat seberapa jauh wanita ini akan terus bersembunyi darinya? Ronal harus menunggu beberapa saat, sebab wanita ini nampak terkejut terbukti dari tubuhnya yang begitu menegang. Mungkin dia tidak menyangka kalau Ronal akan berani mengeluarkan suara. Tapi tidak lama juga, sebab wanita itu mau mengeluarkan suara akhirnya. "Iya?" tanya wanita itu dengan suara di buat buat. Dan Ronal sendiri sampai tidak sadar hampir mengeluarkan dengusannya, hanya karena mendengar suara yang di lontarkan oleh wanita di sampingnya itu. Sebab ternyata benar, wanita ini masih mencoba bermain kucing kucingan dengannya. Bahkan untuk suaranya saja dia berusaha keras untuk mengubahnya menjadi melengking bak anak tikus. Mungkin jika itu bukan Ronal, orang yang mendengar pasti sudah tertawa terbahak bahak di sana, saking lucu dan anehnya. Ronal menyipitkan mata untuk beberapa saat. Ronal tak tau bagaimana menanggapi wanita luar biasa ini, apakah dia harus mematahkan kepercayaan diri wanita itu dalam bersembunyi, atau malah sebaliknya, Ronal akan berusaha berpura pura bodoh dengan diam saja, agar wanita di sampingnya ini tetap merasa kalau tidak pernah ketahuan. "Ada apa?" tanya wanita itu lagi, masih dengan menggunakan suara aneh yang sama. Mungkin karena Ronal tidak kunjung menjawab kali ya. Sipitan mata Ronal makin mendalam saja di sana ... Hm ... Okay! Ronal akan mengikuti permainannya saja. "Tidak jadi, saya kira anda orang yang saya kenal ...," Untuk kedua kalinya, Ronal hampir mengeluarkan dengusan akibat reaksi ketegangan yang di tunjukkan wanita itu, harusnya wanita ini bisa sedikit mengontrol diri jika sejak awal berniat sembunyi. Sungguh tidak totalitas sama sekali. Sampai sana, entah kenapa Ronal masih ingin bertanya lagi, berbanding terbalik ketika dirinya bahkan tadi sangat malas bicara ketika di telfon oleh Sandy. Dan saat menanyakan keadaan wanita itu, Reya _teman Sia_ mengiyakan dengan mengangguk hebat. Sial, Ronal hampir mendengus lagi. Makanya setelah dia mengiyakan tanpa protes, Ronal memilih diam saja, berlanjut dia ingin memejamkan mata ketika pusingnya tersebut menyerang kembali. Ronal janji akan minum obat saja setelah landing nanti. Beberapa saat Ronal memejamkan mata, bahkan mungkin sudah sepuluh menit itu, Ronal merasakan adanya suara grasak-grusuk di sampingnya. Tapi dia berusaha tetap tenang dengan memejamkan mata santai macam orang tertidur, meski sebenarnya dia tidak tidur sama sekali sih. Dan setelah itu, Ronal dapat mendengar suara wanita itu yang mulai bergumam gumam pelan. Jujur Ronal masih bisa mendengarnya dengan sepenuhnya gumaman tersebut. Berlanjut akhirnya wanita itu mulai curhat dan mengeluarkan segala unek-uneknya. Karena mungkin dia menganggap jika Ronal tengah tertidur pulas. Padahal memang seperti ini cara Ronal memejamkan mata, dia juga awalnya tidak berniat menipu. Tapi ya biarkan saja, Ronal ingin mendengar lanjutan kata kata yang hendak wanita itu ucapkan. Dan ketika mendengar alasan wanita itu menamparnya karena ciuman tempo hari, jujur saja Ronal agak sedikit terkejut, dia tak menyangka jika itulah penyebabnya. Dan Ronal juga tidak tau jika ternyata wanita ini tidak sadar jika Ronal adalah ceo Riven corp sejak awal. Ronal kira memang wanita ini suka bertingkah bar bar macam itu di depan siapapun termasuk dirinya. Berakhir dengan wanita itu yang meminta maaf, Ronal masih setia memejamkan matanya tersebut. Dia tidak berniat mengaku kalau dia sebenarnya tidak tertidur dan hanya memejamkan mata. Wanita di sampingnya itu sepertinya tengah membenarkan posisi, terdengar dari suara grusak-grusuk lagi, makanya setelah itu Ronal baru berani mengintip sedikit. Yang ternyata benar, jika dia wanita di sampingnya itu sudah kembali ke posisinya menghadap depan. Meski begitu, Ronal sama sekali tidak berniat untuk membuka matanya sepenuhnya, dia masih setia terpejam bukan hanya karena ingin terus berpura pura tapi juga karena dia tidak bohong kalau kepalanya saat ini tengah terasa pening. Dan akhirnya begitulah perjalanan penerbangan Ronal kali ini, yang sungguh tidak menyangka akan di pertemukan dengan wanita yang tidak bertanggung jawab telah menamparnya di malam itu. Ronal kira perjalannya menggunakan kelas ekonomi akan sangat menyebalkan. Tapi jika dia tau seperti ini, em sepertinya tidak terlalu begitu masalah. Sebab akhirnya dia tau kalau alasan wanita ini menamparnya juga kerena kesalahan Ronal dulu yang berani bertindak mencium tanpa izin sang wanita ini. Aish ... Sudahlah!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN