CHAPTER 41 - BERTEMU DIA?

1574 Kata
Siang hari pun tiba, Reya datang ke bandara tepat waktu sesuai jadwal dengan menggunakan taxi online. Seperti biasanya, kali ini Reya juga nampak cantik mengenakan celana putih di padu padankan dengan tank top yang berwarna putih pula itu, tak lupa atasannya di balut outer polkadot abu abu. Rambut Reya sengaja dia gerai, makanya dia juga memakai topi putih _bertuliskan supreme_ agar rambutnya tidak terlalu kusut ketika di terpa angin. Reya tersenyum bahagia melihat bandara, sudah sekitar satu tahun sepertinya Reya tidak naik pesawat, terakhir kali mungkin saat dia mengunjungi rumah neneknya yang berada di desa. Sebenarnya tadi Reya sempat terkejut mengetahui bandara yang amat ramai macam ini, benar benar ramai jauh lebih ramai dari yang dia tau ramai. Pokoknya ramai lah. Apa memang setiap anak sekolah libur, bandara selalu seperti ini ya. Reya tak memperdulikan lebih, dia memilih hendak duduk saja di sana untuk menunggu jadwal keberangkatan, dia memang baru saja check in, sekitar sepuluh menit yang lalu. Drtt ... Drtt ... Saat Reya baru juga duduk di salah satu kursi yang tersedia, Reya merasakan ponselnya yang tiba tiba bergetar itu. Makanya dia buru-buru merogoh tas slempang yang dia pakai tersebut, untuk mengambil ponsel. Ketika sudang mengangkat dan melihat layar ponsel, Reya bisa melihat kalau nama adiknya lah yang tertera di sana, Reno. Tidak ingin membuang waktu dia segera menggeser tombol hijau untuk menerima sambungan nya. "Halo," sapa nya pada sang adik _Reno_ di seberang sana. "Lagi di mana lo? Kok apart lo sepi," Reno sendiri juga segera melontarkan pertanyaan tanpa basa basi sama sekali. "Lagi di bandara," Reya menjawabnya enteng. Kita tunggu saja bagaimana reaksi Reno setelah ini. Dan benar saja, rupanya Reno terkejut di seberang sana, "Lah, tiba tiba ..." Reya melepaskan topinya tersebut sebelum menjawab Reno lagi, "Iya gue mau ke Bali," "Kok nggak bilang gue!" Reno terdengar kesal, entah kenapa ya. Padahal biasanya adiknya itu sangat jarang sekali mau di ajak jalan jalan, bocah itu lebih suka pergi bersama teman temannya. "Harus banget gue bilang elo?" cibir Reya tapi mengandung pertanyaan tersebut. Reno mendengus, "Iya dong, harusnya lo bilang." Seolah sangat tidak terima kakaknya pergi liburan sendiri. "Dih, kenapa emangnya?" tanya Reya dengan dahi mengkerut. "Ikut lah, gue pengen juga ke Bali," Sungguh Reya merasa aneh di sana, pasalnya adiknya tersebut memang tidak suka berdekatan dengannya. Dan ini malah minta di ajak liburan. Sesuntup apa adiknya itu sampai melenceng dari kebiasannya. By the way, Reno saat ini memang tengah libur sekolah seperti anak anak lain, apa mungkin karena itu dia ngebet liburan, sebab tidak ada kegiatan di rumah. Halah enggak juga deng, Reno itu bukan tipikal rumahan, yang malah cenderung nakal menurut Reya. Jadi tidak mungkin merasa boring karena banyak memiliki teman. Reya mendengus, ketika memikirkan hal yang mungkin menjadi alasan utama adiknya itu ingin ikut. Yakni gratisan, adiknya sangat suka gratisan, bisa jadi kunyuk itu sengaja ingin ngintil dengannya juga karena kalau ikut Reya semua akan gratis di tanggung sang kakak. "Tai, minta gratisan kan lo niatnya." tuduhnya yang yakin seribu persen adalah kebenaran. Dan benar bukan, Reya mendengar gelak tawa dari sambungan telefon, yang sudah dapat di artikan kalau "Iya dong, lo yang bayarin. Makanya gue pengen ikut," "Nggak!" Jelas lah Reya tolak mentah mentah, ya aneh adiknya itu ingin ikut di saat Reya bahkan akan berangkat. "Jahat banget lo jadi kakak," balas Reno dengan tenaga dalam alias ngegas, pria itu mendengus di sana menahan kesal. Aishh ... "Gue pengen liburan sendiri weh, nggak mau ada pengganggu, terlebih itu elo!" Reya menekan ucapannya agar si kunyuk adiknya tersebut mengerti. "Kampret," Reno membalas dengan umpatan. "Kalo lo pengen ke Bali, harusnya ikut mama papa aja kemaren," Tidak ada yang salah kan dengan saran Reya. Adiknya itu bisa ikut dengan orang tua yang pasti juga sama sama gratis itu. "Ogah, males banget sama orang tua," jawab Reno dengan menggebu-gebu. Ternyata pemikiran kakak dan adik tersebut sama saja ya, sama sama tidak suka berlibur dengan keluarga besar. Reya sontak terkekeh, melupakan fakta kalau dirinya juga sama saja dengan adiknya tersebut. "Durhaka lo ya," "Lo juga kan," Reno meng-skakmat Reya, di kira Reno tak tau apa kalau kakaknya tersebut juga menolak saat di ajak liburan bersama keluarga, dan sekarang lihat dia malah terang terangan berangkat liburan sendiri. Reya mendesis, "Aish ... udah-udah, lo mau apa nelfon?" Dia sengaja mengalihkan pembahasan di sana. "Nggak ada, cuma pengen mampir aja, suntup di rumah. Tapi kalo lo nggak ada nggak papa sih, gue bisa nguasai apart lo haha." Tawa jahat pun Reno keluarkan, mungkin merasa bangga bisa menempati apartment kakaknya tanpa ada yang mengomeli untuk beberapa hari ke-depan. "Anjir ... Awas lo berani macem macem di sana!" ancam Reya bukan hanya omong kosong belaka, dia serius akan menggiling Reno kunyuk tersebut jika berani membantah. Tidak apa apa menginap, asal tau diri saja. Tawa Reno juga sudah reda, dia langsung menjawab ancaman Reya dengan begitu santainya. "Enggak tenang, palingan bawa temen mampir juga ke sini," Terkejut ... Reya bahkan tidak sadar berteriak sedikit, "Woy ... Gilak ya lo!" Reya lumayan malu, karena ulahnya itu, dia harus menerima kosekuensi di tatapi beberapa orang yang saat ini kepo akan pekikan nya barusan. Reya pun melanjutkan ucapannya dengan memelankan suaranya _masih merasa malu_. "Gue kepret sampe berani! Apalagi kalo itu temen cewe," Suara Reya lebih mirip desisan di sana penuh tekanan. "Kalo cowok berarti boleh?" Emang cari gara gara Reno itu, dia sengaja menggoda kakaknya agar Reya makin marah dan berteriak teriak membuat malu. Sialan. "Nggak!" Desis Reya lagi tak kalah tajam seperti sebelumnya. "Dih sama aja dong." Reya mengepalkan kedua tangan menahan kesal, "Pokoknya nggak boleh bawa siapa siapa. Dan terutama jangan ngotorin apart gue. Sumpah, sampe lo nggak buang sampah di tempatnya, nggak cuci piring habis makan, nggak matiin tv dan lain lain ketika pergi, gue bakal ngamuk habis habisan pas pulang nanti!" Reno harus sadar kalau ancaman Reya bukan hanya sekedar ancaman main main, tapi bisa berubah menjadi mala petaka kalau Reno tak menurutinya. Semua pilihan tinggal berada di tangan Reno sendiri. "Iya iya, bawel amat lo," Reno sendiri mengiyakan macam tidak ikhlas sama sekali, entah akan benar melakukan ucapan Reya atau tidaknya. Benar-benar tidak meyakinkan. "Hm, kalo gitu gue tutup," pamit Reya akhirnya, dari pada kegiatan menelefon mereka berujung pertengkaran, akan lebih baik untuk menutupnya saja. Hanya saja Reno malah mencegahnya. "Tunggu dulu, jangan lupa oleh-oleh," Dahi Reya pun berkerut mendengarnya, "Bukannya mama papa udah bawa banyak," Oleh oleh apanya di saat kata mamanya saja satu koper belum sempat di buka. "Beda, mau seleranya anak muda," Reno tidak salah juga sebenarnya, karena ya pasti selera Reya akan lebih kece untuknya, mengingat Reya juga sangat stylish abis orangnya. Dalam memilih pakaian saja sudah sangat terlihat. Makanya Reno suka kalau di belikan barang barang atau pakaian oleh kakaknya tersebut. "Hishh, iya iya gampang, pokoknya inget pesen gue tadi," Akhirnya Reya memilih mengalah, lagi pun memang dirinya juga tidak akan tega untuk pulang hanya dengan tangan kosong saja. "Iya iya, sip aja. Btw, jangan lupa bawa pacar pulangnya." ucap Reno dengan kekehan. Reno ingin di pukul ya? Tapi ya sudah sih, Reya tidak akan menanggapi dengan serius. "Nanti gue bawa selusin. Tinggal pilih mau yang rasa apa." jawabnya seadanya. "Tai," umpat Reno. Reya mencibir di sana. Mulanya Reya berniat berpamitan lagi dan menutup sambungan telefon, namun dia malah mengurungkan niat tersebut ketika teringat sesuatu. "Eh eh lo mau jenguk Nopal nggak?" tanyanya. Sebenarnya Nopal alias Naufal sepupu Reya baru saja mengalami kecelakaan lusa lalu, tidak parah sih tapi juga sempat di bawa ke rumah sakit sebab harus menerima jahitan dan beberapa memar di tubuh. Reya belum sempat menjenguknya makanya dia bertanya pada Reno, siapa tau adiknya tersebut hendak menjenguk, jadi dia bisa titip salam. Oh iya, untuk masalah foto yang dia ambil yang juga lusa lalu, yakni foto Ana berkencan bersama bos Dhini tersebut ber ending tidak jadi Reya kirimkan kepada Nopal. Sungguh Reya tidak tega mengetahui Nopal yang baru kecelakaan malah harus menerima berita buruk, makanya dia masih setia menyimpan foto tersebut di galeri saja. Entah kapan Reya kan mengungkapkannya, tapi jujur dia bingung, takut Nopal akan sangat sakit hati nantinya. "Bang Nopal udah pulang, gue nggak jenguk," balas Reno di seberang sana. "Yo dah deh, niatnya mau salamin aja karena nggak bisa jenguk. Nanti gue bilang sendiri," Tidak ada pilihan lain, Reya nanti bisa menghubungi Nopal sendiri saja. "Okay deh, bye, gue mau take-off sebentar lagi," ucap Reya jujur. "Hm, Yok i." Tut ... Dan setelah mendapat persetujuan dari Reno, sambungan telefon itu pun terputus di sana. Membuat Reya langsung saja menyimpan ponselnya lagi ke dalam sling bag yang dia pakai. Bawaannya kali ini hanya sling bag kecil saja, sebab kopernya juga mungkin sekarang sudah di letakkan di bagasi oleh pihak maskapai. Reya mengangkat pandangannya, untuk melihat keadaan sekitar. Akan tetapi ... Deg ... Jantung Reya sontak saja di buat berdegup kencang tak karuan, tak terkecuali matanya yang membulat penuh dan tubuhnya berubah kaku. Dia sungguh terkejut melihat seseorang di depan sana. Tung -tunggu ... "Bos Dhini?" gumamnya dengan sangat pelan. Yups, di depan sana nampak seorang pria tampak yang tak lain tak bukan adalah Ronal, bos dari Dhini, juga orang yang sempat Reya beri tamparan beberapa waktu lalu Sial! Tersadar akan situasi di sana, Reya pun buru buru mengambil topinya yang sempat dia lepas tadi, dan kali ini kembali memasangnya dengan sedikit maju agar lebih menutupi wajah. Dia tidak boleh ketahuan. Dia tidak mau. "Sialan, nasib gue jelek mulu!" gumamnya penuh kekesalan tertahan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN