POV ZALINA
Aku diantar Vittore sampai gerbang tempat ku bekerja, ia cukup manis. Namun tetap saja, apa yang Vittor miliki menyangkut Xavier. Dan jujur aku ingin berjauhan dengan apapun yang berhubungan dengan Xavier, namun Vittore selalu membujuk ku, membujuk ku untuk tetap mendapatkan perlindungan darinya.
“Zalina?” panggilnya kembali, aku menoleh menatap nya yang masih berada di dalam mobil.
“Hati-hati, kabari aku kalau kamu ada apa-apa.” ucapnya sedikit berteriak, tanpa menjawab aku membalikkan badan ku dan kembali berjalan tanpa menghiraukan kalimat nya. Aku tahu ini tidak benar, tapi jujur aku tidak mengerti harus melakukan apa, aku takut jika aku jatuh cinta dan memberikan hati ku untuknya.
Sesampainya di dalam Bar, Morin menyambutku dengan senyuman. Morin pun mengajak ku berjalan menuju tempat dimana kami biasa berdandan kembali, “Kau sangat cantik malam ini,” puji Morin untuk ku.
Aku hanya tersenyum menanggapi hal itu, “Zalina, teman mu sudah berhenti bekerja disini.” ucap Morin.
“Maksud mu?”
“Joana, Ina.” ucap Morin kembali.
“Kenapa dia tidak memberitahu ku Papi?” tanya ku sembari meneteskan air matanya.
“Dia tidak sempat, dia hanya memberikan sepucuk surat untuk mu. Katanya dia sudah mencoba menghubungi mu, tapi tak ada jawaban sama sekali.” ucap Morin kembali.
“Ponsel ku kan terjatuh saat Xavier mencoba menculik ku,”
“Benarkah Zalina?” tanya Morin.
“Iya Papi, sebenarnya aku takut hal itu terjadi kembali di saat aku bekerja disini.”
“Tenang saja Zalina, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi pada mu.” ucap Morin kembali, “kau tak usah takut, Aku akan melindungi mu di sini.” ujar Morin.
“Terimakasih Papi, aku hanya meminta padamu untuk tetap tidak menerima tamu siapapun itu jika mereka meminta aku masuk kedalam sebuah Room.” tutur ku pada Morin, Morin mengangguk-anggukkan kepalanya dengan pelan.
“Papi,” Panggil ku kembali padanya, Morin menoleh dengan pelan lalu menatap ku sembari mengangkat kedua alisnya.
“Mengapa Joana berhenti dari pekerjaan ini?” tanya ku pada Morin.
“Joana akan menikah,” Jawab Morin.
“Menikah?” tanya ku padanya kembali, “Dengan kekasihnya itu?” Aku merasa penasaran, karena memang Joana dan kekasihnya itu sudah lama menjalin hubungan.
“Iya, calon suaminya sudah tidak ingin Joana bekerja disini.” ujar Morin, “Dan beruntung sekali Joana ini,” susul Morin kembali.
Hatiku terpana dengan kalimat yang mengucapkan kata keberuntungan Joana, apakah aku dapat seperti Joana? Apakah ada lelaki yang baik yang mampu menerima masa lalu pekerjaan ku? Dan anehnya, wajah Vittore terlintas di dalam pikirku. Apakah Vittore mau menerima ku? Apakah Vittore mau menjadikan aku istrinya walaupun aku bekerja di waktu malam, menghibur semua orang-orang yang membutuhkan suara ku untuk di dengar.
“Zalina,” Panggil Morin.
“Zalina,” panggilnya kembali, aku sadar jika saat ini aku sedang berada di dalam lamunanku sendiri. Aku sangat sadar akan hal itu, Morin mencoba kembali menyadarkan ku. Ia menggoyangkan bahu ku, akupun tersadar lalu menatap wajah Morin.
Ia menatap jam yang melingkari tangannya, “sudah jam 9, waktunya kau berada di atas panggung itu.” ucap Morin.
“Ya Papi, aku akan segera menuju panggung.” ucapku sembari menyimpan barang-barang ku.
Te-monela adalah Bar yang sangat besar yang berada di kota ku, siapapun yang berada di dalam sana, bukanlah orang-orang biasa. Bar tidak di buka untuk umum, setiap orang yang mau atau sekedar nongkrong di dalam harus memiliki kartu Member beratasnamakan dirinya dan tentunya setiap orang yang masuk harus menunjukkan identitas dirinya.
Aku mulai melangkah maju untuk menuju Panggung, dengan memakai rok mini dan pakaian tipis menerawang aku tersenyum dengan lampu sorot yang menyoroti tubuh indahku. Seseorang memberiku mikropon, dan aku segera menyapa para tamu yang sudah duduk di atas kursi serta meja Bar masing-masing.
“Selamat malam,” ucapku menyapa, aku tak lupa menunjukkan senyuman palsu ku untuk mereka.
“Bagaimana kabarnya?”
“Aku harap kalian baik-baik saja, satu buah lagu untuk kalian yang sudah mau bermalam di dalam Bar ini, menciptakan sebuah kehangat bersama ku dan teman-teman pemusik lainnya.”
“Baiklah, lagu klasik ini menceritakan mengenai keindahan cinta seorang wanita yang selalu di pandang rendah oleh orang-orang di sekitarnya, sekali lagi lagu pertama ini akan aku nyanyikan dengan hati dan perasaan ku.”
“love wild tears us apart”
Aku mulai menyanyikan lagu yang sempat aku buat, lagu ini aku buat dengan inspirasi yang sangat kuat. Jelas, lagi ini adalah lagu yang sangat bermakna di dalam kehidupan ku. Cinta liar membuat aku terpisah bersama ibu ku, cinta liar membuatnya memisahkan diri dari kami dan hal ini terjadi padaku saat ini.
Karena aku mencintai pekerjaan liarku, pada akhirnya aku terpisah dengan kebahagiaanku sendiri.
Dari jauh, aku melihat sosok Vittore berdiri menempelkan tubuhnya di hadapan dinding. Aku yakin dia adalah Vittore, namun entah mengapa dia masih berada di dalam lingkungan ku, apalagi aku tak mengerti mengapa dia dapat masuk kedalam Bar tempat ku bekerja. Karena setahuku, Vittore tidak menjadi member disini.
Aku tetap bernyanyi, beberapa orang khususnya lelaki mengalungkan selendang guna untuk memberikan saweran untuk ku. Ya, disini memang seperti ini. Setiap tamu wajib memilih selendang dan menyimpan uang sesuai warna selendang yang akan diberikan kepada penyanyi seperti ku, setiap penyanyi berhak memiiki uang saweran berapapun itu.
Vittore berjalan menghampiriku, ia memilih selendang berwarna ungu untuk ku. Ia mengalungkannya, lalu menyimpan segepok uang untuk ku. Ia tersenyum dan berbisik, “Aku sudah meminta teman wanita ku untuk menemani Aline, dan aku akan tetap disini menjadi bodyguard mu.” Kalimat yang di ucapkan olehnya membuat ku merasa lebih tenang, aku pun mengangguk dan melanjutkan nyanyian yang sedang aku nyanyikan.
*
POV VITTORE
Aku sengaja meminta bantuan Shemi, ia wanita yang sangat baik dan sudah lama menjadi teman ku. Apalagi dia juga hidup sendiri di dalam rumahnya, karena ibunya tinggal di Jerman bersama ayah tirinya.
Aku menghubunginya dan mengucapkan niatku, ia cukup senang membantuku. Akupun segera menjemputnya, karena memang rumah nya tak jauh dari Bar tempat Zalina bekerja.
Setelah itu, aku meminta Shemi untuk ikut menuju Raline dan sesampainya di rumah. Aku mengenalkan Shemi kepada Raline, Raline cukup senang saat mendengar alasanku menjemput Shemi.
Tentunya aku beralasan, untuk tetap menjaga Zalina di sana. Dan Raline sangat mengerti akan hal itu, Raline pun meminta ku untuk secepatnya pergi dari rumahnya agar aku bisa lebih lama memperhatikan dan menjaga Zalina.
“Kak Vittore, kenapa gak ajak juga aku?” tanya Aline.
“Tidak bisa sayang,” sahutku sembari mengelus pipi Aline, ia tersenyum dan terlihat bahwa dirinya mengerti walaupun aku belum menjelaskan alasan ku untuk tidak mengajak dirinya.
“Baiklah, hati-hati ya kak Vittore.” ucap Aline.
“Shemi, tolong jaga adik ku ya.” pinta ku pada Shemi.
“Siap Kak Vittore,” sahut Shemi, gadis belia berusia 19’tahun itu.
Aku berjalan menuju mobil, lalu aku masuk dan secepatnya menuju Bar tempat Zalina bekerja. Namun di dalam perjalanan, aku merasa kebingungan. Aku bingung karena aku sendiri bukanlah member di dalam nya, karena setahuku harus memiliki kartu member agar aku dapat masuk bebas ke dalam.
Aku pun menghubungi teman lama ku, kebetulan dia adalah bartender di dalam Bar tersebut dan aku meminta bantuan nya untuk dapat masuk tanpa menunjukkan kartu member Te-monela itu. Beruntunglah, dia dapat membantu ku. Dia membawaku masuk melalui pintu belakang, dimana setiap karyawan keluar masuk melalui pintu tersebut.
Dan akhirnya, aku dapat melihat Zalina keluar dari dalam ruangan dan lampu sorot itu menyinari langkah kakinya. Dia benar-benar cantik, badan nya yang kecil nan mungil itu membuat ku semakin merasa terpana.
“Dia wanita yang sangat mahal disini,” ucap Temanku berbisik di telingaku, aku membalasnya dengan senyuman.
“Buatkan aku member, sepertinya aku akan sering berada disini James.” ucapku padanya, James tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
“Ya sudah nanti aku buatkan,”
“Terimakasih James?”
“James,”
James yang saat itu sedang membuatkan minuman untuk ku, terlihat menoleh dengan cepat ke arah ku.
“Kau bilang dia wanita mahal disini?”
“Ya,”
“Apa alasannya?” tanya ku pada nya.
“Seperti yang kau lihat, Bar selalu ramai saat Ina bernyanyi disini.”
“Ya aku melihatnya James.”
Aku melihat beberapa orang mengalungkan selendang tepat di belakang leher Zalina, James menatapku dan segera menjelaskan setiap selendang berwarna itu. Aku segera mengikuti orang-orang yang mengalungkan selendang itu, aku kalungkan selendang itu di belakang leher Zalina wajahnya cukup terkejut saat melihat kehadiranku. Ia tersenyum namun wajah kebingungan itu terlihat di dalam dirinya, dan aku cukup bahagia melihat senyuman yang di tunjukkan oleh dirinya.