Zalina ~ Part 10

1249 Kata
Hari-hari pun berlalu dengan kedekatan kami dan Vittore, walaupun sudah beberapa kali aku menolak bantuan darinya, tetap saja Vittore memaksa ku untuk tetap menerima bantuan darinya. Dan saat ini pintu rumah ku sudah di perbaiki oleh Vittore. Vittore pun terlihat sangat berhati-hati, tentunya Vittore tak ingin Xavier mengetahui kedekatanku dengan nya. Namun tetap saja, aku selalu meminta Vittore untuk tidak selalu menemui ku. Hingga saat itu, Morin datang menghampiriku. Morin meminta ku untuk kembali bekerja dengannya, awalnya aku ingin sekali menolak ajakan Morin. Namun sepertinya hanya pekerjaan itu yang dapat membuatku bertahan hidup, dan tentunya agar aku tidak menggantungkan diriku dengan bantuan dari Vittore. Aku sedang duduk bersama dengan Aline, Aline benar-benar tak mau mengijinkan aku untuk bekerja lagi di dalam Bar yang membuatku bertemu dengan Xavier. “Sudahlah kak, aku mohon tidak usah kembali bekerja di Bar itu.” rayu Aline untuk ku, aku tak bergeming dengan permintaan Aline. yang lebih jelas, aku sangat membutuhkan uang itu. Tok Tok Tok Pintu kami terdengar diketuk pelan oleh seseorang di luar sana, Aline pun beranjak untuk membuka pintu tersebut. Aku yang sedang sibuk berdandan, dengan sengaja tak menghiraukan ketukan itu. “Hay kak Vittore,” sapa Aline kepada Vittore. “Hay Line?” balas Vittore, “Kak Zalina ada?” tanya Vittore kembali. “Mmm-mmmm Ada, nyari kak Ina doang ya? Gak nyari Aline juga?” Pertanyaan Aline membuatku sedikit tertawa, Aline memang terlihat mulai menyukai Vittore. Langkah kaki Vittore pun terdengar, ia juga terdengar tertawa kecil saat mendengar pertanyaan yang Aline berikan. “Aline kan yang bukain pintu, jadi untuk apa aku tanyakan?” sahut Vittore, bibir Aline mengerucut. Ia terlihat kesal dengan jawaban yang di ucapkan Vittore, sampailah mereka di berdiri di hadapanku, Vittore menatap wajah Aline dengan senyuman di wajahnya. Sembari mencubit hidungnya, Vittore pun berucap, “Ya, aku juga cari kamu kok. Kalau kamu hilang, aku juga pasti ikut di repotkan. Jadi diam di rumah ya, jangan sampai hilang dari pandangan aku dan Ina.” ucap Vittore, Aline tersenyum simpul. Wajahnya terlihat memerah, Aline juga terlihat salah tingkah saat mendengar perkataan Vittore. “Aline ke kamar dulu ya,” pamitnya kepada kami, aku dan Vittore pun mengangguk pelan dan aku segera mempersilahkan Vittore untuk duduk di atas kursi sofa yang sama dengan ku. “Kamu mau kemana Ina?” tanya Vittore. “Kerja,” jawabku singkat. “Kamu mau kerja lagi kaya dulu?” tanya Vittore kembali. “Aku cuma nyanyi di atas Panggung,” jawab ku singkat, “lagian kalau aku gak kerja, aku mau makan apa sama Aline.” susul ku menjawab pertanyaan Vittore. “Kan ada aku Zalina,” seru Vittore sembari menarik tangan ku. Aku menarik tanganku kembali, tangan ku yang saat ini berada di dalam genggaman nya. “Aku tidak mau terus menerus merepotkan dirimu,” jawab ku kembali. “Aku tidak merasa di repotkan, apapun yang saat ini terjadi padamu sudah menjadi tanggung jawab ku.” “Tanggung jawab mu? Mengapa?” tanya ku sembari mengerutkan dahi ku, “Vittore aku tidak merasa ingin kau bertanggung jawab atas apa yang terjadi padaku,” tambah ku. “Zalina, saat ini kau hidup di dalam kesusahan karena ulah Daddy ku. Dan sudah sepantasnya aku bertanggung jawab atas semua ini, aku tidak mau kau hidup kesusahan karena ulah Daddy yang membuat mu berhenti bekerja saat itu.” jelas Vittore “Aku sudah mengubur dalam-dalam permasalahan itu Vittore,” penjelasan Vittore memekik perasaanku, entah mengapa rasa nya aku tak ingin selalu dekat dengannya, walaupun Vittore aku akui sangatlah baik dan berbeda dengan Xavier. “Tapi bagaimana jika nanti Daddy datang dan mulai membuat mu sulit kembali?” tanya Vittore. “Aku akan berusaha menghadapinya,” ujar ku, tatapan ku mencoba membuatnya yakin. Vittore tak membalas apapun lagi, ia pun beralih memainkan ponselnya. Dan tak lama kemudian, ia memberiku sebuah kardus berukuran kecil. “Apa ini?” tanya ku padanya. “Tolong jangan menolaknya,” ucapnya, ia menatapku dengan lekat. Entah mengapa tatapan nya begitu membuatku terpana, lelaki tampan ini memang sangatlah baik bagi ku. Aku segera membuka kardus kecil tersebut, sebuah ponsel mewah dia berikan untuk ku. Aku cukup terkejut dengan apa yang ia lakukan ini, “Vittore,” panggilku padanya sembari menatap wajahnya. “Aku tidak mungkin bisa menerima ini,” “Mengapa?” tanya Vittore, “Ina, ponsel mu saat itu hilang dan penyebab nya adalah Daddy ku.” tutur Vittore. “Dan sudah seharusnya aku yang bertanggung jawab? Bukan kah kau membutuhkan nya,” ujar Vittore. “Tapi tidak semahal ini Vittore, aku merasa tidak pantas menerimanya.” Aku menggeserkan kardus ponsel tersebut tepat di hadapan Vittore, Vittore membawanya dan kembali memberikan ponsel tersebut tepat di atas tanganku. “Tidak ada alasan lagi, kau membutuhkannya untuk menghubungi Aline dan aku.” ujar Vittore, “Aku sudah simpan nomor ponselku di dalam nya, jangan lupa menghubungi aku di saat kau membutuhkan ku bahkan saat kau merindukan ku.” tuturnya kembali. Aku menundukkan kepalaku, aku melihat Vittore beranjak dari duduknya. Ia terlihat berjalan menuju pintu utama ku, namun sayang suara Xavier terdengar memanggilku dari luar. “Zalina..” Vittore menghentikan langkahnya, “Xavier,” ucapku pelan. “Tenanglah Zalina, aku harus menyembunyikan diriku.” ucap Vittore, ia berlari kearah kamar Aline. Akupun ikut berlari dengannya, “Mobil mu?” tanya ku. “Aku menyimpannya di ujung jalan, karena aku sudah menduga suatu saat Daddy akan datang di saat aku sedang bersama mu.” ucap Vittore, “Temui dia saja, jika hal buruk terjadi padamu, terpaksa aku keluar dari kamar ini.” ucap Vittore, Aku pun mengangguk dan segera berjalan untuk membuka pintu. Pintu pun di buka olehku, aku melihat Xavier sudah berdiri dengan menyandarkan tubuhnya di samping tembok rumahku. “Ada apa?” tanya ku. “Sudah beberapa hari aku tak melihat mu berada di rumah ini, kemana kau?” tanya Xavier, “Dan siapa yang membantu mu kabur dari Istana ku.” tanya Xavier kembali. “Pertanyaan macam apa ini Tuan Xavier?” tanya ku kepadanya. “Masih dengan kalimat yang sama Zalina, kau akan tetap menjadi milik ku dan aku butuh jawaban darimu mengenai siapa yang membantu mu?” tanya nya kembali. “Tidak ada yang membantu ku, aku pergi karena aku mau dan aku mencari kesempatan.” Dia mendecih di hadapanku, “Tidak mungkin, pasti ada pelayan yang membantu mu.” ucapnya kembali. “Dengar Tuan Xavier yang terhormat, berhentilah bermimpi untuk membuat ku menjadi milik mu. Karena aku tidak akan mungkin mau hal itu terjadi padaku, kau sudah sepantasnya tahu diri akan hal itu.” tutur ku. “Berani sekali kau Zalina, berani sekali kau berbicara seperti itu kepada ku.” ia melangkahkan kakinya lalu mendekatkan tubuhnya dengan tubuhku, ia menarik dagu ku dengan menggunakan satu jari nya. “Kau cantik, tapi wawasan mu rendah dan terbilang bodoh!” ucapnya dengan sarkas, “Kau seharusnya mampu memanfaatkan kekayaan ku untuk kehidupan mu dan adik mu!” ujar nya. “Kau bisa mendapatkan apapun yang kau inginkan hanya dengan memuaskan ku,” ucapnya kembali. Aku menepis tangannya, “Kau yang bodoh Tuan Xavier, kau meminta gadis sepertiku untuk menguras harta mu. Bukankah kau yang bodoh?” tanya ku. “Kau ingin di manfaatkan oleh ku, kau di bodohi nafsu mu Tuan Xavier yang sangat kaya raya. Dan aku tidak sebodoh itu memberikan tubuh indahku untuk lelaki hidung belang seperti mu,” tutur ku membalas kalimatnya, aku tersenyum miring saat mengatakan itu semua. Xavier pun terdiam saat aku berbicara seperti itu, ia menatap ku dengan tatapan yang penuh amarah. “Pergilah sebelum aku mempermalukan mu lebih lama.” usir ku padanya, “kau tidak pantas bahkan sangat tidak pantas menjadi suami ku,” tambah ku. “Dengar Zalina, aku tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkan mu.” Ujar Xavier, “Sekalipun sudah lagi tak ada jalan untuk mendapatkan mu, aku akan tetap berusaha.” “Tidak ada yang tidak mungkin bagi Xavier Alessio.” ujar nya kembali, Xavier mendengus kesal di hadapan ku dan tak berselang lama, Xavier pun pergi meninggalkan aku. Jantungku cukup berdebar kala berusaha membuat Xavier malu, aku pun takut jika Xavier semakin nekat untuk membuatku jatuh cinta pada nya. Aku menarik napas ku dalam-dalam, aku sandarkan tubuhku tepat di hadapan pintu utama rumahku. Tangan serta tubuhku bergetar hebat, “Ya Tuhan, bantu aku.. bantu aku agar Xavier tidak berbuat nekat padaku, aku hanya ingin kehidupan ku tenang seperti dulu, saat aku belum bertemu dengan nya.” ucapku dalam hati sembari mencoba mengatur napasku kembali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN