Satu Frekuensi

2080 Kata

Paulina kini tengah tengkurap di atas ranjang hotel yang empuk, wajahnya terbenam di bantal besar dengan tubuh yang masih terasa lelah dan nyeri. Air mata mengalir pelan di pipinya, bukan karena sedih, tetapi lebih karena rasa sakit pasca malam pertama yang mulai menyiksanya. "Eyang... sakit banget," rengeknya seperti anak kecil yang mengadu. Eyang Astuti duduk di kursi dekat ranjang, menatap cucunya itu dengan senyuman penuh pengertian. "Tapi enak kan?" tanyanya, nadanya penuh dengan godaan halus yang hanya bisa datang dari seseorang yang sudah berpengalaman. Paulina mengangkat wajahnya dari bantal, pipinya yang memerah karena malu kini tampak jelas. Namun, senyum kecil mengembang di bibirnya. "Iya, Eyang, enak sih... tapi aku nggak kuat kalau harus sakit terus kayak gini." Eyang terta

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN