Hujan turun deras, membasahi jalanan kampus yang sudah sepi. Butir-butir air jatuh tanpa ampun, menari di bawah cahaya lampu jalan yang redup. Paulina berdiri sendirian di halte, tubuhnya setengah bersandar pada tiang besi yang dingin. Tangannya memeluk diri, bukan karena kedinginan, tetapi karena kekosongan yang tak kunjung pergi dari dadanya. Angin basah menyapu wajahnya, membawa aroma tanah yang basah bercampur kenangan pahit yang berusaha dia kubur. Dulu, Paulina menyukai hujan. Setiap rintiknya selalu membawa alasan untuk bertahan lebih lama di apartemen Jagapathi. Hujan adalah dalih untuk membiarkan dirinya berlama-lama dalam hangatnya kehadiran pria itu. Tapi sekarang, hujan menjadi musuhnya—pengingat akan perasaan yang tak pernah ia tuntaskan. Hujan memaksanya terjebak di tempat y