*** Masih di tempat yang sama. Beverlyn masih berada di pangkuan Oscar, tubuhnya direngkuh erat dalam pelukan sang pria. Tidak ada percakapan di antara mereka, hanya hening yang terasa nyaman— seakan keduanya sedang berusaha meredam bara yang sempat menyala akibat ulah nakal beberapa menit lalu. Tiba-tiba, suara getar ponsel memecah keheningan itu. Beverlyn sontak tersentak kecil, refleks menegakkan tubuhnya. Oscar, tanpa banyak kata, segera merogoh saku celana dan mengeluarkan ponselnya. Wajahnya tetap datar. Sebuah pesan baru saja masuk dari kontak yang sudah sangat dikenalnya: Edgar. Satu alamat singkat tertulis di sana— penthouse. Oscar membaca sekilas, lalu jemarinya yang cekatan langsung mengutak-atik ponsel, memindahkan data itu ke jalur jaringan pribadinya. Jalur yang tidak bi