Bab 7. Anggur Merah

1209 Kata
“Tapi ….” Alya menelan ludah. Masalahnya ia dan Adrian saja tidak pernah berhubungan intim, jadi ini pertama kalinya untuk Alya. “Jangan takut.” Ethan mengambil tangan Alya, menciumnya lembut. “Kamu butuh sesuatu supaya lebih rileks?” Alya menatap Ethan lamat-lamat, jantungnya semakin berdetak kencang saat melihat Ethan tampak begitu tampan di bawah lampu temaram kamar itu. “Wine, aku butuh wine.” Ethan tersenyum. “Kita ke kamarku, ya? Kita duduk di dekat jendela sambil minum wine dan menikmati pemandangan malam, mau? Kamarku ada jendela besar yang menghadap ke luar, kita bisa menikmati langit malam dari sana.” Alya mengangguk setelah diam beberapa saat. “Kamu tunggu di sini, aku siapin dulu wine yang kamu mau,” ucap Ethan lalu mengecup puncak kepala Alya. Setelah Ethan pergi, Alya menghembuskan nafas panjang. Ia mengusap wajah, berpikir cepat. Ia tahu ia takkan bisa terus-menerus menghindari malam pertama mereka. Bagaimanapun mereka memulai pernikahan, sekarang mereka sudah terjebak bersama dan nenek Ethan mendesak mereka untuk segera memberi keturunan. Alya bangkit dari kasur, menuju lemari dan mencari sesuatu di sana. Alya ingat ia membeli gaun tidur seksi sebelum menikah, sengaja ia siapkan untuk malam pertamanya dengan Adrian. Tapi sekarang sepertinya ia harus mengenakan gaun tidur itu di hadapan Ethan. “Ah, ketemu!” seru Alya pelan saat mendapati sebuah gaun berwarna biru muda berbahan satin. Baju itu tidak terlalu terbuka seperti lingerie, tapi cukup seksi dengan rok sebatas pertengahan paha dan dua tali spaghetti yang bisa dengan mudah diloloskan dari bahu Alya. Ia segera mengganti piyamanya dengan gaun tidur itu, mematut dirinya di cermin. “Ah, malu banget,” keluh Alya saat mendapati dirinya tampak seperti w*************a. Ukuran d**a Alya bukan termasuk kecil, sehingga belahan dadanya terlihat menyembul dari balik renda gaun malamnya yang cukup rendah. Untungnya, pakaian itu dilengkapi dengan kimono, jadi ia mengenakan kimono itu untuk menutupi gaun seksi di dalamnya. Pintu kamar Alya diketuk dari luar, Ethan melongokkan wajah. “Ayo ke kamar, udah si–” Kalimat Ethan terhenti saat melihat pakaian Alya. “Kamu ganti baju?” “Iya. Kenapa? Kamu nggak suka?” “Bukan.” Ethan menggeleng dan tersenyum. “Kamu selalu cocok dengan warna biru,” pujinya tulus, ia bahkan membiarkan matanya menjelajahi tubuh Alya. “Tadi kamu mau bilang apa? Semuanya udah siap?” tanya Alya saat berdiri di hadapan Ethan. “Iya, ayo ke kamarku.” Ethan meraih pergelangan tangan Alya dan mengajaknya ke kamar. Kamar Ethan adalah kamar utama di rumah ini. Jadi ukurannya besar dengan perabotan lengkap di dalamnya. Kamar Ethan juga memiliki pemandangan paling bagus. Di dekat jendela besar yang tirainya dibuka, sudah ada sebuah meja bundar dan dua buah kursi. Sebuah botol anggur diletakkan di atas meja bersama satu gelas wine. “Kenapa cuma ada satu gelas?” tanya Alya. “Nanti kamu bakal tahu.” Ethan menjawab sok misterius. Lantas ia duduk di atas kursi dan menarik tangan Alya hingga ia jatuh ke pangkuannya. Alya membelalak. “Kursinya ada dua, Than. Aku bisa duduk di sana.” “Dan kamu akan terus tegang semaleman karena canggung?” Ethan membelai wajah Alya, menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. “Duduk di sini, biar kamu terbiasa denganku.” Alya menelan ludah canggung, duduk dengan tegang di atas pangkuan Ethan. Ia bahkan tak berani menyentuh tubuh Ethan. Sementara Ethan sudah melingkarkan lengannya di pinggang Alya. Dengan tangannya yang bebas, Ethan menuangkan anggur ke dalam gelas. “Buka mulutmu, Al,” katanya sambil mendekatkan gelas ke bibir Alya. “Hah?” Alya menatap gelas dan wajah Ethan bingung. “Aku bisa minum sendiri.” “Buka mulutmu, Alya.” Ethan mengulangi, kali ini nadanya terdengar sedikit memerintah. Alya mengernyit, namun menurut juga. Ia membuka mulutnya sedikit dan membiarkan Ethan meminumkan anggur padanya. Setelah ia menyesap sedikit, Ethan meminum anggur itu tepat dari bekas sentuhan bibir Alya. “Kalau kamu masih ragu ciuman sama aku, kita bisa mulai dengan ini. Ciuman tidak langsung,” katanya sambil tersenyum. Cahaya rembulan yang menembus jendela dan jatuh menimpa wajah Ethan membuat pria itu tampak semakin tampan. Tulang pipinya yang tegas, hidungnya yang mancung, serta tatapannya yang tajam membuat Alya hanya fokus pada pria itu sekarang. Alya tahu bahwa Ethan tampan, tapi malam ini ketampanannya terlihat lebih sensual. Ia menelan ludah gugup sekali lagi, tatapannya turun ke bibir Ethan. “Minum lagi,” kata Ethan tiba-tiba. Alya membuka sedikit mulutnya, membiarkan Ethan meminumkan anggur merah padanya. Namun kali ini, tangan Ethan tidak berhenti menuangkan anggur ke mulut Alya meski ia telah berhenti menyesap. Ia terus menuangkan anggur dengan perlahan, meski cukup pelan, tetap saja Alya tak bisa meneguk seluruhnya. Anggur merah itu menetes dari sudut bibir Alya, jatuh menyusuri kulit Alya yang bersih, melewati dagu, leher, tulang selangka hingga menyelinap di balik kimono tidurnya. “Kamu jadi kotor, maaf.” Ethan berkata lirih sambil meletakkan gelas anggurnya. “Aku buka, ya? Biar aku bantu bersihkan,” imbuhnya. Alya membiarkan tangan Ethan membuka tali kimono gaun tidurnya. Pria itu sedikit membelalak ketika melihat pemandangan di baliknya. Belahan d**a Alya menyembul dari balik renda gaun tidurnya, dan anggur merah itu menyelinap di lembah itu. Lantas, tanpa banyak bicara, Ethan menenggelamkan wajahnya di antara kedua bongkahan d**a bulat Alya, menjilat ujung tetesan anggur dan terus ke atas, menyusuri jejak anggur merah itu dengan lidahnya. “Kak ….” Alya mendesah lembut. Nafasnya semakin berat dan cepat. Kepalanya terdongak, matanya terpejam sambil menggigit bibir menahan sensasi yang ditimbulkan oleh sentuhan bibir dan lidah Ethan di kulitnya. Tanpa sadar, tangan Alya sudah bergerak ke atas, mencengkram rambut Ethan. Namun pria itu bergeming, terus melanjutkan aksinya. Lidahnya menyusuri leher Alya, mencium, menyesap jejak anggur di kulitnya dengan cukup kuat, hingga meninggalkan bekas kemerahan di sana. “Ah!” Alya mendesah tertahan, cengkramannya di rambut Ethan semakin kuat. Tapi lagi-lagi, Ethan tak memedulikannya. Lidahnya terus bergerak ke atas, melewati rahang Alya hingga menyentuh sudut bibirnya. Tubuh Alya meremang ketika merasakan bibir dan lidah Ethan yang menjilat sudut mulutnya. Kedua matanya seketika terbuka, menatap Ethan dengan tatapan yang sayu dan pekat oleh gairah. Pendingin ruangan kamar itu jelas menyala di suhu belasan derajat, namun Alya bisa merasakan tubuhnya memanas hingga rasanya terbakar. Cengkraman tangannya di rambut Ethan belum mengendur, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Ethan, matanya berkali-kali melirik bibir sang pria. Ethan menyeringai tipis saat Alya menjilat bibirnya sendiri. Ia tahu, ia telah berhasil menggoda Alya untuk menginginkannya. “Aku mau minum anggur lagi,” ucap Ethan ketika wajah mereka cukup dekat. Ia bisa merasakan nafas hangat Alya menyapu kulitnya. “Tapi dari mulutmu, boleh?” imbuhnya sambil menyapu bibir bawah Alya dengan jempol. Gerakannya lembut dan sensual, sengaja untuk membangkitkan gairah Alya. Alya membuka bibirnya tanpa sadar, seolah memberi akses bagi jempol Ethan untuk memasuki mulutnya. Kemudian ia mengangguk. “Boleh,” desahnya lembut. Ethan tersenyum senang, mengambil gelas anggur dan meminumkannya pada Alya. “Jangan ditelan,” perintahnya. Alya menurut. Hingga Ethan menjauhkan gelas anggur dari bibirnya, ia masih membiarkan anggur itu berada di mulutnya. Dan ketika bibir Ethan akhirnya menyentuh bibirnya, lidahnya menggoda bibir Alya agar membuka, wanita itu menurut. Alya membuka bibirnya, membiarkan Ethan meneguk anggur merah dari mulutnya. Dan bibir mereka bertaut, bergerak sensual di bawah guyuran sinar rembulan. Suara ciuman basah mereka memenuhi ruangan, terdengar panas dan erotis. Membakar gairah yang tadinya hanyalah percikan api kecil.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN