Bab 8. Malam Pertama

1387 Kata
Alya tidak tahu bahwa berciuman rasanya akan semanis dan sememabukkan ini. Entah karena efek anggur yang ia minum, atau memang ada yang berbeda dengan cara Ethan menciumnya. Tapi yang pasti, kini otaknya semakin berkabut dan tak bisa diajak berpikir. Maka ketika Ethan melepas kimono tidurnya dan menyisakan gaun tidur mini melekat di tubuhnya, Alya membiarkan saja. “Al, kamu cantik banget.” Ethan mendesah penuh gairah, bibirnya segera mendarat di leher Alya, mencium, menggigit, menghisap kuat hingga menyisakan bekas kemerahan di sana. Alya mendesis, reflek menjambak rambut Ethan ketika merasakan sensasi geli yang menjalar hingga ke area di antara kedua pahanya. Kewanitaannya berkedut, menuntut sesuatu. Sesuatu yang belum pernah ia inginkan bahkan dari Adrian sekalipun. Bibir Ethan terus turun, menyusuri kulit Alya yang bersih dan berkilau di bawah lampu kamar yang temaram. Nafsu Ethan semakin menggila. Bertahun-tahun ia menginginkan Alya dan ketika wanita cantik itu berada dalam genggamannya sekarang, rasanya jauh lebih memabukkan dari anggur yang barusan ia teguk. Bahkan lebih memabukkan dari everclear–minuman keras paling memabukkan di dunia. Ethan tak bisa mengendalikan nafsunya. Ia menarik tali gaun tidur Alya menuruni pundaknya, mengekspos d**a Alya yang ternyata sudah polos tanpa bra. Ethan menggeram rendah melihat pemandangan itu. “Al, kamu bikin aku gila.” Ia mendongak, menatap Alya. “Boleh?” tanyanya sambil mendekatkan bibirnya ke puncak d**a Alya. Alya menelan ludah. Pemandangan wajah Ethan yang berada di belahan dadanya membuatnya juga menggila. “Lakukan apa pun yang mau kamu lakukan, Kak,” ucapnya kemudian. Memberikan free access pada Ethan. Maka tanpa pikir panjang lagi, Ethan membawa tubuh Alya ke atas kasur, merebahkannya dan ia pun menyusul kemudian. Ethan mengangkangi kedua paha Alya, meloloskan gaun tidur berwarna biru tua itu. “Kamu cantik pake baju ini, tapi jauh lebih cantik kalau nggak pakai apa-apa, Al,” ucapnya sambil melempar gaun tidur itu sembarangan. Kedua tangan Ethan langsung menyusuri kaki jenjang Alya, terus ke atas hingga meremas pinggangnya. Lantas ia menyelipkan jemarinya di celana dalam Alya dan menariknya hingga lepas. “Kak Ethan!” Alya terkesiap. “Kamu bilang aku boleh melakukan apa saja kan?” “Iya, tapi–” Alya menutup kakinya, malu. “Jangan ditutup, Al. Kamu cantik, cantik banget sampe bikin aku hampir hilang akal.” Ethan menempelkan bibirnya di lutut Alya. Ia terus menyusuri kulit mulus Alya dengan bibirnya, seinci demi seinci, seolah memetakan setiap lekukan tubuh Alya dengan bibir dan tangannya. Alya menggelinjang di bawah Ethan, memejamkan matanya rapat-rapat, menggigit bibir, meremas sprei, apapun ia lakukan untuk menahan gejolak yang semakin menggila. Sungguh, Alya tak pernah kehilangan akal sehat begini. Bahkan ketika berciuman dengan Adrian, ia tak pernah merasakan sensasi sehebat ini. Ada sesuatu dari cara Ethan memuja tubuhnya yang membuat Alya mabuk kepayang. Alya semakin tenggelam dalam sentuhan dan ciuman Ethan. Dan ketika ia membuka mata, Ethan telah polos tanpa busana, entah kapan pria itu melepas pakaiannya. Pasti ia melakukannya di antara ciuman dan sentuhan sensual itu hingga Alya tak menyadarinya sama sekali. “Kak Ethan ….” Alya mendesah lembut, tak tahu harus berkata apa. “Kamu sudah siap, Al?” bisik Ethan, jemarinya menyusuri paha Alya hingga area di antara kedua pahanya, menekan inti tubuh Alya. “Ah, kamu siap banget,” komentarnya. Alya menggeliat, melenguh rendah. Sentuhan Ethan membuat tubuhnya bergetar halus, ia ingin lebih. “Kak ….” “Kamu mau ini?” Ethan berlutut di antara kedua paha Alya, membawa miliknya ke pintu masuk sang istri. Alya menggigit bibir, mengangguk kecil. “Mau.” Itulah yang ingin Ethan dengar. Maka setelahnya, ia membiarkan dirinya membelah tubuh Alya, membiarkan kehangatan dan kelembutan sang istri melingkupi dirinya. Dan sensasinya membuat Ethan harus mencengkram kedua paha Alya erat. Ia menggertakkan gigi, mencegah dirinya untuk melenguh kencang saking nikmatnya. “Al, bilang kalau udah boleh gerak.” “Boleh.” Alya mencengkram lengan Ethan yang kini berpindah memegangi pinggulnya. Tatapan mereka bertemu ketika Ethan mulai bergerak, gelap karena gairah, tapi juga lembut karena perlahan-lahan Alya membiarkan hatinya terbuka. Melihat tatapan Alya yang berubah lunak, Ethan tahu takkan butuh waktu lama baginya untuk memiliki hati Alya sepenuhnya. Tanpa mengurangi kecepatan, Ethan mencium kening Alya, mendekap tubuh Alya erat sambil berbisik lirih di telinga sang istri. “Aku mencintaimu, Alya. Jadilah ibu dari anak-anakku.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Ethan mempercepat gerakan. Meloloskan rintihan dan desahan penuh kenikmatan dari bibir Alya. Aroma panas permainan mereka memenuhi langit-langit kamar tidur Ethan. Suara erotis dari tubuh mereka yang bertabrakan menambah panas permainan. Hingga di satu titik, Alya merintih panjang saat mencapai pelepasan. Ethan menyusul kemudian, menggeram tertahan, melesakkan dirinya jauh ke inti tubuh Alya dan melepaskan benihnya di dalam sana. Ia tak langsung mengeluarkan dirinya, sengaja agar tak ada cairan yang terbuang sia-sia. “Kamu harus hamil anakku supaya aku bisa mengikatmu selamanya padaku, Al,” batin Ethan sambil menciumi pundak Alya lembut. Gerakannya yang lembut amat berbeda dengan perasaannya pada Alya yang malam ini justru berubah semakin intens. *** Ting! Alya berjalan cepat keluar dari lift bersama Reyna. Ia memeriksa ipad di tangannya, menelusuri ceklis persiapan pernikahan salah satu konglomerat ibukota yang menjadi kliennya itu. “Aku mencintaimu, Alya. Jadilah ibu dari anak-anakku.” Kalimat itu kembali terngiang di telinga Alya, membuat pikirannya melayang ke malam pertama mereka semalam. Ciuman Ethan yang memabukkan, sentuhannya yang lembut dan penuh cinta, hingga suara serak pria itu yang membisikkan kata cinta, membuat Alya tak bisa berkonsentrasi dengan barisan tulisan di layar ipad-nya. “Al? Alya!” “Hah? Apa?” Alya tersentak kaget, lamunannya langsung buyar. “Kamu mikir apa sih? Bengong aja dari tadi.” Reyna mengernyit. “Jadi apa yang perlu dievaluasi?” “Oh, iya.” Alya mengutuk dirinya dalam hati. Ia cepat-cepat mengembalikan fokusnya pada daftar persiapan pernikahan kliennya. “Rey, tolong pastikan lagi ke vendor dekorasi. Aku nggak mau ada bunga yang layu pas hari H. Kemarin aku lihat mereka pakai mawar impor yang gampang rontok. Ganti aja, klien maunya mawar putih dan peony putih. Buat di pelaminan kita pake peony aja, kelihatan lebih mewah.” Suaranya sudah terdengar tegas dan serius. “Oke, Al.” Reyna mengangguk, sementara Alya beralih ke dokumen berikutnya. Istri Ethan itu mengernyit. "Kita masih belum dapat konfirmasi dari tim katering soal plating makanan VIP?" "Aku udah kejar mereka dari kemarin, Al. Mereka bilang butuh waktu buat uji coba plating yang diminta klien, soalnya lima rasa dari lima negara itu agak ribet." Alya mendengus pendek, memijit pelipisnya. "Kita nggak punya waktu buat ribet. Bilang ke mereka, maksimal besok aku mau lihat hasil akhirnya. Kalau nggak sesuai, kita panggil chef tambahan. Ini bukan sekadar makanan, ini prestige klien kita di depan tamu bisnis internasional." “Oke, oke.” Reyna menyahut cepat. Klien mereka kali ini memang super ribet. Mungkin karena old money dan membayar sangat mahal, jadi mereka merasa bisa menuntut seenaknya. "Rey, satu lagi.” Alya berhenti di depan pintu ballroom sebuah hotel bintang lima di ibukota. “Aku mau kamu pantau terus kru dokumentasi. Klien kita perfeksionis. Dia mau highlight video diputar sebelum acara selesai. Kalau ada satu shot yang kurang bagus, kita bisa habis." "Siap, Al. Aku bakal stand by di area mereka nanti." Alya memberikan ipad di tangannya pada Reyna dan menarik nafas panjang. "Kita tinggal tujuh hari lagi. Kalau kita berhasil, ini bakal jadi portofolio terbesar The Golden Vows. Tapi kalau gagal ... ya …." Ia tak sanggup melanjutkan kata-katanya, meringis membayangkan apa yang akan terjadi jika pernikahan ini sampai gagal. Reyna menepuk bahu Alya pelan. "Kita nggak bakal gagal, Al. Aku siap jungkir balik buat pastiin semuanya beres." Alya tertawa pelan sambil menyentuh pegangan pintu ballroom itu. “Ayo masuk, klien kita udah nunggu di dalem.” Begitu pintu dibuka, di dalam sana memang ada sepasang pria dan wanita. Mereka tampak sedang b******u mesra, tak menyadari bahwa Alya dan Reyna sudah masuk ke ruangan. Dua wanita itu saling pandang canggung, bingung harus bagaimana. Sampai akhirnya Alya berdehem keras, menginterupsi pasangan yang sedang sibuk saling melumat mulut masing-masing. “Ehem! Maaf mengganggu waktu kalian,” ucap Alya. Dua sejoli itu langsung melepaskan diri dan menoleh ke arah pintu–tempat Alya dan Reyna berdiri canggung. Alya mengenal si pria, ia adalah Davka–putra direktur utama Wijanarko Air Group sekaligus calon mempelai pria yang akan menikah seminggu lagi. Tapi yang membuat Alya membelalak dan membeku di tempat adalah wanita yang berada dalam dekapan Davka. Karena wanita itu adalah … Isha.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN