[21+ part]
Gwen.
Nama itu seolah langsung tercetak untuk diingat oleh Sean pada malam ini. Malam yang tak terduga dan membuatnya hampir mati tergulung ombak h-3 menuju pernikahannya. Namun ketika Sean meliriknya, wanita itu kini sedang memeluk lututnya dan terlihat menggigil kedinginan.
Sean sontak berdiri, mengambil kemeja putihnya yang tadi ia lepas dan terjatuh di pasir pantai sebelum ia berenang untuk menyelamatkan Gwen. Tanpa berpikir lama, Sean langsung memakaikan kemeja itu pada tubuh Gwen yang basah. Gwen tersentak ketika Sean kini bersimpuh dihadapannya dan bahkan mengkancingkan kemejanya ke tubuh Gwen.
“Eum, aku rasa… tidak perlu,” Gwen menyentuh tangan Sean yang sudah mengancingkan kemeja itu tepat didepan dadanya.
Sean mengangkat wajah, menatap Gwen. “Untuk sementara saja. Kamu terlihat kedinginan.”
Sean jelas mengabaikan lekuk tubuh indah Gwen yang dilihatnya tadi ketika mengancingkan kemejanya. Namun kemudian Sean menarik tangannya, tidak meneruskan untuk mengancingkan kemejanya hingga menutup sempurna keatas, membuat belahan d**a Gwen masih terlihat.
“Bagaimana denganmu? Kamu nggak pakai baju?” tanya Gwen.
Sean lalu menoleh kebelakang, kearah villa-nya yang menyala terang dan terdengar suara music dj dari balkon, tampak juga para wanita dan sahabatnya sedang berpesta diatas sana tanpanya.
“Itu villa-ku, aku tinggal berjalan beberapa langkah kebelakang dan pulang ke villa untuk mandi dan berganti baju.” Jawab Sean.
“Oh…” Gwen mengangguk-angguk, dalam hati mengagumi betapa mewahnya villa di pinggir tebing itu dengan private beach ini. “Kamu menyewa disitu? Berapa harga per-malamnya?”
Tanpa sadar Sean langsung menahan senyumnya, wanita dihadapannya ini masih menatap polos kearah villa—mengagumi kemewahan villa miliknya. Gwen pasti tidak tahu jika villa yang sedang dikaguminya itu adalah villa pribadi milik Sean.
“Iya, aku menyewanya.” Jawab Sean, sengaja menggoda Gwen dan tidak jujur.
“Wah, pasti mahal ya harga sewanya permalam.”
Sean terkekeh, “kurang tahu, aku difasilitasi oleh kantor. Bukan aku yang membayarnya.”
“I see…” Gwen mengangguk-angguk. Tapi seolah sadar dia terlalu lama duduk di pasir pantai dengan kondisi mengenaskan seperti ini, ia langsung berdiri sambil menepuk-nepuk pahanya yang penuh pasir. “Sepertinya aku mau kembali ke hotelku.”
“Eh?” tanpa sadar Sean langsung menahan pergelangan tangan Gwen dan ikut berdiri, seolah tidak mau Gwen langsung pergi. “Naik apa ke hotel?”
“Jalan kaki,” Gwen menyengir sambil mengusap lengannya dengan salah tingkah. “Aku sengaja tidak membawa ponselku untuk pesan ojek online, tadi aku sengaja ada disini untuk menenangkan diri.”
“Well, sebetulnya aku juga kesini untuk menenangkan diri. Berhubung melihatmu seperti orang hendak bunuh diri, jadi aku batal untuk menenangkan diri.” Sindir Sean.
Gwen langsung memasang wajah tidak enak hati, “astaga, maafkan aku. Aku memang seperti pembawa sial.”
“Hei, jangan berkata begitu. Aku tidak bilang kalau kamu pembawa sial.” Jawab Sean sambil menatapnya. “Mampirlah dulu ke villa-ku untuk membersihkan badan, aku juga ada pakaian kering untuk kamu pakai pulang ke hotel. Jangan berjalan sendirian dengan kondisi basah kuyup seperti ini. Nanti pulangnya akan aku antar.”
“Tidak perlu, aku—” ketika Gwen menolak, ia kemudian menggigil lagi ketika merasakan hembusan angin yang semakin kencang.
“Jadi?” Sean menaikkan kedua alisnya, walaupun aslinya ia sangat berharap Gwen mau mampir ke villa-nya. “Ada banyak wanita dan temanku di villa, tenang saja. Bukan hanya kita berdua.”
Gwen menggigit bibir bagian bawahnya, berpikir, ia juga sebenarnya malu berjalan jauh ke hotelnya dengan pakaian basah kuyup seperti ini. “Baiklah.”
Yes! Sean bersorak dalam hati, ia kemudian berjalan bersama Gwen menuju ke villa-nya. Begitu sampai, suara music dj semakin terdengar keras, suara tawa dan obrolan teman-teman Shandy serta Vino juga makin terdengar.
“Sedang ada pesta di villa ini?” tanya Gwen.
Sean mengarahkannya langsung ke lift yang menuju ke lantai tiga, di kamar tertinggi, kamar utama milik Sean.
“Iya, temanku mengadakan pool party di balkon lantai dua. Mau bergabung nanti?” tanya Sean.
Gwen menggeleng sambil tersenyum tipis, menolak secara halus. Sean mengangguk, Gwen terlihat benar-benar seperti wanita yang manis dan penurut. Sesampainya di depan pintu kamar, Sean langsung membuka pintu kamarnya dan interior kamar yang mewah ini membuat Gwen terperangah.
“Masuklah,” ucap Sean.
“Ini… kamarmu?” tanya Gwen, mengagumi interior mewah kamar Sean. “Mewah sekali.”
Sean tertawa kecil, lalu mendorong Gwen ke kamar mandi dengan lembut. “Segera bersihkan dirimu dari pasir pantai dan air laut yang lengket. Ada beberapa baju wanita di walk in closet, pakailah.”
“Baju siapa?” tanya Gwen dengan heran.
Sean tersentak, bingung harus menjawab apa karena sebenarnya itu baju yang disiapkan team-nya untuk calon istri Sean ketika selesia resepsi dan akan beristirahat di villa ini. “Eum, itu… baju team kantorku yang dititipkan disini. Pakai saja, nanti aku akan belikan dia yang baru.”
“Nggakpapa nih kalau aku pakai?”
“Tidak apa-apa, pakai saja.”
Gwen kemudian mengangguk dan memasuki walk in closet. Sekali lagi dirinya terperangah melihat pakaian-pakaian branded, jam tangan, serta sepatu-sepatu mewah yang ada di walk in closet ini. Gwen yakin jika Sean bukanlah orang kantoran sembarangan.
Namun Gwen memutuskan untuk tidak terlalu salah fokus oleh barang-barang mewah milik Sean. Ia kemudian segera mandi dan berganti pakaian, Gwen memilih sweater yang kelihatannya biasa—tapi ternyata bermerk Gucci dan juga celana pendek kain yang ia pakai. Bahkan ada pakaian dalam dengan merk victoria secret di walk in closet ini.
Setelah selesai membersihkan diri, ia keluar dari kamar mandi, dia melihat Sean yang juga sudah selesai mandi memakai kaus polo putih dan celana bahan cokelat muda. Rambutnya disisir rapi dan terlihat semakin tampan dibawah sinar kamar yang temaram ini. Sean berdiri di depan jendela kaca yang sangat besar seperti dinding, memperlihatkan pemandangan teman-temannya yang sedang berpesta di lantai dua dan pemandangan lautan lepas serta tebing-tebing disekelilingnya.
“Sean,” panggil Gwen. Sean sontak menoleh sambil menggenggam segelas tequila yang baru disesapnya. “Apa tidak apa-apa aku memakai baju dengan brand ini? Ini… sangat mahal. Aku akan mengembalikkannya besok.”
Sean menggelengkan kepalanya, “tidak perlu. Kan sudah aku bilang kalau aku akan membelikan temanku baju yang baru.”
“Benarkah? Tapi ini… sangat mahal.”
“Aku masih ada uang untuk membelikannya baju ganti.” Jawab Sean.
“So… you are rich?” tanya Gwen sambil tersenyum menggoda, dirinya melangkah makin mendekati Sean.
Sean terkekeh, namun menggelengkan kepalanya. Dia masih tidak mau mengaku pada Gwen bahwa dia sebenarnya sangat-sangat kaya—crazy rich. Sean kemudian mengambil segelas tequila dari atas meja yang berada disampingnya dan menyodorkannya ke Gwen.
“Apa ini?” tanya Gwen ketika menerima gelas itu.
“Tequila.” Jawab Sean. “Kamu belum pernah minum?”
Gwen menatap gelas itu sejenak, lalu menggelengkan kepalanya. “Belum pernah.”
“Kalau begitu jangan minum, aku tidak mau menjerumuskanmu.” Sean hendak mengambil kembali gelas berisi tequila yang sudah dipegang oleh Gwen, namun Gwen dengan cepat malah menghabiskannya dalam satu kali tegukan. “O-ow.”
“Ah! Sudah aku minum!” Gwen memejamkan matanya, lalu memegangi tenggorokannya dan seketika terbatuk. “Uhuk! Alkohol ini sangat…”
“Enak?” goda Sean sambil melihatnya dengan geli.
Gwen membuka matanya, memaksakan senyum dan mengangguk. “Iya, enak.”
Sean tertawa kecil, menggenggam pergelangan tangan Gwen agar wanita itu berdiri disampingnya dan melihat pemandangan dari kaca besar di kamarnya. “Kemarilah dan lihatlah pemandangan ini.”
“Ada dua pemandangan disini. Teman-temanmu yang berpesta serta b******u di lantai dua atau pemandangan laut lepas di malam hari.” Ucap Gwen. “Aku harus lihat yang mana?”
Sean lalu mengubah posisi, ia berdiri dibelakang Gwen dan memegang kedua bahu Gwen, mengarahkan Gwen melihat lurus kearah lautan. “Kamu suka pemandangan yang mana?”
Gwen diam, berpikir sejenak.
“Pemandangan mana yang bisa membuatmu bahagia?” tanya Sean lagi.
“Mungkin… pemandangan lautan lepas yang menenangkan.” Jawab Gwen pada akhirnya. “Tapi sudah malam, jadi gelap dan tidak bisa melihat apa-apa. Hanya langit gelap dan kosong.”
“Jadi, apa hanya karena melihat laut dan langit yang gelap bisa membuatmu bahagia?” Sean bertanya lagi.
Gwen menoleh kebelakang sejenak, “sepertinya tidak.”
“Kenapa?”
“Karena gelap dan terlalu membosankan.”
“Bagaimana kalau aku bisa membuatmu bahagia?”
“Hah?” Gwen sedikit menoleh kebelakang.
“Bagaimana kalau aku bisa membuatmu bahagia ketika melihat laut dan langit yang gelap ini?” Sean tersenyum tipis, namun sorot matanya seolah memabukkan seperti tequila yang barusaja Gwen minum dalam sekali tegukan. “Apa aku boleh menciummu jika berhasil membuatmu bahagia?”
Deg! Jantung Gwen terasa berhenti berdetak dalam sepersekian detik. Senyum Sean, tatapan Sean, suara Sean… semuanya terlalu memabukkannya. Namun Gwen memejamkan matanya sejenak dan menggelengkan kepala dengan cepat agar sadar, bisa saja ini karena dia terlalu mabuk. Gwen kemudian masih berusaha untuk jual mahal.
“Tergantung, bagaimana kamu bisa membuatku bahagia.” Jawab Gwen.
“Okay.” Sean kemudian mengetuk kearah kaca didepan Gwen. “Lihat kedepan dan hitung mundur bersama. Tiga… dua… satu…!”
Seketika terdengar bunyi ledakan petasan dari bawah tebing villa yang langsung memancarkan cahaya indah di langit serta laut yang gelap itu. Kegelapan dihadapan Gwen dalam tiga detik digantikan oleh indahnya cahaya serta bentuk-bentuk unik dari petasan yang terus bermunculan tanpa henti. Mata Gwen sampai rasanya tidak bisa berkedip saking indahnya, mulutnya sampai terbuka karena terperangah oleh banyak dan indahnya petasan yang saling meledak diatas langit gelap itu.
Tanpa sadar, kedua tangan Sean sudah melingkari pinggang rampingnya, memeluknya dari belakang dan berbisik, “so, are you happy now?”
“Sean, ini terlalu indah.” Gwen berucap lirih.
“Aku berhasil membuatmu bahagia?” tanya Sean.
Gwen memutar tubuhnya, kini wajah mereka saling berhadapan dan senyum terukir jelas di wajah Gwen. “Yes, I’m happy now.”
“So i can kiss you?” lirih Sean.
Gwen tidak menjawab, melainkan kedua tangannya langsung menyentuh tengkuk Sean, menarik kepala Sean mendekatinya dan kemudian bibir mereka bertemu. Musik dj yang terputar berubah menjadi musik menyenangkan dan suara ledakan petasan yang tak kunjung henti menjadi backsound ketika mereka berciuman.
Bibir mereka saling bertautan, b******u. Sean dapat merasakan betapa manisnya bibir Gwen dalam ciumannya. Membuatnya semakin menekan tubuh Gwen mendekat kepadanya, menghapus jarak diantara kedua. Sedangkan Gwen berpikir bahwa dia terlalu mabuk malam ini sehingga ciumannya dengan pria yang menyelamatkannya dari kecelakaan terasa indah dan menyenangkan.
Bahkan Gwen tidak sadar bahwa ciuman itu menggiringkan langkah mereka berdua menuju ranjang berukuran king size di kamar ini.
---
Follow me on IG: segalakenangann