“Diva, permainan telah dimulai. Ini masih permulaan. “ Bisik Linda saat melewati tubuh Diva.
Tanpa terasa, air mata Diva menetes begitu saja. Sungguh sakit hati rasanya, sudah tidak dihargai keberadaan atau posisinya sebagai istri sah, sekarang makan siang yang ia buat dengan sepenuh hati juga tidak dihargai.
“Kemana janji dan sumpahmu dulu. Berjanji pada kedua orang tuaku untuk membahagiakan dan menjamin hatiku tidak akan tersakiti. “ Gumam Diva dalam hati bersamaan dengan derasnya air mata yang membasahi wajah cantiknya.
Dengan langkah yang diiringi dengan luka mendalam, Diva memberikan rantang makanan itu pada satpam, dan langsung pulang setelah mendapatkan kata terimakasih dari satpam tersebut.
Diva pun kembali pulang ke rumah, dan melamun hingga tidak sadar hari yang semakin sore.
Diva melihat jam di pergelangan tangannya, dan sebentar lagi Tony akan pulang.
Diva masuk ke kamarnya dan membersihkan diri. Setelah itu, Diva menyiapkan makan malam untuk dirinya dan juga Tony.
Setelah selesai menyiapkan makan malam, Diva menunggu Tony pulang. Diva mencoba untuk sabar dan memperlihatkan wajah senyumnya saat melihat Tony pulang, guna menyambut kepulangan sang suami, agar penat sang suami sedikit ringan. Tony tersenyum melihat wajah Diva yang sudah tidak dingin lagi.
“Bagaimana kerjaan di kantor? Lancar? “ tanya Diva seraya membantu Tony membuka jasnya.
“Lancar. Wahh, makan sudah siap. “ Jawab Tony yang diakhiri dengan wajah bahagianya saat melihat hidangan yang sudah Diva siapkan. Meski Diva sudah hamil besar, tapi Diva masih sanggup untuk masak sendiri tanpa bantuan pelayan.
“Aku sendiri yang buatin makan malam buat kamu. Ayo, makan. “ Kata Diva seraya mengajak Tony untuk makan Malam bersama. Dengan wajah senangnya, Tony langsung melangkah dengan memeluk Diva dari samping menuju ke meja makan.
Diva mulai melayani Tony dengan mengisi piring Tony dengan nasi dan lauk yang menjadi kesukaan Tony. Baru saja Tony ingin melahap makanan yang ada di depannya, ponselnya berdering. Tony pun mengeluarkan ponselnya dari saku celananya, dan melihat siapa yang menghubunginya.
Degh.
“Linda…
Lirih Tony pelan saat melihat Linda menghubungi dirinya.
Dengan gerakan pelan, dan ragu-ragu, Tony menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan masuk dari Linda.
“Halo, Linda…
“Hem, sesuai dugaan. Pasti Linda yang menghubungi Tony. “ Gumam Diva dalam hati yang sempat menduga kalau orang yang menghubungi Tony itu adalah Linda. Memangnya siapa lagi yang menghubungi Tony di saat waktu yang penting seperti makan malam saat ini.
“Halo, Kak Tony. Bisa datang ke rumah nggak, aku takut, di rumah lampu tiba-tiba mati! “ kata Linda dengan suara yang terdengar sangat ketakutan, membuat Tony langsung merasa khawatir pada Linda.
“Tenang dulu. Aku akan segera ke sana. “ Ujar Tony yang langsung mematikan sambungan teleponnya.
“Sayang, aku pergi dulu ya. Linda lagi ketakutan. Dia hanya sendirian dalam keadaan gelap. “ Ujar Tony yang langsung berdiri dan keluar tanpa harus menunggu respon dari Diva terlebih dahulu, seperti orang yang tidak peduli apakah Diva memberinya izin atau tidak.
“Baru juga baikan karena aku menahan marah, hanya sekali panggilan dari Linda, langsung hilang momen bahagia tadi. “ Gumam Diva merasa Linda merusak momen bahagianya dengan Tony.
Diva memejamkan matanya dengan kuat, dan kembali membuka matanya dengan mata yang sudah terlihat merah.
Diva bertanya-tanya, sampai kapan hubungan tidak biasa ini terus berjalan, dimana yang semestinya diperhatikan oleh Tony itu adalah dirinya, bukan Linda yang statusnya hanya sebatas sahabat saja, terlebih saat ini Diva sedang mengandung keturunan Tony, tapi sepertinya Tony memprioritaskan Linda dibandingkan dengan darah dagingnya.
Diva pun terpaksa makan malam sendirian. Jujur saja Diva sedang tidak bernafsu, tapi Diva tetap memaksakan diri untuk makan karen Diva masih sayang dengan kesehatan tubuhnya.
Setelah Diva selesai makan secara terpaksa, Diva pun ke kamarnya, dan kembali termenung. Entah apa Diva harus menyesal atau tidak dengan keputusannya untuk menikah dengan Tony, yang jelas, sekarang Diva dapat merasakan arti dari kalimat tidak dihargai.
“Sudah jam 10. Sepertinya, Tony tidak akan pulang. “ Gumam Diva setelah melihat jam sudah jam 10.00 malam, tapi Tony tidak pulang. Akhirnya Diva memutuskan untuk pulang tanpa harus menunggu Tony.
Tidak berselang lama Diva tidur, Tony pun datang. Tony menatap ke arah ranjang dimana Diva berada.
Tony naik ke atas ranjang dan mengelus kepala Diva dengan lembut.
“Maafkan aku, Sayang. “ Bisik Tony pelan dengan tangan yang masih mengelus kepala dan juga lengan Diva dengan lembut.
Entah kenapa, Tony jadi merasa menyesal karena meninggalkan Diva sebelum selesai makan malam.
Tony menyusul Diva tidur dengan posisi memeluk Diva dari belakang.
Keesokan paginya, Diva bangun lebih dulu. Diva hanya diam saja saat merasa ada sebuah tangan yang tengah memeluknya dari belakang.
Diva tidak mengerti, apa ia harus merasa bahagia saat bangun pagi masih diberi kesempatan melihat sang suami, atau justru malah sebaliknya karena perhatian sang suami pada wanita lain yang tak biasa. Yang jelas, Diva berharap ia bisa mengambil tindakan yang tidak mengundang dirinya menyesal.
Dengan perlahan Diva menjauhkan tangan Tony, lalu turun dari ranjang dan menuju ke kamar mandi. Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Diva turun dan memberi perintah pada pelayan agar menyiapkan sarapan untuk Tony. Para pelayan sempat tertegun saat mendapat perintah untuk membuatkan sarapan untuk sang tuan, pasalnya selama mereka bekerja, untuk makanan sang tuan akan Disiapkan langsung oleh sang nyonya, dan ini pertama kalinya sang nyonya meminta mereka untuk menyiapkan sarapan untuk sang tuan, hingga membuat para pelayan heran. Namun meski begitu, para pelayan tetap menuruti setiap perintah dari sang majikan.
Setelah sarapan sudah disiapkan oleh pelayan, Diva sarapan lebih dulu tanpa menunggu Juna.
Setelah Diva selesai sarapan, Diva kembali ke kamarnya karena Diva ingin menyendiri terlebih dahulu.
Tony baru bangun dari tidurnya. Tony menatap Diva yang sedang duduk di sofa tanpa melihat ke arahnya.
Tony pun juga tidak begitu mempermasalahkannya. Tony masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri, lalu memakai pakaian formalnya setelah selesai membersihkan tubuhnya.
“Gak nyiapin sarapan? “ tanya Tony saat melihat Diva masih diam saja.
“Sudah disiapkan. Sarapan aja, setelah itu baru ke kantor. “ Jawab Diva datar. Juna langsung keluar dari kamarnya dan menuju ke ruang makan.
Tanpa banyak bertanya, Tony langsung menyantap makanan yang sudah tersedia di meja makan.
Baru saja Tony mengunyah suapan pertamanya, Tony sudah melepehnya dan membuangnya ke sembarang tempat.
“Kenapa, Tuan? “ tanya salah satu pelayan yang memang setia berdiri di dekat meja majikan saat makan, karena takut sang majikan membutuhkan sesuatu, agar tidak perlu repot-repot memanggil.
“Kenapa rasanya tidak seperti biasanya? “ tanya Tony dingin
“Karena biasanya nyonya yang masak. Hari ini, nyonya memberi perintah agar kami menyiapkan sarapan untuk anda. “ Jawab pelayan tersebut yang membuat Tony langsung berdiri dan melangkah dengan langkah lebarnya menuju ke kamarnya.
Brak
“Diva, kenapa kamu tidak menyiapkan makanan buat aku? Sejak kapan kamu tidak memperdulikan tugas sebagai istri! “ teriak Tony marah. Diva yang memang sudah lama menahan amarahnya langsung melempar buku majalah yang ia baca tadi secara kasar, lalu mendekati Tony.
“Apa aku wajib menyiapkan makanan untuk suami yang tidak pernah menyentuh masakan istri? Kamu tanya sejak kapan aku tidak memperdulikan tugas sebagai istri? Kamu sadar gak dengan pertanyaan kamu itu! Apa perlu aku menyiapkan makanan yang tidak pernah kamu hargai? Apa perlu aku memikirkan tugasku sebagai istri di kala kamu tidak memperdulikan tugasmu sebagai suami! Apa kami sudah bisa melakukan tugas mu sebagai seorang suami! Apa selama ini kamu menghargai semua kepedulian aku sama kamu! Tidak kan! Semua yang aku lakukan, pengorbanan ku sirna hanya seorang Linda. Bagi kamu, hanya Linda, Linda dan Linda! “ ujar Diva panjang lebar dengan nada tingginya, hingga berhasil membungkam mulut Tony. Diva mundur dengan langkah sempoyongan, dan menangis sesenggukan.
Tony yang melihat Diva menangis sesenggukan langsung mendekati Diva, dan memeluk Diva dengan sangat erat.
“Sayang, maaf. “ Hanya kata itulah yang keluar dari bibir Tony. Diva hanya diam saja.
Cukup lama mereka berdua saling diam, hingga Tony kembali membuka suara.
“Sebagai permintaan maaf aku, aku mau ngajak kamu nonton. Mau nggak? “ kata Tony yang ingin mengajak Diva nonton. Tony berharap ia berhasil membujuk Diva agar mau memaafkan dirinya.
Jujur saja sebenarnya Diva bukannya luluh, hanya saja, menurut Diva, tidak ada salahnya memberi kesempatan kedua pada Tony. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk nonton.
Saat ditengah perjalanan menuju ke bioskop, Diva merasa heran saat Juna menghentikan mobil.
“Sayang, ada Linda. Gak papa ya kita tampung dia. Katanya dia mau ke resto di depan, “kata Tony meminta persetujuan dari Diva. Diva hanya menganggukkan kepalanya pelan, memberi izin.
Dengan cepat Tony berpindah duduk di depan bersama supir, sedangkan Diva duduk bersama Linda. Suasana di dalam mobil hanya hening. Tak ada percakapan, baik itu dari Diva maupun Linda.
Belum sampai ke tempat yang menjadi tujuan mereka, mobil jadi oleng karena ada sebuah mobil truk yang melaju dengan kencang, hingga membuat supir Tony kehilangan kendali, dan tidak bisa menghindari sebuah benturan dengan truk besar tersebut.
Brak
“Aaa!!!
Semua yang ada di dalam mobil berteriak, tak terkecuali Diva dan Linda, karena kebetulan truk itu menabrak bagian body mobil Tony, hingga bagian kursi belakang yang sangat mengenaskan.
Tony menoleh ke belakang, di belakang terlihat banyak cairan merah yang keluar dari kepala kedua wanita yang tak lain adalah Diva dan Linda. Tony bingung siapa yang lebih dulu ia selamatkan diantara Diva dan Linda.
“Tony, tolong…
Lirih Diva pelan saat merasakan sakit pada perutnya, terlebih kakinya sudah dipenuhi oleh cairan merah yang berasal dari kehamilannya.
Saat Tony ingin menolong Diva, Linda memanggil Tony.
“Kak Tony… sakit…