“Sayang, udah lho, nangisnya ...” Aku masih saja sesenggukan sambil gemetaran sekalipun Mas Dipta terlihat baik-baik saja di depanku. Dia bahkan tidak terluka sedikit pun, tetapi apa yang kulihat tadi di depan mata benar-benar membuatku syok berat. “Karin biar minum dulu, Dip.” Mama tiba-tiba datang membawakanku satu gelas air putih. Aku minum dibantu Mas Dipta karena tanganku tidak bisa memegang gelas dengan benar. Setelah minum, aku menarik napas panjang lalu mengembuskannya secara perlahan. Selama itu, Mas Dipta terus saja mengusap-usap punggungku mencoba menenangkan. “Tadi kronologinya gimana, Dip, kok Karin syoknya sampai kaya gini?” tanya Mama yang mulai ikut mengusap-usap punggungku. “Jadi gini, Ma. Tadi kan aku beli roti kesukaan Mama, dan Karin aku suruh nunggu di mobil s