Part 7

2428 Kata
Ajeng kembali ke kontrakannya dengan kalut. Benaknya dipenuhi dengan pertanyaan, mampukah ia? Faktanya ia memang mengenal Ilsya dengan sangat baik. Ia tahu kebiasaan-kebiasaan bocah lima tahun itu karena dia sudah menjadi pengasuh bocah itu sejak bayi sama halnya ia membantu kakaknya Raia dan Rianna menjaga Hanna dulu. Tapi masalahnya kini, memperkenalkan Ilsya dengan ayahnya yang tidak Ajeng kenal sama sekali. Bagaimana caranya? Bagaimana jika ia malah berakhir membuat keduanya semakin jauh alih-alih membuatnya semakin dekat. Bahkan keluarganyapun tidak tahu seperti apa Ilker Bay yang sekarang. Bagaimana dirinya bisa? Oma Ana memang memberinya waktu untuk berpikir. Dan ia memerlukan seseorang untuk ia ajak bicara. Jelas bukan kedua kakak angkatnya. Raia sama butanya mengenai Ilker seperti Ajeng. Karena meskipun mereka bersepupu, Raia tidak ada dalam masa tumbuh kembang Ilker. Raia lebih mengenal Ajeng dan juga Rianna dibanding saudara kandung dan saudara sepupu-sepupunya yang lain. Dan meskipun lima tahun ini Raia menjadi lebih dekat dengan keluarganya, wanita itu juga tidak punya banyak waktu untuk berhubungan dengan Ilker. Karena seperti yang semua orang tahu, pria itu sudah menghilang ditelan bumi dan entah tinggal di belantara mana selama itu. Lalu Rianna? Meskipun kakaknya itu sudah bersama keluarga Levent saat Ilker masih tinggal di Jakarta, tapi Rianna juga mengakui kalau dia tidak terlalu mengenal Ilker secara intim seperti ia mengenal Falisha, Faiqa dan keluarga lain suaminya. Jadi, pada siapa Ajeng harus meminta nasihat mengenai apa yang harus dan tidak harus dilakukannya tentang Ilker? Ajeng melihat pesan di ponselnya. Ia mendapatkan pesan dari Halwa. Sekretaris dari putra bungsu pasangan Caliana dan Adskhan Levent, Mirza Levent. Gadis yang usianya tiga tahun lebih tua itu mengajaknya untuk bertemu di apartemen Mirza esok hari karena ada sesuatu yang harus ia katakan. Dan ya, mendadak Ajeng memiliki rencana untuk membahas masalah ini dengan Halwa. Dia gadis yang bijak yang Ajeng tahu bisa memberikannya nasihat yang baik mengenai pilihan yang harus Ajeng ambil kedepannya. Keesokan harinya, mereka jadi bertemu di kediaman Mirza. Namun Ajeng harus menahan diri untuk mengutarakan isi hatinya karena ia lebih dikejutkan dengan gadis itu yang membawa sosok lain yang dikatakannya akan menjadi penggantinya. Ada apa ini? tanyanya dalam hati. Apa ini berarti kalau Halwa akan mengundurkan diri dari posisinya sebagai sekretaris sekaligus asisten pribadi Mirza? Kalau demikian, bagaimana dengan posisi Ajeng sebagai pegawai paruh waktu gadis itu selama ini? Apa posisinya itu nantinya akan digantikan oleh gadis yang bernama Sabrina yang akan menggantikkan posisi Halwa? Entahlah, Ajeng akan menanyakan hal itu nanti pada Halwa karena gadis itu sudah memberikannya kode tak langsung bahwa ia akan menjawab pertanyaan Ajeng setelah jam kerjanya usai. Ajeng berfokus pada pekerjaannya untuk membersihkan apartemen Mirza seperti biasa. Dulu, Ajeng tidak pernah penasaran untuk membuka album foto yang tersimpan di rak bawah tv milik atasannya itu. tapi sekarang, rasa penasaran untuk mengenal sosok Ilker membuatnya mengulurkan tangan, membuka pintu kaca lemari dan mengeluarkan album foto bersampul kulit yang merupakan koleksi pribadi milik Mirza. Meskipun ia tidak yakin akan ada berapa banyak foto Ilker didalamnya, ia tetap membukanya demi menghilangkan rasa penasarannya. Halaman pertama album besar itu diisi dengan foto keluarga besar Levent. Ajeng mengenai para tetua Levent dan istrinya meskipun kini semuanya sudah tiada. Helena dan Ahmed Levent. Karin dan Basir Levent. Serta sosok Arzu dan Gohan Levent. Dalam foto bersampul kulit itu, wajah ketiga pasangan tetua Levent itu memang tidak lagi muda. Mungkin berkisar di usia enam puluh dan tujuh puluh tahun. Semuanya tampak tersenyum ke arah kamera. Ada beberapa anak kecil dalam pangkuan mereka. Ajeng tidak bisa membedakan satu demi satu. Namun dia tahu kalau balita dan batita yang ada di pangkuan mereka itu adalah Rayyan, Mirza, Halil, Ayla, Faiqa dan Hanira. Dan yang sedikit lebih besar yang berdiri di belakang kursi para tetua adalah Serkan, Falisha, Akara dan Ilker. Dibelakang keempat remaja itu berdiri orangtua mereka. Adskhan dan Caliana Levent. Lucas dan Agisna Levent. Syaquilla dan Gilang Hammam Putra. Dilara dan Serkan Aktasoy. Erhan dan Nadira Levent. Tentu tidak ada Raia disana, karena saat itu, putri pasangan Lucas dan Agisna Levent itu sedang berada di panti asuhan yang sama dengan Ajeng dan Rianna. Belum juga ada Afham disana, karena foto itu diambil saat Ayla baru berusia beberapa bulan. Fokus Ajeng ada pada seorang remaja bertubuh tinggi besar berkacamata. Senyum sumringah ditunjukkan remaja itu yang di kedua pundaknya ada tangan sang kakak, Syaquilla. Senyum yang belum Ajeng lihat dari sosok Ilker yang kemarin dilihatnya. Ajeng membuka kembali lembaran lainnya. Semuanya didominasi dengan foto Mirza dan Rayyan kecil, namun disana ada beberapa foto yang terdapat Faiqa, Akara dan Ilker remaja. Ya, selisih Mirza dan Ilker itu sekitar sembilan atau sepuluh tahun. Yang Ajeng tahu, Akara, Falisha dan Ilker itu lahir dengan selisih bulan. Ajeng tahu kalau saat menikah dengan Rianna, Akara berusia tiga puluh tahun. Dan waktu itu juga Ilker dan mendiang istrinya sudah menikah. Dan pernikahan Akara dan Rianna sekarang masuk ke tahun ke enamnya berarti usia Ilker saat ini sudah tiga puluh enam tahun. Tiga belas tahun selisih usia mereka, usia yang Ajeng ukur cukup jauh. Ajeng kembali membuka-buka album itu. Dan lagi, yang ditemukannya adalah sosok Ilker yang penuh tawa. Wajah pria itu begitu belia, meskipun mulai ditumbuhi jambang, janggut dan kumis, tapi masih tipis. Tidak seperti yang sekarang, lebat dan bahkan rambutnya pun teramat gondrong. Ajeng membuka sampul lainnya. Sebuah album kulit bersampul hitam elegan dengan huruf emas di bagian luarnya yang bertuliskan Ilker – Syahinaz lengkap dengan tanggal dan tahun pernikahan itu berlangsung. Dilihat dari fotonya, pesta itu pastinya pesta yang tak kalah meriahnya seperti yang dibuat Akara untuk Rianna beberapa tahun yang lalu. Ajeng lagi-lagi melihat wajah penuh tawa milik Ilker yang enam tahun lebih muda dari Ilker yang dilihatnya di penthouse. Di album itu juga Ajeng bisa melihat kemesraan Rianna dan Akara. Entah siapa yang membawa Rianna masuk dalam foto keluarga itu. meskipun saat itu Rianna sudah menikah dengan Akara, tapi pernikahan mereka adalah pernikahan rahasia. Bahkan pernikahan itu dilangsungkan di rumah sakit tempat Raia dirawat dan hanya disaksikan oleh ayah Akara dan juga kakak sepupu Akara, Syaquilla yang merupakan kakak satu ayah Mirza dan Ilker. (Baca Akara’s Love Story). Itulah yang Ajeng dengar dari Rianna saat ia datang ke Jakarta atas permintaan kakak angkatnya itu. Ajeng duduk bersila dengan album foto itu di atas pangkuannya. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Rasa sayangnya pada Ilsya membuatnya teramat ingin mendekatkan gadis kecil itu dengan ayahnya. Namun ketaktahuannya akan sosok Ilker membuatnya enggan untuk melakukan hal itu. baiklah, mungkin Ajeng harus membicarakan ini dengan Halwa. Rasanya hanya itu satu-satunya cara yang bisa ia lakukan mengingat dirinya dan Halwa sama-sama orang luar Levent. Ajeng meletakkan kembali album foto itu ke dalam raknya dan kembali bekerja. Sore harinya, ia berjanji akan bertemu dengan Halwa di sebuah kedai bakso kesukaan mereka. Ia melambaikan tangan saat melihat seorang gadis yang mengenakan setelan berwarna navy dengan kemeja berwarna merah muda dengan rambut dicepol di tengkuknya. Gadis itu sama seperti dirinya, bertubuh mungil. Namun berbeda dengan Ajeng yang kasual, Halwa lebih berpenampilan rapi. Meskipun diluar setelan kerjanya, selera pakaian mereka tidak jauh berbeda. Halwa beralasan kalau dia ingin terlihat professional di tempat kerja. Pembicaraan awal mereka membahas alasan kenapa Halwa keluar dari tempat kerjanya. Wanita itu sudah masuk ke Kralligimiz—sebuah rumah produksi yang didirikan Levent senior—hampir tiga tahun lamanya. Atau mungkin lebih? Awalnya ia bekerja sebagai staf administrasi sebelum kemudian dipilih menjadi sekretaris enam bulan sesudahnya dan berakhir memiliki pekerjaan ganda yaitu menjadi asisten pribadi Mirza Levent. Bungsu dari pasangan Adskhan-Caliana Levent. Adik dari Ilker Levent. Pada awalnya Ajeng menduga kalau Halwa adalah sosok gadis yang sombong karena gadis itu memiliki ekspresi yang datar dan jarang tersenyum. Tapi istilah jangan menilai buku dari covernya itu memang benar. Ajeng menilai sikap kaku Halwa hanya dari luarnya saja, karena setelah ia mengenal gadis itu, Halwa tidak bisa dikatakan dingin. Di justru gadis yang sangat ekspresif. Blak-blakan sama halnya seperti Ajeng dan berjiwa romantis, sama seperti Raia. Namun dia memilih untuk menyembunyikan semua itu dibalik kata professional. Pernah suatu kali Ajeng bertanya “Kenapa Mba memilih untuk berpenampilan kaku saat orang lain bersiap untuk menonjolkan diri mereka supaya terlihat menarik?” Halwa menjawab. “Aku lebih suka dinilai berdasar pekerjaanku, bukan penampilanku. Lagipula di kantor sudah cukup banyak wanita menarik dan suka tebar pesona, aku tidak mau menjadi bagian dari ‘kebanyakan’ itu. Sudah cukup memiliki bos playboy dengan banyak daftar mantannya, aku tidak mau disebut sebagai sekretaris yang turut ingin menggoda atasannya.” Dan Ajeng rasa, ucapan Halwa kala itu masuk akal. Lima tahun lebih ia mengenal keluarga Levent dan ia tidak bisa membantah kalau Rayyan, Mirza dan juga Serkan adalah pria-pria berdarah Levent dengan sisi playboy yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Bahkan kakak kembar Akara, Falisha juga mengatakan kalau seplayboy-playboynya Akara dan Ilker saat mereka dewasa, masih kalah oleh ketiga orang itu. jadi bayangkan betapa parahnya ketiga orang itu. Dan Ajeng juga benar-benar mengacungi Halwa dengan empat jempol—termasuk jempol kakinya—karena gadis itu kuat bertahan melayani para kekasih Mirza yang begitu banyaknya sementara gadis itu sendiri menyukai Mirza. Ya, dugaan Ajeng yang asal mengatakan kalau Halwa menyukai Mirza pada akhirnya diakui oleh gadis cantik itu. Namun Halwa tidak pernah mau jujur mengakui perasaannya pada Mirza. “Jangan menyamaratakan aku sama wanita-wanita yang disukai Sir Mirza. Mereka itu kalangan atas, wanita berkelas yang meskipun tidak memiliki etika yang baik tapi jelas memiliki pendidikan yang tinggi. Sementara aku? Aku hanya gadis desa yang hijrah ke kota dengan niatan ingin menjadi kaya raya dengan bekerja keras, bukan berangan mendapatkan pria kaya raya.” Ucapnya dengan tawa. “Ajeng setuju sama pilihan Mba.” Ucap Ajeng dengan cengiran di wajahnya yang membuat gadis di hadapanya memandangnya tak percaya. Bukankah orang bilang kalau kita akan menyadari sesuatu itu berharga setelah sesuatu itu tidak ada. Dan Ajeng berharap kalau Mirza juga bisa merasakan betapa berharganya sosok Halwa yang selama ini diam-diam mencintainya setelah Halwa hengkang dari perusahaan. Meskipun seperti yang Halwa katakan bahwa dia masih akan bekerja bersama keluarga Mirza juga. Ajeng ingin tahu seperti apa kisah kedua sejoli itu berakhir. “Apa yang kamu mau omongin sama aku?” Tanya Halwa ingin tahu setelah mereka selesai membahas masalah gadis itu dengan atasannya. “Ajeng butuh bantuan Mba.” Ucap Ajeng dengan nada lesu. Ia sudah selesai memakan baksonya dan kini memainkan sedotan yang ada di dalam gelas es teh manisnya yang sudah tersisa setengahnya. “Mba tahu kalau Ilker Bay sudah kembali?” (Bay = Tuan = Sir) Halwa mengerutkan dahi. Ajeng tahu, sama halnya dengan dirinya, Halwa pun mengenali silsilah keluarga Levent dengan begitu baiknya. Karena memang gadis itu juga seringkali keluar masuk kediaman Levent atas perintah Mirza atau ibu dari Mirza, Nyonya Caliana atau yang sering Ajeng panggil Oma Caliana atau Oma Ana. “Si anak hilang sudah kembali?” tanyanya dengan suara lirih yang dianggukki Ajeng. “Kapan?” “Beberapa hari yang lalu.” Ucap Ajeng ragu. Ajeng memang bekerja di bawah perintah Halwa, namun selama ini Halwa mempercayainya secara penuh sehingga ia tidak merasa perlu mengontrol pekerjaan Ajeng. Dan Halwa juga bukan orang yang kepo dan ingin tahu urusan pribadi atasannya karena ia tahu kalau hal itu hanya akan membuatnya cemburu. Jadi sekalipun Halwa tahu kalau Mirza sering membawa tamu ke penthouse alih-alih ke apartemennya sendiri, dia tidak pernah bertanya pada Ajeng tentang ‘tamu-tamu’ itu dan Ajeng merasa tak perlu menginformasikan hal itu pula. “Aku juga gak tahu kalau itu Ilker Bay saat pertama kali kami bertemu. Aku pikir dia itu salah satu tamu diantara tamu-tamu lain yang menghuni penthouse itu. Mba tahu, aku cukup terkejut melihat penampakannya karena pria yang ada di penthouse itu jelas sangat jauh berbeda dengan pria yang biasa kita lihat di figura yang ada di kediaman Levent ataupun apartemen Mas Mirza.” Ajeng melihat Halwa kembali mengerutkan dahi, tampaknya gadis itu sedang berpikir dan membayangkan sosok yang ada di foto yang Ajeng sebutkan tadi. “Pria yang Ajeng lihat ini bertubuh besar, lebih besar daripada Mas Mirza dan Mas Rayyan.” Ucapnya dengan sengaja memberi jeda supaya Halwa bisa membayangkan apa yang ia deskripsikan. “Dia juga berambut panjang dan menguncirnya di belakang kepala. Wajahnya ditumbuhi rambut-rambut yang lebat. Sangat jauh berbeda dengan foto yang ada di dinding keluarga Levent. Jauh dari kesan rapi pula.” Ucap Ajeng. “Tapi tampan kan?” tanya Halwa dengan senyum di wajahnya yang membuat Ajeng mencebik. “Memangnya ada produk Levent yang gagal?” Ajeng balik bertanya dengan ketus yang membuat Halwa tertawa mendengarnya. “Sumpah, Ajeng gak menduga kalau dia itu Ilker Bay.” Ucap Ajeng lagi dengan penuh penegasan. “Lantas kemarin, Oma Caliana manggil aku ke rumah. Beliau bertanya tentang tamu yang ada di penthouse dan Ajeng mengatakan apa yang Ajeng lihat. Lantas beliau mengatakan kalau yang ada disana itu adalah Ilke Bay. Si anak yang hilang. Ayah dari Ilsya. Tapi bukan itu yang lebih membuat Ajeng panik, Mba.” Keluhnya lagi. “Apa?” tanya Halwa penasaran. “Oma minta tolong sama Ajeng, mengingat selama ini Ajeng menjadi salah satu pengasuh Ilsya dan sudah cukup mengenal Ilsya. Dan mengingat Ajeng orang asing dalam keluarga yang tidak mengenal Ilker Bay, Oma minta tolong Ajeng untuk mendekatkan Ilsya dengan ayahnya.” Halwa menganggukkan kepala. “Itu alasan yang masuk akal.” Ucap Halwa lagi. “Jadi kamu terima?” Ajeng menggelengkan kepala. “Ajeng masih ragu, Mba. Ini jelas bukan hal yang mudah. Ajeng gak kenal Ilker Bay seperti halnya Ajeng kenal Mas Rayyan, Mas Mirza, Mas Serkan ataupun Dokter Akara. Dan lagi yang Ajeng hadapi bukan anak-anak atau remaja belia. Yang Ajeng hadapi ini adalah pria dewasa. Sekalipun Ajeng menggurui dia tentang tak pantasnya dia memperlakukan anaknya, apa menurut Mba Ajeng cocok melakukannya? Ajeng masih muda, Ajeng belum berpengalaman tentang hubungan, jangankan hubungan pernikahan, pacaran aja kan Ajeng gak pernah. Jadi bagaimana bisa Ajeng menyatukan keduanya. Ya kalau sekedar jadi pengasuh Ilsya dan ngantar dia jalan-jalan sama bapaknya, Ajeng juga bisa. Tapi kalau untuk membuat mereka dekat, tentu itu perlu taktik kan Mba?” Halwa menganggukkan kepala. Ajeng benar, perlu taktik untuk membuat seseorang bisa dekat. Frekuensi pertemuan yang sering pun tidak bisa menjamin seseorang menjadi lebih dekat jika salah satu diantara kedua orang itu tidak mencoba untuk mengenal yang lainnya. Dan Ilsya jelas hanyalah seorang anak kecil, gadis itu lebih butuh didekati daripada mendekati. “Di satu sisi Ajeng gak tega nolak permintaan Oma, disisi lain Ajeng merasa kalau Ajeng gak mampu memenuhi apa yang Oma mau. Karena itulah, Ajeng mau minta tolong sama Mba.” Ucapnya dengan tatapan penuh harap. “Minta tolong apa?” tanya Halwa dengan mimik waspada. “Bagaimana kalau Mba ngelakuin apa yang Oma Ana minta?” pintanya dengan wajah memelas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN