April meletakkan majalah yang tadi tengah dibacanya, agak membanting karena emosi. Rasyid dan Firhan yang duduk di depannya hanya bisa mematung, menatap lekat si sulung. April lalu berdiri, hendak masuk ke kamarnya. “Tunggu, Kakak!” sergah Indy. Ia berhenti melangkah, menghempaskan napas, terdiam di tempatnya. “Tunggu ya, Bang,” ujarnya kemudian pada Irgi. “Ma ... ga apa-apa. Abang tutup aja,” balas Irgi. “Tunggu!” titah Indy lagi, tak mau dibantah. Indy kemudian menutup corong bicara dengan telapak tangannya sambil menatap sang putri yang jelas menahan kesedihannya. Indy paham keduanya tengah bermasalah. Indy tau, Irgi yang menghilang lebih dulu. Tapi, jika April melakukan hal yang sama, apa bedanya sang putri dan kekasihnya? “Lebih baik kalian ribut daripada saling menghindar. Kal