Jakarta, satu bulan kemudian. “Kakak khawatir si Abang dekat sama cewek lain di sana?” “Ga tau, Pa.” “Coba jujur sama Papa. Ga usah mikirin perasaan Papa dan Mama. Jawab aja.” April mendengkus pelan, kepalanya menunduk dalam. Lalu … ia pun mengangguk. Anehnya, Anggara dan Anggita kompak terkekeh. “Kakak bilang ga ke Abang?” tanya Anggita. April menjawab dengan gelengan. “Karena?” “Irgi ga akan nanggapin, Ma.” “Masa sih?” “Paling cuma bilang … ga usah khawatir, boo.” “Dan Kakak ngarepinnya sikap Abang gimana?” kali ini Anggara yang bertanya. “Marah karena Kakak curiga mungkin, Pa.” “Oh ya?” April mendengkus lagi. Kepalanya tak lagi menunduk. Ia menyandarkan punggung ke sandaran sofa, menatap kosong. “Apa ya Pa, Ma … Irgi tuh, datar banget. Kayak ga khawatir April bakalan giman