Delapan

782 Kata
'Menghindar demi menemukan kebenaran hati, ternyata sulit juga.' [Farrel cuek] Sudah tiga hari terlewati, dan Farrel sama sekali tak ada secuilpun mengajak Maura mencari cincin dan baju pengantin. Menyebalkan! Apa maksudnya ia meminta Maura yang mengajak pria itu lebih dulu? No no no, Maura tidak akan melakukan itu. Tapi, memang akhir-akhir ini Farrel terlihat dingin dan cuek sekali padanya. Memangnya pria itu kenapa? Maura sangat kesal dengan sikap labil Farrel. Baru dibicarakan, pria itu melewatinya. Yap, memang kini mereka tengah berada dikantin. Tapi seperti tiga hari terakhir ini, pria itu sangat cuek dan tidak memperdulikan Maura dan lewat begitu saja. "Kok kayaknya lo sama Farrel udah kayak orang gak kenal sih, Ra?" Nah, Lala aja yang kurang cerdas cepat tanggap. "Tauk, marahan lo ya? Gimana sih calon pengantin." Gumam Farah. "Heh, bukan gue yang mulai, ya! Noh lo pada liat aja siapa yang sombong banget!" Cerca Maura. "Iya sih. Lo bikin salah kali ke si Farrel, Ra?" "Sumpah ya, ada gak dia yang salah sama gue!" Pekik Maura kesal. Setelah mengingat kejadian saat itu, dimana Farrel membuat keributan kemarin, Farah langsung terbahak. Benar juga. Sedangkan Lala, hanya celingak-celinguk tidak bisa masuk ke dalam perbincangan yang kurang jelas itu akibat otaknya yang lemot. °•° Jam kuliah Maura pun sudah habis. Bersamaan Farah dan Lala tentunya. Mereka melakukan tos ala cewek mereka, sebagai salam perpisahan seperti biasanya. Saat Maura hendak menuju parkiran, ia melihat Farrel berjalan bersama teman-temannya. Saat teman-temannya sudah pergi, barulah Maura mendekati pria itu. Persetan dengan harga diri. "Lo kenapa sih?" Tanya Maura tiba-tiba. Farrel melirik Maura dengan wajah tanpa dosanya. "Kenapa apanya? Kangen ya sama gue," Maura terbelalak tak percaya. "Rel, gue serius." "Gue juga," ujarnya singkat lalu melanjutkan langkahnya membuat Maura ikut mengimbangi langkah pria itu. Tak sopan sekali, sedang diajak bicara malah berjalan saja. "Rel! Pernikahan kita bentar lagi tau, gak! Lo gak ada niatan ngajak gue beli cincin gitu?! Cuek bebek banget sih." Nah. Akhirnya harga diri untuk malas bertanya duluan itu kalah oleh emosi Maura, hehe. Maura memang tipe orang yang tidak dapat menahan emosinya. "Lo setuju sama pernikahan itu?" Tanya Farrel yang berhasil membuat Maura diam seribu kata. Farrel terkekeh melihat Maura. "Gue cuekin lo, karna gue mau tau, gue itu punya perasaan atau enggak sama lo. Dan gue, gak mau maksain pernikahan ini kalo lo gak punya rasa sedikit pun sama gue. Ngerti?" Tanya Farrel membuat Maura diam. Pria itu langsung pergi meninggalkan Maura yang hanya diam melihat kepergian pria itu. Benar juga. Ia memiliki perasaan atau tidak ya, pada Farrel? Masalahnya, Maura belum pernah jatuh cinta. Ia mana tahu apakah ia cinta atau tidak pada pria arogan itu. Tapi dari Maura yang sudah terlihat menerima pernikahan ini, apa itu bukan cinta namanya? Entah siapa yang bodoh sekarang. °•° Tok Tok Tok "Buka, Ma." Maura tahu, ketokan pintu sesangar itu pasti Mamanya, Clarissa. Kenzo, Papanya, lebih pelan kalau mengetuk pintu kamarnya. Saat pintu terbuka, muncul lah Clarissa dengan buah-buahan yang sudah terpotong-potong dinampan. "Gimana? Kamu udah pesen gaun dan cincin sama Farrel?" Tanyanya setelah menaruh nampan diatas nakas, dan duduk disamping Maura. Maura diam. "Belom," "Loh, kenapa?! Satu setengah minggu lagi kamu nikah loh?" "Ma, please. Kayaknya Farrel juga gak punya rasa sedikitpun sama Maura, jadi gak mungkin Maura nikah sama cowok yang sama sekali gak punya perasaan sama Maura. Iyakan?" Gumam Maura dengan nada biasa saja, padahal Clarissa mendengar nada kecewa disana. Sepertinya putrinya ini akhirnya merasakan jatuh cinta. Clarissa paham sekali semua gerak-gerik putrinya ini. Bagaimanapun hubungan batin Clarissa kuat pada anaknya. "Kata siapa Farrel gak suka sama kamu? Kemarin aja waktu kamu abis dijahatin sama preman-preman aja, Mama nyuruh kamu pulang, Farrel malah maksa supaya kamu nginep aja dirumahnya. Katanya takut kamu kenapa-kenapa lagi kalo pulang malem. Padahal dia yang anter. Alesan aja, haha. Masa iya kayak begitu sama sekali gak ada perasaan sih sama kamu," gumam Clarissa yang berhasil membuat Maura menganga. "Farrel bilang Mama yang suruh?!" Pekiknya meminta kebenaran. "Enak aja. Farrel yang maksa-maksa tuh," kekeh Clarissa. "Karna Mama percaya dia bisa jaga kamu, buktinya bisa lawan dua preman badan gede. Yaudah deh Mama percayain kamu sama dia," "Ih, Mama jahat banget sih! Masa anak gadisnya dipercayain sama cowok macem Farrel?!" "Ya lagian jugakan kalian calon suami istri, jadi ya.." Clarissa mengedikan bahunya. Maura mencebik. "Awas aja si Farrel!" Dzzzt Dzzzt Clarissa mengambil ponselnya yang berbunyi. Maura yang melihat Clarissa akan menelpon, mengambil nampan berisi buah itu. Ia melahapnya satu persatu. "Halo, Farrel?" Maura berhenti mengunyah. Farrel yang telpon Mama? "..." "Iya sayang, ada apa kamu nelpon Tante malem-malem gini, hm?" Maura kembali menyuap buah ke mulutnya acuh. "..." "APA?!!!! BATALIN PERNIKAHAN?!!!" Uhuuk! Uhuuk! Maura tersedak. Apa maksudnya ini?!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN