14. Kalah Telak

1078 Kata
“Ibu Weni, tolong beri kesempatan untuk Pengacara Velindira menjelaskan semuanya, agar kita dapat mengetahui apa yang bisa Ibu lakukan selanjutnya. Bukankah kita sudah sepakat untuk membicarakan ini secara baik-baik?” Weni menarik dan membuang napas kasar setelah mendengar ucapan pengacaranya. Wanita itu membuang muka ke arah lain, tanda setuju dengan sang pengacara meski enggan. “Silakan dilanjutkan, Pengacara Velindira.” “Terima Kasih, Pengacara Idris.” Elin tersenyum kecil pada pengacara Weni, lalu kembali membuka suara dan menatap Weni walaupun wanita itu masih betah membuang muka. “Begini, Nyonya Weni. Pertama, Tuan Raja memiliki saham sebesar empat puluh persen, karena saham tersebut adalah milik Ibu Magani. Perlu Anda ketahui, sejak sebelum menikah dengan Tuan Herjuno, orang tua Ibu Magani sudah lebih dulu memiliki saham di perusahaan JCA sebesar yang tersebut di dalam surat perjanjian. Sejak awal, Ibu Magani dan Tuan Herjuno telah melakukan perjanjian pisah harta.” Elin menunjukkan salinan perjanjian pisah harta yang Magani dan Herjuno tandatangani. Di dalam hati, Elin bersyukur karena Magani sudah melakukan hal ini jauh-jauh hari. Mungkinkah memang harus seperti ini jika ia nanti akan menikah? Untuk berjaga-jaga kalau suaminya bisa saja pria berengsek seperti Herjuno. Amit-amit juga sih. Semoga Elin dijauhkan dari pria-pria seperti itu untuk jadi teman hidup. Bisa makan hati sampai jantungan dia kalau jodohnya pria seperti Herjuno. Ya ampun… bukannya mau menjelekkan Herjuno Jagapati. Tapi mau bagaimana, rekam jejak pria itu sudah terkenal ‘kotor’ di media. “Jadi, Anda tidak dapat menuntut saham pribadi Ibu Magani juga diberikan pada anak Anda, bukan?” retoris Elin menusuk. Namun tetap menjaga nadanya agar terdengar tenang. “Dan ke dua, mengenai car wash yang didirikan Tuan Raja…” Elin menghentikan ucapannya, lalu mengeluarkan beberapa lembar kertas, “Tuan Raja membangun car wash tersebut dari hasil beliau bekerja selama bertahun-tahun di Inggris. Anda juga tidak dapat menuntut hal itu.” Weni membelalak. Terkejut atas apa yang baru saja ia dengar. Jadi yang ia kira selama ini Magani tidak ingin melepaskan Herjuno karena harta, adalah salah? Jadi selama ini, Magani sudah lebih dulu memiliki harta sendiri? Lalu mengapa wanita itu masih tetap mempertahankan Herjuno? Padahal Weni sangat tahu begitu banyak gosip yang mengatakan Herjuno sering kedapatan berselingkuh dari wanita itu. Apakah Magani juga mencintai Herjuno seperti dirinya? Yang tak peduli tersakiti berkali-kali asal tetap berada di samping pria itu. “T-tetap saja, saya merasa anak saya tidak diperlakukan dengan adil! Dia bisa bekerja di Inggris kan karena berkuliah di sana! Dari mana uang kuliahnya kalau bukan dari Mas Juno?!” Weni menatap Raja mengintimidasi. Mencoba mencari kesempatan yang ada. Meski rasa malu menghampiri karena kebenaran tentang harta Magani yang baru terungkap. Kalau dibandingkan Magani, Weni jauh tertinggal di belakang. Ia hanya berasal dari keluarga biasa yang makan sehari saja sudah syukur-syukur. Beruntung ia mengenal Herjuno yang bisa menaikkan derajatnya dari para tetangga, meski harus puas jadi istri siri. “Mengenai pendidikan yang Anda singgung, Tuan Raja mendapat beasiswa penuh dari universitas tempatnya menuntut ilmu. Semua bukti sudah tertera di sini.” Elin menutup ucapannya dengan lega sambil memberikan sebuah map. Dia sudah mengantisipasi semua ini. Dokumen-dokumen beasiswa yang Raja berikan sangat berguna untuk melawan orang seperti Weni Amanda. Tubuh Weni menegang. Raja mendapat beasiswa penuh?? Car wash itu… milik Raja sepenuhnya? Begitu banyak hal mengejutkan yang baru ia ketahui. Apakah ini benar? Weni menelan saliva susah payah. “Ini… tetap tidak adil bagi saya dan anak saya… S-saya tersakiti. Saya bahkan harus menahan diri untuk... tidak datang saat Mas Juno dimakamkan...” bisiknya lemah. “Anda sejak tadi selalu menyinggung tentang ketidak adilan. Bagaimana dengan Anda, Nyonya? Apakah Anda merasa memperlakukan Ibu Magani dengan adil saat Anda menikah dengan suaminya? Beliau bisa saja melaporkan Anda karena pernikahan diam-diam yang Anda dan Tuan Herjuno lakukan. Namun Ibu Magani memilih jalan damai. Bukan hanya karena ingin menjaga nama baik keluarga Jagapati, tapi juga untuk menjaga mental anak Anda.” Setelah Elin mengatakan itu, ruangan ini seketika hening. Suara Weni benar-benar telah hilang karena rasa malu bertubi-tubi. Weni langsung membeku. Tak menyangka jika pengacara di depannya ini menyerangnya dengan kesalahan yang ia lakukan. “Bagaimana, Ibu Weni? Apakah Anda ingin tetap melanjutkan hal ini ke jalur hukum? Kalau saran saya, lebih baik Anda pikirkan kesepakatan yang ditawarkan keluarga Jagapati.” Elin kembali berucap. Semua yang diinginkan Magani sudah ia beritahu Weni. Tinggal menanti wanita itu akan menerima atau tidak. Jujur, menurut Elin, bodoh sekali kalau Weni menolaknya. Weni akan benar-benar mendapat kerugian besar dan bisa saja kena pasal pidana. Weni terlihat lemas. Ia tak sanggup mengatakan apa pun. Bahkan ia tak sadar pengacara yang mendampinginya sedang mengajaknya berbicara. “Ibu Weni?” Weni tersadar saat lengannya disentuh sang pengacara. “Bagaimana? Sebaiknya dipikirkan baik-baik kesepakatan pihak keluarga Jagapati. Jika masih ingin membuktikan keaslian surat perjanjian kepemilikan saham dari Tuan Herjuno Jagapati, kita bisa segera membuat pelaporan.” Weni menelan saliva susah payah. Kedua tangannya mengepal kuat. Matanya sudah berkaca-kaca. “S-saya akan memikirkannya,” bisik Weni lemah. Sang pengacara mengangguk singkat, lalu menatap Raja dan Velindira bergantian. “Bapak Raja Jagapati dan Pengacara Velindira, sepertinya dari pihak Ibu Weni meminta waktu untuk memikirkan kembali permasalahan ini akan dibawa ke mana.” “Bagaimana, Tuan Raja?” bisik Elin, meminta persetujuan Raja. Raja mengangguk, dan menatap Weni dalam dengan ekspresi datar. “Saya harap Anda memikirkannya dengan baik. Ambillah waktu sebanyak yang Anda inginkan. Jika Anda sudah memikirkannya, silakan hubungi pengacara saya,” ucap Raja serius. Weni menunduk. Tak dapat melakukan apa pun. Jujur, ia terlalu malu untuk berhadapan dengan anak dari suami sirinya ini. Apa yang dia lakukan?? Dia hanya ingin keadilan untuk sang anak, agar anaknya tidak hidup susah seperti dirinya saat remaja dulu. Apakah ia salah? Atau… terlalu tamak? Bukankah lima belas persen sudah lebih dari cukup? Apalagi JCA adalah perusahaan yang besar, sudah banyak klien, dan memiliki nama baik di dunia bisnis. Semua kata-kata yang dilontarkan pengacara keluarga Jagapati tersebut mencubit hati Weni begitu kuat. Ia benar-benar hina. Meminta keadilan, tapi telah bertindak culas. Merebut suami orang demi kepuasan kantong dan hatinya. Tanpa peduli jika Magani terluka karena tindakan tak terpujinya dan Herjuno. “Mengenai pendidikan anak Anda, silakan Anda mencari sekolah yang menurut Anda terbaik untuknya. Bila saatnya tiba ia berkuliah, keluarga Jagapati juga tidak akan tutup mata untuk membiayai kuliah anak Anda, di mana pun tempatnya. Dalam atau luar negeri, silakan beritahu saya. Saya hanya minta satu hal dari Anda,” Raja menjeda ucapannya. Weni menatap Raja dengan mata sayu. Tak ada lagi semangat berkobar seperti yang tadi ia perlihatkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN