Langkah tumit tinggi Astrid terdengar tegas dan cepat menyusuri lantai marmer lobby hotel mewah itu. Raut wajahnya kaku, matanya tajam menyorot meja resepsionis yang dijaga dua orang karyawan muda. “Mbak, maaf. Pasangan yang baru masuk tadi, mereka ke kamar nomor berapa ya?” suara Astrid terdengar tenang, tapi di baliknya tersimpan bara. Resepsionis menegakkan badan. “Maaf, Bu. Kami tidak bisa memberikan informasi pengunjung, ini bagian dari kebijakan privasi hotel.” Astrid mengangkat alis. “Privasi? Itu menantu saya! Dan dia sedang berselingkuh. Kalau saya gak tahu kamarnya, bisa-bisa saya bikin heboh satu hotel.” Gadis resepsionis itu menelan ludah, tapi tetap mencoba sopan. “Maaf, Bu. Aturan kami tetap sama.” Astrid bersandar di meja, suaranya berubah tajam. “Kalian tahu saya siapa

