Lift hotel berbunyi lembut saat pintunya terbuka di lobby. Astrid dan Sinta melangkah keluar dengan wajah masih pucat bekas kemarahan dan rasa malu karena baru saja memergoki Nathalia di kamar hotel bersama pria lain masih jelas terlihat. Edo, manajer hotel yang sejak tadi menunggu, segera menghampiri dengan sikap sopan. “Maaf, Bu... jadi bagaimana? Apa kita tetap melanjutkan survei untuk acara pernikahan minggu depan ?” Astrid mengembuskan napas panjang, menahan emosi yang masih membara. “Tidak usah dulu, Edo. Kepala saya sedang pusing.” Ia menyerahkan ponselnya yang tadi sempat dipinjam. “Ini, tolong kirim rekaman dan foto yang tadi ke nomor saya. Kamu tahu kan nomornya?” Edo tersenyum kikuk. “Tentu tahu, Bu. Kita kan teman SMA. Nomor Ibu masih aktif di grup alumni.” “Bagus. Terim

