Mobil sport hitam berhenti di depan gerbang kampus. Sean menatap arloji di pergelangan tangannya, lalu menghela napas berat. Ia tahu langkah yang akan diambilnya hari ini mungkin akan melukai orang yang paling ia cintai. Tapi pilihan sudah tak ada. Ia memarkirkan mobilnya di area parkir, turun dengan langkah tergesa. Beberapa mahasiswa yang lewat sempat melirik, sebagian mengenali sosok pria berwajah dingin itu. “Permisi,” katanya sopan pada dua mahasiswi yang sedang berbincang di bawah pohon flamboyan. “Kalian lihat Karina?” Salah satu dari mereka menunjuk ke arah taman. “Kayaknya di taman, Kak. Sendirian.” “Terima kasih.” Sean mengangguk dan melangkah cepat. Dari kejauhan, ia sudah melihat sosok Karina — duduk di kursi taman dengan rambut yang tergerai lembut diterpa angin. Ia tamp

