MHMC Bagian Sepuluh

1482 Kata
Sinar matahari mulai menyusup masuk ke dalam celah jendela kamar yang tertutup tirai. Sunyi … Sepi … Sedangkan di lantai bawah sudah terdengar orang-orang yang sedang sarapan. Beberapa kali pintu kamar Ragas di ketuk oleh Sendi, tetapi masih juga tak ada jawaban dari dalam. Akhirnya Sendi memutuskan untuk membuka pintunya dan masuk. Tetapi yang ia dapati adalah Keyra dan Ragas yang sedang tidur bersama di atas sofa, saling berpelukan bahkan tanpa mereka sadari. Melihat pemandangan pagi yang begitu romantis bagi Sendi yang menantikan pemandangan seperti itu dari kedua sahabatnya itu. Pria itu enggan membangunkan mereka berdua, dan mengendap keluar dari kamar, bersiap dengan segala alasan untuk Ragas dan Keyra di hadapan karyawan lainnya.             ***   Keyra mulai menggeliat dan perlahan membuka matanya, Wanita itu terdiam sesaat saat mendapati Ragas yang berada tepat di hadapannya. Aroma tubuh pria itu memenuhi indra penciumannya hingga membuat Keyra masih merasa bermimpi dan hanya tersenyum seraya memejamkan matanya lagi, Namun, tiba-tiba matanya kembali terbuka dan membelalak. Tangannya menutup mulutnya yang hampir berteriak. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ia berusaha melepaskan tubuhnya sedikit demi sedikit dan beringsut turun dari sofa. “Mau kemana Key?” tanya Ragas dengan mata yang masih terpejam. Keyra yang merasa malu dan salah tingkah segera keluar dari pelukan Ragas hingga terjatuh ke lantai. “Aw … ” pekik Keyra. Ragas yang terkejut langsung bangun dari sofa dan menghampiri Keyra yang berada dilantai. “Kamu gak apa-apa Key?” tanya Ragas. Dan dalam beberapa detik kemudian, Keyra bangun dari posisinya dan berhambur keluar dari kamar Ragas tanpa memperdulikan apa-apa lagi. Ragas yang bingung hanya terkekeh geli melihat tingkah Keyra . “kamu masih Adeera yang dulu aku kenal.” Gumamnya.   ***   Dengan mengendap-ngendap, Keyra menuruni tangga menuju lantai dua. Namun aksinya diketahui oleh Willy yang baru keluar dari kamarnya. “Ngapain lo ngendap-ngendap kaya maling gitu?” tanyanya. “Ah ... Mmm ... Willy lo ngapain masih disini?” gagap Keyra yang merasa dirinya tertangkap basah. “Kok balik tanya sih? Gue abis mandi, sekarangkan udah mau mulai acara mendaki, lo kemana aja daritadi sampai gak ikut sarapan? Jihan sama Sarah nyariin lo.” Cecar Willy panjang lebar. “Gue … ” “Keyra sama saya, karena saya meminta laporan keuangan tahunan anak perusahaan di London.” Potong Ragas yang kini sedang berjalan turun dari tangga. Willy yang mengerti tak banyak bertanya lagi dan segera bergegas pamit untuk kembali ke halaman. Sadar Ragas berada di belakangnya, Keyra segera berlari ke kamarnya untuk menghindar dari Ragas. “Bisa-bisanya gue tidur di kamar Ragas, di sofa lagi, pelukan lagi. Bodohnya kebangetan lo Key.” Gerutunya pada diri sendiri.   ***   “Selamat pagi semuanya.” Sapa Santoso. “Pagi ...” jawab seluruh peserta gathering bersamaan. “Sesuai jadwal hari ini, kita semua akan melaksanakan pendakian gunung.” lanjutnya sambil menunjuk sebelah utara dari villa. “Dan persiapkan semua barang bawaan kalian. Saya beri waktu sepuluh menit dari sekarang.” Semua orang bubar dari barisan masing-masing divisi, dan bergegas ke dalam villa untuk mengambil barang-barang yang di butuhkan selama mendaki. Cuaca hari ini cukup cerah. Udaranya pun cukup hangat. Barang bawaan yang wajib dibawa dalam jumlah banyak adalah air mineral untuk minum selama di pendakian nanti. Setelah semua selesai berkemas, semua peserta gathering bergegas memasuki bis yang akan digunakan selama perjalanan ke kaki gunung tersebut. Mereka semua bergantian satu persatu memasuki bis. Keyra duduk di kursi tengah tepat sisi jendela, disusul Sarah yang kini sudah mendudukkan tubuhnya disamping Keyra. “Key, semalem lo kemana? Gue kira lo udah turun kebawah. Pas gue bangun yang gue liat cuma Jihan di kamar.” bisik Sarah. “Gue di minta pa Ragas buat ngerjain laporan keuangan anak cabang di London Sar.” jawab Keyra mengikuti alasan yang dibuat Ragas. “Astaga bos macam apa sih? lagi liburan gini aja dia masih bikin karyawannya kerja. Ternyata, tampang tidak menentukan sifat seorang manusia..” ketus Sarah kesal. Keyra hanya tersenyum menanggapi celotehan sahabatnya itu. Walau sebenarnya yang terjadi bukanlah seperti apa yang dipikirkan Sarah. Bis pun mulai melaju. Musik mulai mengalun didalam bis yang sengaja diputar oleh Wahyu. “And i love you 3000.” gumam Keyra sambil menatap jendela.   ***   Hanya membutuhkan waktu kurang lebih empat puluh menit hingga akhirnya mereka semua tiba di kaki gunung yang akan didaki. Wijaya, selaku ketua pendakian melakukan breafing sebelum para pendaki memulai pendakian. “Selamat siang.” Sapa Wijaya. “Selamat siang,” Sahut seluruh pendaki. “Saya Wijaya selaku ketua pendakian bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, hanya ingin mengingatkan, sebelum melakukan pendakian ada baiknya semua barang bawaan dicek terlebih dahulu. Jika mulai merasa lelah, dianjurkan untuk beristirahat sejenak dengan ditemani salah satu rekan dari tim masing-masing.” Ujar Wijaya. “Tolong diingat kan bapak-bapak ibu-ibu sekalian. Jangan sampai terlambat atau keluar dari kelompok.” Lanjutnya seraya memberi peringatan keras pada para peserta pendakian tersebut.. Setelah Wijaya memberi arahan untuk memulai pendakian, mereka pun mulai berjalan memasuki pintu masuk hutan. Keyra, Sarah, Jihan, Baby, Willy, dan kawan-kawan divisi administrasi keuanganpun saling berpegangan satu sama lain. Track pendakian yang cukup sulit membuat beberapa orang terjatuh, bahkan tak jarang, ada yang tak kuat untuk meneruskan pendakian dan memilih untuk turun kembali ke bawah. Keyra, Sarah, Jihan, Baby dan Willy masih tetap bertahan dan berjuang untuk sampai puncak gunung. Sekitar kurang lebih dua jam tiga puluh menit, akhirnya mereka menginjakkan kaki di puncak gunung. Panorama yang indah memanjakan pemandangan mereka.. Bahkan mereka merasa dapat menyentuh awan. Tak sia-sia mereka bertahan sampai puncak. Karena hasil keringat mereka terbayarkan oleh pemandangan yang luar biasa. Sedari tadi Zahra, Tiar dan Rara yang ikut juga ke puncak gunung menatap sinis ke arah Keyra. Mereka bertiga tahu hubungan antara Keyra dan Ragas saat Zahra tanpa sengaja melihatnya kemarin. Mereka bertiga berbisik dan menyusun sebuah rencana. “Ra, lo tau kan apa yang harus lo lakuin, saat dia mau turun cepat ambil ponselnya. Dan selanjutnya biar gue yang lakuin.” bisik Zahra sambil tersenyum licik dan di iya kan oleh kawannya. “Mampus lo Key, berani-beraninya lo jadi cewek kegatelan sama Pak Ragas.” gumam Tiar. “Gak akan jadi masalah apa-apa kan Zahra?” tanya Rara. “Tenang aja, gak akan ada yang tahu soal ini.” Sahut Zahra. ***   Angin dingin mulai berhembus, awan gelap pun mulai terbawa oleh angin diatas sana. Siapa sangka, saat sedang asik-asiknya menikmati pemandangan, satu per satu rintik- rintik air hujan mulai turun membasahi permukaan tanah. “Ayo semua kita turun, sepertinya akan turun hujan yang cukup lebat!” Ajak Wahyu. Semua pun mengikuti setiap petunjuk yang diarahkan, dan bersiap untuk kembali turun. Namun, ketika Keyra, Jihan, Sarah dan yang lainnya mulai melangkahkan kaki untuk turun, Rara tiba-tiba menghampiri Keyra. “Key gue boleh pinjem ponsel lo ga? Gue mau nelepon nyokap nih batre gue lowbet.” Sarah mengerutkan keningnya, tak biasanya Rara bersikap seperti itu. Keyra yang tak mempunyai pemikiran buruk hanya tersenyum seraya menyodorkan ponselnya. “Oh boleh, nih pake aja. Gue duluan turun iya,” Rara pun mengambil ponsel tersebut dan memberikannya pada Zahra sesaat setelah melihat Keyra mulai berjalan turun.menyusul rombongannya. Wanita itu mengaitkan tangannya pada lengan Sarah dan kembali melanjutkan langkahnya melewati pepohonan yang menjulang tinggi disana.             “Kenapa sih lo kasih ponsel ke dia? Kok gue ngerasa ada yang gak beres iya. Secara Rara. Zahra dan Tiar tuh udah terkenal banget di seluruh gedung Dekarga Grup, orang ternekat dan bisa saja mencelakai orang. Mereka bertiga tuh geng rese.” cecar Sarah. Keyra tak menjawab pertanyaan Sarah, hanya tersenyum lalu mengajak Sarah dan Jihan untuk cepat menyusul rombongan yang lain. Saat sudah tiba di pertengahan gunung, Zahra yang sedang berdiri diam ditempatnya, berteriak, memanggil Keyra untuk mengembalikan ponselnya. “Key, sini. Ini ponsel lo, Rara tadi titip pesen buat balikin ponsel lo.” teriak Zahra. Keyra menoleh kebelakang, dan mau tidak mau kembali ke atas untuk mengambil ponselnya dan menyuruh Sarah dan Jihan berjalan lebih dulu. Setelah ia tiba di atas, tepat ketika  Keyra akan mengambil ponselnya di tangan Zahra, tiba-tiba ponselnya dijatuhkan ke semak-semak oleh Zahra. Seketika wanita itu memasang wajah bersalahnya, dan menatap Keyra dengan tatapan memohon  “Astaga Key, sorry. Gue kira udah kepegang sama lo, gimana ini?” Keyra mendengkus kesal dan tak menjawab pertanyaan Zahra. Ia pun berusaha turun ke semak belukar untuk mencari ponselnya yang terjatuh. Butuh waktu hampir sepuluh menit untuk Keyra menemukan ponselnya di sisi semak-semak. “Ketemu.” Gumamnya senang dan mulai naik keluar dari dalam semak-semak. Namun tiba-tiba, gemuruh suara petir mulai terdengar saling sahut menyahut, dan hujan pun mulai turun dengan lebat. Keyra celingukan mencari rombongannya yang sudah menjauh dan tak terlihat, dia mempercepat langkahnya agar dapat menyusul kembali teman-temannya. Petir semakin kencang dan semakin intens disertai hujan deras dan angin kencang. Keyra mengambil ponselnya untuk menelepon Sarah tapi sayangnya, sinyal tak dapat terdeteksi. Perasaannya kini makin bercampur aduk, takut tidak bisa menemukan rombongannya dan takut saat petir yang terdengar semakin menggelegar.. Keyrapun kembali berjalan turun hingga hari mulai petang, Keyra masih berusaha menyusuri jalan dan mencari teman-temannya. Tetapi, hujan yang makin besar membuat Keyra menghentikan langkahnya untuk sementara. Wanita itu mengambil ponselnya didalam saku jaketnya, ponsel yang sudah ia masukkan ke dalam plastik bening agar tidak kebasahan. Keyra mencoba menghubungi Sarah saat dia lihat sinyal yang sudah mulai tertangkap, tapi tidak ada jawaban. Dia pun mencoba menelepon Jihan. Willy, Wahyu, Clara, dan teman-teman di divisinya, tetapi tak ada satupun yang menerima  panggilannya. Suara petir yang semakin kencang menambah ketakutannya, dengan tangan yang bergetar, akhirnya dia memutuskan menelepon Ragas. “Halo.”  sapa Ragas dari ujung telepon. “Ragas … tolong … aku …” tiba-tiba panggilannya terputus dan saat ia lihat ponselnya sudah mati. Keyra makin beringsut duduk di bawah pohon besar seraya memeluk kedua kakinya. Gue mohon siapapun tolong gue.. Batin Keyra di sela-sela tangisnya.   ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN