“Ngapain kamu di sini?” Tanya Leo dengan nada marah membentak Jelita yang duduk di sofa rumahnya saat ini. Ia menatap tajam wanita itu penuh kebencian.
“Leo, kenapa harus bicara sekasar itu pada Jelita?” Tanya Arum yang sudah berdiri dan menatap kesal pada putranya itu.
Sophia yang duduk di samping Ibunya itu ikut berdiri dan menatap tajam pada kakaknya. “Iya kak. Apa nggak bisa kakak bicara yang baik dengan kak Jelita?” Tanya Sophia yang ikut menimpali.
Leo menghela nafas panjang sambil menatap Ibu dan adiknya itu. “Bu, apa ibu masih nggak ngerti juga niat dari perempuan ini? Dia itu hanya mau manfaatin kita buat bisa hidup enak dan jadi orang kaya. Jangan karena kalian terlalu baik, akhirnya kalian jadi begitu mudah dibodohi oleh perempuan seperti dia,” ujarnya berusaha memberikan penjelasan pada dua wanita itu.
Kedua tangan Jelita yang berada di pangkuannya mulai saling meremas kuat, menunjukkan bahwa perkataan pria itu tentu saja menyakiti dirinya. Ia benar-benar merasa harga dirinya sudah diinjak-injak oleh pria bernama Leo Mawardi itu.
Leo kembali menatap ke arah Jelita yang saat ini masih menundukkan kepalanya dan tidak menatap dirinya.
“Malam itu kamu bicara dengan lantang, bilang kalau kamu nggak akan memanfaatkan kehamilan kamu. Ternyata dugaan saya benarkan? Kamu datang ke rumah ini dan mau memanfaatkan kehamilan kamu untuk memeras keluarga kami.”
Tuduhan Leo membuat Jelita yang tadinya menunduk segera mengangkat kepalanya menatap tajam ke arah pria yang juga sedang menatapnya penuh kebencian.
“Ibu yang membawa Jelita ke rumah ini Leo,” ucap Arum yang lebih dulu bicara sebelum Jelita membuka mulutnya untuk membela diri.
Leo segera mengalihkan pandangannya menatap wanita yang sudah melahirkannya itu. Ia tentu saja terkejut dengan informasi yang dikatakan Ibunya itu.
“Kamu pasti bertanya-tanya kan gimana Ibu bisa membawa Jelita ke rumah ini?” ujar Arum menatap lekat pada putranya itu. “Selama enam bulan ini, setelah Jelita pergi dari rumah kita, Ibu menyewa orang untuk mengikuti kemana dia pergi dan mengawasinya setiap saat. Itu semua Ibu lakuin karena Ibu nggak mau punya anak yang lari dari tanggung jawab kalau ternyata wanita yang dia lecehkan sampai mengandung anaknya. Dan ternyata dugaan Ibu benar, Jelita memang hamil sekarang?”
“Jadi sebenarnya selama ini Ibu udah tahu soal kehamilan dia?” Tanya Leo yang nampak terkejut mendengar penjelasan Ibunya.
Leo kembali mengalihkan tatapannya ke arah Jelita. “Jangan sampai mau tertipu oleh perempuan ular ini Bu. Kita bahkan nggak tahu apa benar anak yang dia kandung ini anak aku atau bukan.”
Plaaaakkkkk
Suara nyaring tamparan terdengar di ruang tengah kediaman Bagas Mawardi. Leo nampak memegangi pipinya yang memerah dengan wajah terkejut. “Ibu,” gumamnya dengan nada pelan.
Arum menatap Leo tajam dengan mata berkaca-kaca. Telapak tangannya tampak memerah dan bergetar hebat setelah memberikan pukulan keras ke pipi anaknya. “Ibu sepertinya sudah salah membesarkan kamu Leo. Bagaimana bisa kamu tumbuh menjadi pria pengecut dan brengs3k seperti ini?” ujar Arum dengan suara serak dan bergetar.
Sophia segera mendekati Ibunya dan merangkul wanita yang melahirkannya itu. Ia berusaha membelai lembut bahu Arum untuk meredakan amarah wanita itu.
Leo dengan cepat meraih tangan Ibunya dan menggenggamnya erat. Ada raut wajah ketakutan dalam dirinya melihat bagaimana Ibunya menatapnya dengan tatapan penuh kehancuran. “Bu, Leo nggak pernah bermaksud untuk jadi laki-laki pengecut,” ucapnya berusaha memberikan penjelasan. “Leo hanya nggak mau keluarga kita dimanfaatkan oleh orang lain.”
Arum menghempaskan tangannya hingga genggaman tangan Leo terlepas. “Kamu masih saja membela diri dan menuduh Jelita yang bukan-bukan,” bentak Arum. “Apa kamu nggak sadar kesalahan kamu sendiri?”
“Bu, aku tahu malam itu aku salah karena pulang dalam keadaan mabuk. Tapi aku yakin, nggak mungkin aku sampai melakukan hal itu kalau bukan karena perempuan ini yang menggoda dan menjebakku,” ucapnya menunjuk ke arah Jelita.
Jelita sudah tidak bisa menahan semua hinaan dan tuduhan yang dilayangkan Leo padanya. Ia segera berdiri dari duduknya dengan tangan yang memegangi perut buncitnya. “Cukup sudah bapak Leo yang terhormat. Terserah anda mau menuduh saya apa dan mau menilai saya seperti apa, itu hak anda dan saya sama sekali tidak peduli dengan semua penilaian itu,” ucap Jelita.
Jelita kemudian mengalihkan pandangannya pada Arum dan menatap lembut wanita apru baya itu. “Terimakasih karena Nyonya masih mau membela saya. Selama lima tahun ini anda sudah cukup baik pada saya, bahkan memberikan saya tempat tinggal dan pekerjaan setelah saya keluar dari panti asuhan. Saya nggak mau hanya karena saya hubungan anda dengan putera anda menjadi buruk seperti ini. Anggap saja anda tidak pernah bertemu dengan saya dan mengetahui soal kehamilan saya ini, saya bisa merawat dan menjaga anak saya sendiri tanpa bantuan dari siapapun.”
Arum dan Sophia serentak memberikan gelengan pelan, menatap tidak rela pada Jelita begitu mendengar perkataan wanita itu.
“Jangan bicara seperti itu Jelita. Disini bukan kamu yang salah tapi Leo yang salah karena sudah menghancurkan hidup kamu. Tolong jangan pergi dari sini dan biarkan saya menebus kesalahan itu,” ujar Arum memohon pada Jelita.
“Ibu, ak……”
Brakkkkkk
Suara keras dari gebrakan meja menghentikan Leo yang sudah akan berbicara. Semua orang tentu saja terkejut mendengar bunyi keras yang dihasilkan dari tangan Bagas Mawardi yang memukul keras meja di hadapannya itu.
Sejak tadi Bagas Mawardi hanya diam mendengar pembicaraan orang-orang di hadapannya itu. Namun, ia merasa sudah saatnya ia bertindak sebagai kepala keluarga di rumah tersebut.
Pria paru baya yang masih nampak kuat dengan tubuh yang masih segar bugar dibalut setelan jas mahal yang dikenakannya nampak bangun dari duduknya dengan wajah tegas dan datar. Ia segera mendekati Leo dan berdiri di hadapan putra sulungnya itu.
Tatapan mengintimidasi dari Ayahnya tentu saja membuat ciut nyali leo. Ia akhirnya hanya bisa terdiam dan menunduk karena tidak berani melihat tatapan dari pria yang begitu dihormatinya itu.
Bukkkkkkk
Arum, Sophia dan juga Jelita tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejut ketika melihat Bagas Mawardi yang tiba-tiba memukul keras perut Leo hingga tubuh pria itu terpental beberapa langkah ke belakang. Belum sempat Leo mencerna apa yang terjadi, Bagas kembali melayangkan pukulan bertubi-tubi ke perut Leo hingga akhirnya pria itu tersungkur ke lantai sambil meringis kesakitan memegangi perutnya.
Setelah puas memberikan pukulan pada anaknya itu bagas terlihat mengusap tangannya sambil mengalihkan pandangannya menatap ke arah Jelita.
Jelita tentu saja langsung menunduk takut melihat bagaimana seorang Bagas Mawardi menatap dirinya saat ini.
“Saya belum benar-benar meminta maaf pada kamu atas apa yang sudah dilakukan oleh anak saya Jelita. Bagaimanapun juga Leo sudah menghancurkan hidup kamu dan seharusnya bertanggung jawab atas kesalahannya. Namun, saya baru menyadari bahwa anak saya terlalu bodoh dan belum dewasa, sehingga tidak tahu bagaimana caranya meminta maaf dan menyelesaikan kesalahan yang sudah dia perbuat.”
Perkataan pria paru baya di hadapannya ini membuat Jelita akhirnya mulai perlahan mengangkat kepalanya menatap pria itu. Ia memberikan anggukan sambil tersenyum canggung. “Terimakasih Tuan karena sudah mau mempercayai saya dan membela saya. Tapi saya sama sekali nggak merasa hidup saya sudah hancur hanya karena saya sedang hamil saat ini. Bayi yang ada dikandungan saya ini adalah satu-satunya keluarga yang saya miliki setelah selama ini saya hanya hidup sebatang kara. Saya sama sekali tidak akan meminta pertanggungjawaban keluarga anda untuk apa yang sudah terjadi pada saya, jadi anda tidak perlu merasa bersalah lagi.”
Bagas Mawardi memberikan gelengan menanggapi perkataan Jelita. “Kamu salah Jelita jika berpikir bahwa saya ingin bertanggung jawab pada kamu karena rasa bersalah,” ucap Bagas dengan nada tegas.
Jelita mengerutkan alisnya, nampak bingung dengan maksud perkataan pria paru baya dihadapannya ini.
“Keluarga kami ingin bertanggung jawab pada kamu karena bayi yang berada dikandungan kamu saat ini bukan hanya bayi kamu melainkan keturunan keluarga Mawardi, cucu kandung saya,” ucap Bagas penuh keyakinan.
Perkataan Bagas Mawardi membuat Jelita kembali refleks memeluk erat perut buncitnya. Jelita akhirnya mulai sadar bahwa ketakutannya benar-benar akan terjadi. Keluarga Mawardi tentu saja tidak akan melepaskan bayi di dalam kandungannya ini.