Nomor hape Cici ... hapus, jangan? Hapus, jangan? Hapus? Jangan. Selat menimbang-nimbang. Yang mana saat itu Ana lewat, gegas Selat letakkan ponsel di meja, memilih mengikuti langkah Ana yang entah mau ke mana. "Ngapain?" Ana tersadar juga, Selat mengekorinya. "Ikut aja." "Gak jelas," decaknya. Ana menyambung langkah. Rupanya dia mau buang sampah. Tak dihiraukannya keberadaan Selat di belakang, Ana memilih cuek-cuek saja masuk kamar, di situlah kaki Selat henti melangkah, detik di mana pintu kamarnya hendak Ana tutup. Sejenak, mereka bersitatap. "Udah mau tidur, ya?" tanya Selat. Menggaruk tengkuk. Memang, dia mendadak jadi gak jelas. Ana menghela napas. "Kamu butuh sesuatu?" Selat mengangguk. "Apa?" "Butuh kamu." Ya sudah, Ana tutup rapat pintu itu. Membiarkan Selat mencebik di