Kania perlahan memapah Julio masuk ke dalam kamarnya. Pria itu sebenarnya sudah cukup kuat untuk berjalan sendiri, tapi tetap saja, jahitan di bagian tubuhnya belum benar-benar kering. Dokter memperbolehkan Julio pulang karena kondisinya stabil setelah dua hari bermalam di rumah sakit. Selama dua hari itu, Kania seperti terbelah dua. Dia bolak-balik menjaga ayahnya yang juga masih dirawat, sekaligus mengurus suaminya. Namun, entah mengapa, semua rasa lelah itu tidak terasa berat di pundaknya. Justru ada rasa syukur yang begitu besar karena kini sang ayah sudah diperbolehkan pulang lebih dulu kemarin. Melihat ayahnya tersenyum sehat, hati Kania benar-benar lega. Rasa takut kehilangan ayahnya sempat menghantui. Dia membayangkan bagaimana bila sosok yang begitu berarti baginya itu benar-ben