Anne merasakan keanehan saat ia mendengar suara yang pernah ia dengar sebelumnya. Saat ia menoleh ternyata sebuah wajah yang pernah ia lihat saat berjualan takjil itu membuatnya tersenyum meski ia terkejut dengan sosok itu.
“Oh, jadi kamu yang membuat jajanan takjil di kantor ini?”
Anne mengangguk, merasa gugup tapi dia harus tegak menghadapi CEO muda yang baik ini.
Pria itu mengatakan kalau ia sangat terkesan dengan jajanan takjil yang dibuatnya. “Aku sampai ketagihan lho,” ujarnya tanpa malu-malu.
Anne tersenyum dan mendengar dengan penuh pengharapan.
Pria itu juga mengungkapkan bahwa ia adalah penggemar berat takjil buatan Anne dan selalu menantikan setiap saat.
Anne terkejut mendengar pengakuannya. Ia tidak menyangka bahwa CEO perusahaan tempatnya bekerja adalah penggemar berat takjil buatannya. Pria itu kemudian menawarkan Anne untuk membuka usaha takjil dan berjanji akan membantunya. Anne sangat senang dengan tawaran tersebut dan berjanji akan mempertimbangkannya.
“Cobalah untuk membuka usaha di tempat strategis, mumpung masih bulan ramadhan jadi bisa kan kalau kamu ikuti saranku, nanti aku kasih modal,”
“Tapi, Pak, apa Bapak yakin?” tanya Anne.
“Yakin dong,” jawabnya.
Sejak saat itu, hubungan Anne dan Barra menjadi lebih dekat. Mereka sering berdiskusi tentang takjil dan berbagai macam makanan lainnya.
Anne juga sering memberikan takjil buatannya kepada Barra untuk dicicipi. Bahkan Barra selalu memberikan masukan yang membangun dan membantu Anne mengembangkan bakatnya.
Tapi ternyata hal itu didengar oleh mamanya, Barra dimarahi habis-habisan karena mengurusi hal yang tidak penting.
“Seharusnya kamu tidak melakukan hal yang aneh, Barra. Mamah sesnga berusaha ingin membuat nenek bahagia. Mata nenek yang tidak bisa melihat seharusnya kamu pikirkan,” ujar sang mamah.
Barra memang memikirkannya tapi dia sedang berusaha untuk mencari cinta yang selama ini hampir dia lupakan.
Takjil yang biasanya dia beli sebelum berbuka kini bahkan hampir setiap hari dia dapatkan di kantor.
Mana gadis itu sangat membuatnya terpesona lagi. Ia berharap mamanya sedikit mengerti.
Setelah perdebatan dengan mamanya, ia mendatangi neneknya dan melihat keadaannya. Barra merasa iba dan menyuruh beberapa pelayan untuk menyiapkan meja.
“Tolong siapkan meja berisi makanan yang sudah dipesan. Nanti ada orang yang akan mengantar!”
“Baik Tuan,”
Barra telah menyiapkan makanan untuk berbuka puasa dan neneknya sedang duduk saat dia masuk ke kamarnya.
“Nek, nanti kita buka puasa bersama, ya? Barra sudah siapkan semuanya,”
Neneknya tersenyum meski tidak melihat tapi berusaha untuk membuatnya tidak sendirian berbicara.
Setelah menu berbuka siap, ia membuka bingkisan yang berisi takjil buatan Anne. Ia telah memesannya dan Anne membawanya saat akan pulang kantor.
Gadis itu pulang dulu ke rumahnya dan kembali lagi untuk mengantar pesanan.
Neneknya mencicipi takjil. Wajahnya terlihat sumringah dan begitu senang saat takjil pertama di cicipi. Berlanjut ke takjil lainnya dan neneknya memuji makanan yang dimakannya tadi.
“Enak sekali ini. Kamu beli dimana ini, Barra?” tanya sang nenek.
Barra tersenyum dan memberitahu tentang takjil yang karyawannya buat.
Neneknya tertegun.
“Ajak dia kesini, nenek ingin bertemu dengannya!”
“Apa, Nek?”
“Ajaklah dia kesini, makanan ini kan makanan kesukaan nenek, dia pintar membuatnya. Nenek mau dia buat di dapur nenek ini,”
Mamanya mendengar apa yang dibicarakan mereka, lalu melirik ke arahnya. Tentu saja Barra langsung mengedikkan bahunya, ia bingung.
“Nek, tapi dia karyawan baru di kantor, tak mungkin Barra membawanya kesini,” ujar Barra sedikjit beralasan.
Nenek Jessica adalah nenek yang paling keras kepala, meski kini tidak bisa melihat lagi tapi rasa keingintahuannnya pada seseorang membuat Barra kebingungan.
Mamanya sempat bersitegang dengannya karena menolak mentah-mentah permintaan nenek Jessica yang menyuruh Barra untuk membawa karyawannya ke rumah ini.
“Nenek seperti anak kecil, selalu minta yang aneh-aneh, kali ini kamu tidak usah menurutinya!”
Barra mengangguk dan memilih untuk mengikuti perintah mamanya, ia lebih aman dan nyaman dengan apa yang dilakukan mamanya.
Esok paginya, Barra mulai sibuk dengan banyaknya pekerjaan. Dia tidak tahu ada yang sedang menunggunya untuk bertemu.
Sekretarisnya mengingatkan dia untuk menemui seseorang yang telah mengadakan temu janji hari ini.
“Tolong panggil Anne kesini!”
Anne yang sedang mengobrol dengan pria tua langsung beranjak masuk ke ruangan Barra.
“Ya, Pak,”
Anne berpenampilan cukup modis kali ini, Barra yang tadinya sedang meneliti berkas penting terpaksa melirik sebentar ke arah karyawannya.
“Anne?”
Pria itu mengerutkan keningnya, merasa ada yang aneh dalam diri Anne. Ia tampak berbeda.
Entah kenapa, sejak Anne mulai merubah penampilannya menjadi berkerudung, hati Barra selalu merasakan keanehan setiap kali melihat wajah Anne.
Bahkan saat ada pria tua yang datang dan mengajaknya bertemu, Anne begitu membuatnya salah tingkah.
Anne memberinya sebuah arti yang cukup mendalam. Hingga ketika pria tua tiba-tiba mengatakan sesuatu yang mengejutkannya, Barra terlambat menyadarinya.