Kondisi Renata sudah jauh membaik dan dokter sudah memperbolehkan Renata untuk pulang dari rumah sakit.
"Sayang sebenarnya apa yang terjadi kenapa kamu bisa pingsan seperti itu?" tanya Ferry yang khawatir dengan kondisi sang putri.
"Aku cuma kurang hati-hati aja. Maaf ya sudah buat ayah dan ibu jadi khawatir sama aku," kata Renata yang tak enak melihat ayah dan ibunya khawatir.
"Kamu gak bohong sama ibu dan ayah kan Re?" tanya sang ibu memastikan.
Renata tahu jika dirinya tak bisa berbohong dari sang ibu. Tapi ia tak mungkin bilang jika ini semua gara-gara Andre. Bisa-bisa nanti ayah dan ibunya malah kepikiran dan berakhir dengan kesehatan sang ayah yang memburuk. Dan Renata tak ingin itu sampai terjadi.
"Iya Bu benar kok. Masak Renata bohong sama ibu. Renata hanya kurang berhati-hati saja dan jadi kayak gini," jawab Renata sambil mengulas senyum.
Lila hanya bisa menghela nafas ketika putrinya berkata seperti itu. Ia berharap apa yang dikatakan oleh sang putri benar adanya. Karena kalau sampai alasan lain kenapa putrinya mengalami hal ini bukan karena alasan terpeleset maka ia akan sangat marah. Ia tak akan pernah terima jika putri satu-satunya mengalami perlakuan seperti ini.
Ketika Renata dan kedua orangtuanya sedang mengobrol tiba-tiba Adrian masuk ke ruangannya Renata.
"Selamat pagi om dan Tante," sapa Adrian.
"Selamat pagi nak Adrian," jawab Ferrari ketika melihat kedatangan dari Adrian.
"Kebetulan tadi saya membeli roti ketika perjalanan kesini. Siapa tahu om dan Tante belum sarapan," kata Adrian menambahkan.
"Terima kasih nak Adrian. Kamu benar-benar sangat membantu keluarga om dan Tante. Kalau gak ada kamu entah apa yang terjadi dengan Renata kemarin." Lila sangat berterima kasih dengan apa yang dilakukan oleh Adrian.
"Saya tidak membantu banyak Tante jadi tidak usah berterima kasih kepada saya," jawab Adrian yang merasa tak nyaman dengan apa yang dikatakan oleh ibunya Renata.
Adrian sedikit canggung ketika berada di sekitar Keluarga Renata tapi ia mencoba untuk tak menanggapinya. Ia berpikir bahwa ini kesempatan dirinya untuk bisa mengenal Renata lebih dekat lagi. Jadi mungkin ini salah satu caranya.
"Hai Renata. Gimana keadaan kamu saat ini?" tanya Adrian yang sudah mendekat kearah Renata.
"Aku sudah jauh lebih baik. Hanya perlu banyak istirahat saja. Dan aku juga mau mengucapkan terima kasih sama kamu karena gara-gara kamu aku bisa segera di bawa ke rumah sakit jadi keadaan aku gak terlalu parah," kata Renata mengucapkan terima kasih.
"Aku kebetulan saja ada disana. Jadi kamu gak usah mengucapkan terima kasih," jawab Adrian yang tak mempermasalahkan hal itu.
Renata memang tahu jika Adrian yang telah menolongnya. Jadi ketika ia sudah ada disini maka Renata harus mengucapkan kata maafnya. Dan setelah itu mereka segera pulang ke rumahnya Renata. Dan lagi-lagi Adrian yang membawa mobil Renata untuk sampai di rumahnya. Tentu saja ketika orang tua Renata meminta dirinya untuk membawa mobilnya Renata dengan senang hati ia sangat senang. Jadi ia bisa lebih dekat dengan Renata serta keluarganya.
Selama perjalanan tak banyak pembicaraan hanya sesekali ayahnya Renata yang mengajak dirinya untuk berbicara. Sedangkan Renata yang ada di kursi belakang lebih memilih untuk tidur karena efek obat yang diminumnya.
"Jadi nak Adrian ini teman kantornya Renata?" tanya Ferry kepada Adrian.
"Iya om. Kebetulan saya fotografer di kantor majalah dimana Renata bekerja," jawab Adrian sambil fokus menyetir.
"Wah kamu ternyata seorang fotografer. Pasti kamu fotografer yang handal sehingga bisa sampai bisa jadi fotografer di kantor majalah tempat Renata bekerja. Dulu om juga suka fotografi tapi setelah menikah om meninggalkan hobby om itu dan fokus dengan keluarga om," kata ayahnya Renata yang mulai mengingat masa lalu.
"Wah om keren juga. Kalau om mau kapan-kapan kita bisa hunting tempat foto yang baru." Adrian pun menawarkan kepada ayahnya Renata.
"Mungkin nanti ketika kesehatan om sudah pulih kembali. Soalnya om baru saja selesai operasi jantung jadi dokter belum memperbolehkan om untuk melakukan aktivitas yang berat. Jadi untuk sementara om hanya bisa di rumah dulu," jawab Ferry yang sebenarnya tertarik tapi kondisinya tidak memungkinkan.
"Kalau kondisi om sudah membaik maka om bisa langsung mengatakan sama saya jika sudah membaik," kata Adrian menambahkan.
Obrolan-obrolan ringan pun terjadi sepanjang perjalanan menuju ke rumah Renata. Beberapa kali Adrian dan sang ayah terlibat obrolan yang ringan. Dan itu benar-benar membuat Adrian merasakan bagaimana hangatnya berkumpul dalam sebuah keluarga. Karena ia tak pernah merasakan kehangatan keluarga. Maka dari itu ia memilih keluar dari rumah untuk mencari kebahagiaannya sendiri.
Sementara itu di sebuah rumah yang sangat mewah dan megah tampak seorang wanita paruh baya sedang menyiapkan hidangan makan malam untuk keluarganya. Walaupun ia sudah menjadi nyonya besar tapi tak mengurungkan niatnya untuk bisa menjadi seorang ibu dan istri yang baik untuk keluarganya.
"Kamu taruh semua makanannya di atas meja. Sebentar lagi tuan abraham dan juga Arnold akan datang ke rumah," perintah Gina Levin yang merupakan nyonya besar di rumah ini.
"Baik nyonya," jawab pelayan mengerti.
Gina pun memilih kembali ke kamarnya untuk membersihkan dirinya sambil menunggu suami dan anaknya pulang kantor. Ketika sampai di kamarnya Gina melihat tampilan dirinya di cermin. Walaupun ia sudah tak lagi muda tapi tetap saja kecantikan yang ia miliki masih terpancar. Gina pun duduk di kursi depan meja riasnya. Ia pun mengingat perjalanan hidupnya tak tak mudah. Dulu ia pernah menikah dengan laki-laki yang tak baik hingga ia harus berpisah karena merasa tak kuat dengan keadaan rumah tangganya. Dengan membawa Arnold anaknya Gina berjuang mati-matian untuk bisa bertahan hidup hingga akhirnya ia bertemu dengan Abraham yang juga seorang duda satu anak. Awalnya Gina takut untuk memulai hubungan dengan Abraham tapi ia bisa merasakan jika Abraham tulus kepada dirinya. Hingga akhirnya ia pun merasa jika semuanya berjalan baik-baik aja. Tapi sayangnya ada satu hal yang tak membuat dirinya bahagia karena anak dari Abraham tak menerima kehadirannya. Bahkan anak dari Abraham memilih untuk pergi dari rumah ini karena ia tak suka akan kehadirannya dan juga anaknya. Walaupun begitu Gina masih terus berusaha untuk bisa dekat dengan putranya Abraham. Tapi ia yakin jika ia bisa menarik hati putranya Abraham karena Gina juga menyayangi putra dari Abraham.
Setelah itu Gina pun memilih untuk membersihkan diri karena sebentar lagi suami dan putranya akan pulang ke rumah.
Mobil yang membawa Renata beserta kedua orang tuanya sudah sampai di depan rumahnya. Dan hari saat itu sedikit mendung walaupun jam masih menunjukkan pukul 2 siang.
"Nak Adrian ayo masuk dulu," ajak Lila.
"Baik Bu," jawab Adrian mengerti.
Adrian pun ikut masuk ke dalam rumah Renata. Sedangkan Renata sendiri memilih untuk langsung masuk ke kamarnya karena ia merasa tak enak badan dan masih merasakan sakit di kepalanya. Jadi lebih baik ia mengistirahatkan dirinya sendiri untuk sementara waktu.
"Diminum dulu nak Adrian minumannya," kata Lila yang membuatkan secangkir teh manis untuk Renata.
"Terima kasih buat minumannya Tante," jawab Adrian yang merasa sangat dihargai disini.
Adrian pun meminun teh buatan ibhta Renata yang sangat enak dan mengingatkan akan sentuhan ibunya yang begitu peduli dengan dirinya.
"Jadi sudah berapa lama kamu suka dengan putri saya?" tanya Ferry kepada Adrian.
"Sudah lama saya suka dengan Renata tapi sayang putri om selalu saja menolak saya. Dia selalu mengatakan jika kita tak pernah bisa bersama karena usia saya lebih muda daripada Renata jadi dia selalu berpikir saya tidak pernah serius dengannya. Padahal saya tak pernah berkata seperti itu. Saya mungkin lebih muda dari Renata tapi saya gak sedang bermain-main dengannya. Saya benar-benar serius ingin menjalin hubungan yang serius dengan Renata. Tapi mungkin Renata sedang tak ingin menjalin hubungan dengan siapapun," jawab Adrian menjelaskan kepada ayahnya Renata.
"Kamu mungkin tak tahu jika Renata memiliki trauma yang buruk tentang sebuah hubungan. Dulu Renata memiliki hubungan yang serius dengan seorang laki-laki bahkan hampir menikah dengan laki-laki itu. Tapi sayangnya saat itu laki-laki yang Renata pikir akan memberikan kebahagian kepada dirinya malah menghamili sepupunya sendiri. Sehingga pernikahan mereka yang sudah didepan mata pun berakhir begitu saja. Sejak saat itu Renata seperti menarik diri dari yang namanya laki-laki. Beberapa kali om sudah mencoba memperkenalkan Renata kepada laki-laki di luar sana tapi Renata selalu menolaknya dengan alasan ingin fokus dengan pekerjaannya. Padahal om tahu jika dia memang sedang tak mau terlibat hal semacam itu. Jadi akan susah untuk bisa meluluhkan Renata karena dia masih menyimpan rasa sakit yang ada di hatinya," kata Ferry yang menjelaskan tentang masa lalu yang dialami oleh putrinya.
Sekarang Adrian tahu alasan kenapa Renata seperti menutup dirinya dengan dunia luar. Adrian akan menyembuhkan luka yang dialami oleh Renata. Ia akan mencoba meluluhkan hati Renata karena ia tahu suatu saat nanti Renata akan bisa luluh terhadap dirinya.
Di meja makan keluarga Levin tampak anggota keluarga sedang menikmati makanan yang dimasak oleh nyonya besar di rumah ini. Walaupun tuan besar di rumah ini dan juga sang putra sibuk dengan pekerjaannya masing-masing tapi mereka tetap menyisihkan waktu untuk makan malam bersama.
"Masakan mama selalu yang terbaik," puji Arnold yang merupakan anak kandung dari Gina.
"Kamu benar Arnold masakkan mama selalu yang terbaik. Andai saja Adrian bisa ikut bergabung bersama dengan kita pasti papa akan sangat bahagia," kata Abraham yang menunjukkan rasa sedihnya.
Abraham memang sering bertengkar dengan putranya Adrian. Apalagi sejak ia menikah lagi dengan Gina Adrian semakin jauh dengan dirinya. Dan itu benar-benar membuat Abraham terkadang merasa bersalah. Sudah beberapa tahun terakhir Adrian memilih untuk pergi dari rumah ini dan memulai kehidupannya sendiri. Walaupun Adrian mengatakan jika Adrian ingin memulai kehidupannya sendiri tanpa menggunakan nama keluarga Levin tapi Abraham sebagai seorang ayah selalu saja menjaganya walaupun dari jauh. Ia pastikan untuk selalu ada untuk putranya itu.
"Suatu saat Adrian pasti akan ikut makan bersama dengan keluarga kita. Jadi kamu gak usah sedih seperti itu. Berikan waktu untuk Adrian berpikir. Mungkin saat ini dia masih ingin menjalani kehidupannya sendiri dulu. Dan kita harus mengerti dengan keputusan yang diambil," kata Gina mencoba menenangkan sang suaminya.
Sementara itu Arnold tak suka ketika kedua orangtuanya membahas tentang adik tirinya itu. Baginya adik tirinya itu hanya bisa merusak kebahagiaan yang ia miliki. Bahkan ia selalu berharap jika adik tirinya tak akan pernah kembali lagi di dalam keluarga Levin.