Si Pengecut Andre

1774 Kata
Adrian mengerjakan pekerjaannya dengan sangat baik. Dan tentu saja ia sangat senang bertemu dengan Renata. Ia tak menyangka bisa bertemu di tempat yang tak terduga seperti saat ini. Tapi yang membuatnya sedikit khawatir ketika tadi tanpa sengaja ia mendengar perdebatan antara Renata dan juga seorang laki-laki yang sepertinya adalah mantan kekasihnya. Selain itu ada juga seorang wanita dengan perutnya yang buncit marah kearah Renata. Entah apa hubungan diantara mereka tapi yang pasti ada aura kemarahan diantara mereka berdua. Yang membuat Adrian semakin bertambah senang ketika bisa bertemu dengan kedua orang tua dari Renata. Bahkan ia bisa memperkenalkan dirinya dengan kedua orangtua Renata. Itu benar-benar membuatnya bahagia. Yang ada di pikiran Adrian adalah bagaimana ia bisa segera mendekatkan dirinya dengan Renata dan juga bisa bersama dengan Renata. Sementara itu Renata terus saja memberontak ketika Andre mulai bersikap kurang ajar kepada dirinya. "Lepaskan aku atau aku akan berteriak dan orang-orang akan datang kesini," ancam Renata. "Aku tak peduli jika kamu akan melakukan hal itu. Aku mau kamu tahu jika kamu selamanya akan menjadi milik aku. Dan tak akan ada laki-laki lain yang bisa memiliki kamu selain aku," kata Andre penuh penekanan. "Dasar laki-laki gila. Aku beruntung jika kita tidak pernah menikah. Dan asal kamu tahu jika laki-laki itu adalah kekasih baru aku. Dia jauh segalanya dari kamu. Jadi kamu tak akan pernah bisa memiliki aku lagi," jawab Renata penuh penekanan. Ekspresi wajah Andre terlihat marah besar. Ia tak suka mendengar apa yang dikatakan oleh Renata. Melihat Andre yang melonggarkan pelukannya membuat Renata memiliki kesempatan untuk kabur. Maka dari itu ia pun segera melepaskan tangan Andre dengan keras dan langsung menjauh dari Andre. Tapi belum sempat Renata kabur tangan Andre sudah lebih cepat menarik tangan Renata. Dan tanpa Renata duga ia mendaratkan sebuah tamparan di wajah Renata sehingga membuat sudut bibirnya berdarah. "Lepaskan Andre. Kamu benar-benar laki-laki biadab," teriak Renata marah dan merasakan panas di pipinya. Bukannya melunak Andre malah menampar pipi Renata dan yang lebih parahnya lagi Andre mendorong tubuh Renata hingga Renata tak bisa menahan keseimbangan tubuhnya dan berujung dengan Renata yang terjatuh dan tanpa di duga dahinya menatap dinding di kamar mandi itu. Dan tiba-tiba saja semuanya gelap bagi Renata hingga ia pun tak sadarkan diri. Andre tentu saja panik ketika melihat hal itu. Karena sifatnya yang pengecut membuat Andre memilih meninggalkan Renata begitu saja. Bahkan ia membiarkan Renata tak sadarkan diri dengan darah yang keluar dari dahinya. Ayahnya Renata sendiri merasakan perasaan yang tak tenang ketika ia harus menunggu kedatangan sang putri. Ini sudah terlalu lama bagi putrinya untuk berada di kamar mandi. Dan itu benar-benar membuatnya khawatir. "Bu Renata kenapa lama sekali. Coba ibu cek di kamar mandi. Ayah kok merasa perasaan yang gak enak. Jadi ibu coba cek ya. Siapa tahu Renata butuh bantuan kita," pinta sang ayah kepada sang istri. Sang istri tampak bingung dengan permintaan sang suami. Tapi ia pun mengikuti permintaan dari sang suami. Siapa tahu sang putri membutuhkan bantuannya. "Kalau gitu ayah tunggu di sini sebentar. Biar ibu cek dulu," jawab sang istri. Ibunya Renata pun melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk melihat keberadan sang putri. Setelah ia mendapati dimana letak kamar mandinya akhirnya ia pun masuk. Tapi ketika ia masuk ke dalam kamar mandi itu ia dibuat kaget dengan apa yang ia lihat saat ini. Ia menemukan sang putri sudah tak sadarkan diri dengan darah yang mengalir dari dahinya. Dan tanpa pikir panjang sang ibu pun langsung berteriak dengan kerasnya. "Renata," teriak sang ibu. Sang ibu pun langsung melihat keadaan sang putri dan ia pun meneteskan air mata melihat keadaan sang putri. "Apa yang terjadi dengan kamu sayang. Renata bangun," kata sang ibu yang panik. Sang ibu pun berdiri dan berteriak mencari bantuan. "Tolong....." Suara teriakan dari Lila membuat beberapa orang yang ada di sekitar situ pun mulai mendekati Lila dan salah satunya adalah Adrian yang memang kebetulan ada di sekitar itu. "Ibu ada apa?" tanya Adrian yang melihat ibunya Renata panik. "Nak Adrian tolong ibu. Renata pingsan di dalam. Tolong bawa Renata ke rumah sakit sekarang," pinta Lila dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Tanpa pikir panjang Adrian langsung masuk ke kamar mandi itu untuk melihat keadaan Renata. Dan ketika ia melihat keadaan Renata ada rasa kesal yang ia rasakan. Tubuh wanita yang ia cintai itu tak sadarkan diri dengan dahi yang berdarah. Tanpa pikir panjang Adrian pun langsung menggendong tubuh Renata dan membawanya menuju ke rumah sakit. "Ayo Bu kita bawa Renata ke rumah sakit," kata Adrian yang terlihat khawatir. Lila ibunya Renata pun mengikuti kemana Adrian membawa putrinya pergi tapi sebelumnya ia memanggil sang suami untuk ikut bersamanya. Adrian sendiri terus menggendong tubuh Renata yang tak sadarkan diri. Walaupun banyak orang yang melihat kearahnya tak membuat Adrian memperhatikannya. Yang ada dipikirannya saat ini adalah membawa Renata pergi dari sini dan segera di lakukan tindakan di rumah sakit. "Nak Adrian pakai mobil Renata saja," kata Lila yang sudah membukakan pintu mobil milik sang putri. "Ibu lebih baik duduk di belakang bersama dengan Renata. Biar saya yang mengemudikan mobilnya," kata Adrian dengan ekspresi yang masih saja khawatir. Tanpa banyak bicara Lila pun langsung duduk di belakang bersama dengan sang putri. Sedangkan Ferry ayahnya Renata duduk di depan. Adrian pun langsung melajukan mobilnya menuju ke rumah sakit. Ia melakukan mobilnya dengan sangat cepat hingga sering terdengar suara klakson dari mobil lain karena Adrian melajukan mobilnya dengan ugal-ugalan. Adrian tak peduli karena ia harus segera membawa Renata ke rumah sakit. Sementara itu Andre terlihat sangat gugup ketika tadi melihat Renata tak sadarkan diri. Seharusnya ia bisa mengontrol dirinya. Tapi ia tak bisa mengontrol dirinya gara-gara terlalu marah. Sania yang melihat suaminya cemas pun mendekatinya. "Kakak kenapa? Kakak baik-baik aja kan?" tanya Sania yang bingung dengan perubahan sikap sang suami. "Ini semua gara-gara kamu. Kalau kamu gak menjebak aku hingga kamu hamil mungkin saat ini aku sudah menikah dengan Renata. Kamu tahu jika aku selama ini tidak pernah mencintai kamu. Yang aku cintai adalah Renata. Sampai kapanpun akan seperti itu. Dan setelah kamu melahirkan aku ingin kita bercerai. Kamu tidak perlu khawatir walaupun kita berpisah aku akan tetap membiayai semua kebutuhan kamu. Karena aku ingin mengejar kembali Renata dan mendapatkan dia kembali," kata Andre dengan ekspresi yang marah. "Kenapa kakak tidak menyerah saja dan melupakannya. Sekarang kakak sudah menikah dan sebentar lagi kakak juga akan menjadi seorang ayah. Jadi kita mulai semuanya dari awal. Aku yakin dengan berjalannya waktu kakak bisa mencintai aku. Dan kita bisa mewujudkan memiliki keluarga yang bahagia," bujuk Sania. Andre yang tadinya sudah berniat untuk pergi dari hadapan Sania pun berjalan mendekat kearah Sania. "Itu hanya mimpi kamu bukan mimpi aku. Mimpi aku hanya ingin memiliki keluarga bahagia bersama dengan Renata. Jadi jangan pernah kamu punya niatan untuk menyakiti Renata karena aku yang akan membalasnya," ancam Andre. Setelah mengatakan hal itu Andre pun pergi dari hadapan Sania dengan ekspresi yang marah. Ia benar-benar tak suka berlama-lama di dekat Sania. Ia terlalu jijik dengan sikap Sania yang suka seenaknya sendiri. Dan gara-gara dia juga rencana indah yang sudah ia bangun bersama dengan Renata hancur begitu saja. Dan itu benar-benar membuatnya sangat membenci Sania. Gara-gara keegoisannya ia harus meninggalkan semua mimpi indah yang telah ia rancang. Dan itu benar-benar membuat dirinya tak nyaman. Sedangkan Sania sendiri benar-benar tak bisa berbuat apa-apa. Ia tak habis pikir kenapa suaminya bisa berkata seperti itu. Padahal ia sudah banyak hal untuk bisa menarik perhatian sang suami. Bahkan ia juga sudah mengubah dirinya menjadi apa yang sang suaminya inginkan. Tapi tetap saja ia tak pernah bisa merasakan perasaan cinta yang tulus dari suaminya. Dan itu benar-benar membuat dirinya marah dengan sosok wanita yang sudah merebut segala hal yang selalu ia impikan. "Aku akan membalas apa yang kamu lakukan kepada aku Renata. Aku gak akan membiarkan kamu merebut kak Andre. Karena kak Andre sudah menjadi milik aku," kata Sania dengan ekspresi yang marah. Dari dulu Sania memang sudah sangat membenci Renata. Karena apa yang ia inginkan selalu saja Renata miliki. Jadi ia tak akan pernah membiarkan Renata bahagia. Di depan ruang UGD tampak kedua orang tua Renata dan juga Adrian sedang menunggu Renata di periksa oleh dokter. Dan mereka tak diperbolehkan dokter untuk masuk. Jadi saat ini mereka hanya bisa menunggu diluar. Wajah khawatir jelas terlihat dari wajah mereka karena tak tahu bagaimana keadaan Renata saat ini. Dan itu membuat mereka takut terjadi sesuatu yang buruk terjadi kepada Renata. "Bu sebenarnya apa yang terjadi kepada Renata? Kenapa Renata bisa jadi seperti ini?" tanya Ferry kepada sang istri. "Ibu juga tidak tahu yah. Tadi ketika ibu ke kamar mandi ibu sudah menemukan Renata pingsan seperti ini. Apalagi ketika ada darah yang keluar dari kening Renata membuat ibu tak bisa berpikir banyak hanya bisa teriak minta tolong. Untung saja tadi ada nak Adrian yang kebetulan lewat disana," jawab Lila yang tampak masih kaget dengan segala situasi yang ada. Ferry hanya menyugarkan rambutnya karena ia sangat mengkhawatirkan keadaan dari putri satu-satunya. Ia hanya berharap jika semuanya akan baik-baik saja. Tak berapa lama dokter pun keluar untuk memberikan penjelasan tentang keadaan Renata. "Dokter bagaimana keadaan putri saya?" tanya Ferry langsung. "Putri bapak baik-baik saja saat ini. Memang tadi dahi berdarah dan ada robek di dahinya tapi sudah saya jahit. Dan untuk kepada keseluruhan tak ada yang perlu di khawatirkan. Tapi saya sarankan untuk malam ini biarkan putri bapak untuk tinggal disini. Jika besok tak ada gejala yang aneh putri bapak bisa dibawa pulang," jawab dokter menjelaskan. "Baik dokter. Lakukan apapun yang tebaik untuk putri saya," pinta Ferry. "Baik pak. Kalau begitu saya masuk dulu. Saya harus memeriksa pasien yang lain," kata dokter itu berpamitan. Ada rasa lega di wajah kedua orang tua Renata ketika mendengar penjelasan dari dokter. Setidaknya tak ada luka yang serius. Hanya butuh istirahat saja hingga membuat Renata bisa pulih kembali. "Ibu dan bapak sebaiknya pulang saja. Biar saya yang menjaga Renata untuk malam ini. Bapak dan ibu pasti akan capek bila harus menginap disini," kata Adrian memberikan pendapatnya. "Tidak apa-apa nak. Biarkan bapak dan ibu disini menjaga Renata. Kami tak tenang melihat keadaan Renata yang seperti itu. Maka dari itu lebih baik kami disini sampai keadaan Renata membaik," tolak Ferry. "Ayah apa yang dikatakan oleh nak Adrian benar. Kondisi ayah belum pulih benar kalau harus menginap disini. Kalau nanti ayah sakit malah membuat Renata khawatir. Lebih baik kita kembali ke hotel dan besok pagi kita kembali kesini," bujuk sang istri. Akhirnya setelah pemikiran yang panjang kedua orang tua Renata kembali ke hotel dan tinggal Adrian yang menginap disini bersama dengan Renata. Ketika ia masuk ke ruang UGD ia melihat Renata tertidur dengan perban ada dikepalanya. Adrian pun duduk di samping ranjang sambil menggenggam tangan Renata. "Apa yang terjadi sama kamu sayang? Kenapa kamu bisa jadi seperti ini?" tanya Adrian sambil menatap kearah Renata.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN