Hujan belum berhenti. Rintiknya menari di kaca jendela, menuliskan pola tak beraturan yang seolah menggambarkan hati yang tak bisa tenang. Di dalam kafe yang remang, aroma kopi bercampur dengan udara lembab malam. Lampu-lampu kuning redup memantulkan bayangan dua orang yang duduk berhadapan di meja paling pojok, Axel dan Kate. Axel masih mengenakan jas gelap, dasinya longgar, matanya sembab namun tetap tajam. Kate, di seberangnya, menunduk—ujung rambutnya meneteskan sisa hujan, dan di tangannya tergenggam amplop cokelat yang kini tampak lusuh. Tak ada kata pembuka. Hanya diam panjang yang berat. Akhirnya, suara Kate pecah lebih dulu. Pelan, namun tegas. "Sudah cukup, Axel. Tolong... berhentilah. Aku muak dengan semua ini!” Axel mengangkat wajahnya, menatap wanita di depannya seolah

