Suara monitor jantung berdetak tenang di kamar rawat VIP Rumah Sakit Siloam. Lampu ruangan remang-remang, aroma antiseptik samar menyelimuti udara. Di sudut ruangan, Nathaniel berdiri diam dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celananya, tubuh tegap itu tampak kaku, seperti menanggung beban yang tak kelihatan. Tatapannya terpaku pada sosok Aurelia yang terbaring lemah, tubuhnya nyaris tenggelam di balik selimut putih bersih rumah sakit. Wajah itu... adalah wajah yang dulu selalu menenangkannya. Wajah yang pernah tersenyum ketika Nathaniel menyerahkan skripsinya. Wajah yang menitikkan air mata bahagia saat dia pertama kali diangkat sebagai partner firma. Wajah yang pernah menjadi cermin bagi semua impian dan masa depannya. Kini, wajah itu memar. Luka di pelipisnya dijahit dengan rapi. Bi