[Chapter 21+] Pagi itu Jakarta terasa lambat bangkit dari sunyi. Awan-awan kelabu menggantung di langit ibukota, seolah menanti keputusan besar yang akan mengubah segalanya. Di dalam ruang kerja Nathaniel yang kini sepi, hanya terdengar detik jam dinding yang berdetak pelan. Ia duduk sendirian. Rambutnya sedikit berantakan, jasnya tergantung di sandaran kursi. Di meja kerjanya terbentang dua dunia yang saling bertolak belakang: satu, setumpuk dokumen milik firma dan keluarganya—dan yang lain, flashdisk kecil dalam liontin milik Alika, yang kini sudah terbuka dan dipindai isinya. Nathaniel telah membaca semuanya. Ia tahu, sekali dikirim, data itu akan mengguncang dunia hukum, bisnis di Indonesia, dan mafia itu. Nama ayahnya ada di halaman keempat belas. Tanda tangan, catatan transaksi